PESAN MISTERIUS

Awan putih berarak kesana kemari, bagai melindungi dari sengatan cahaya yang menyilaukan. Hembusan angin menyentuh kulitku. Dedaunan pun ikut ambil andil. Agustus yang begitu hangat mulai mendekat. Seperti biasanya terdapat banyak perlombaan yang akan diadakan. Sebagai sekretaris OSIS, ini merupakan waktu tersibuk. Akan ada banyak surat yang harus diketik dan rapat yang melelahkan. Padahal baru selesai liburan panjang, tetapi seperti ada yang kurang.

Siang berganti malam, malam berganti siang. Namun belum ada satupun surat yang selesai. Mataku sangat lelah berteman dengan cahaya si Pinky (nama laptop Dira). Belum lagi harus mengerjakan proposal dana dan kegiatan yang harus diserahkan kepada big boss (ketua osis). Hingga aku menyadari bahwa hari ini ada pertemuan OSIS di sekolah.

Secepat kilat aku langsung mengambil kunci motor dan melaju dengan kencang ke sekolah. Dengan hati yang dipenuhi keriasauan. Bunyi sms yang tak berhenti menjerit membuat kerisauanku semakin memuncak. Sesampai di sekolah, langsung saja aku berlari dari parkiran motor menuju kelas Ardi. Ardi sang ketua osis berkaca mata tebal yang selalu memberikan sinar laser dari matanya ketika kita berbuat kesalahan. Serasa di serang oleh penyihir yang dapat menghipnotis ketika melihat matanya.

Seraya berkata dalam hati: "alakazemmmmm berubah jadi batu", gumamku dalam hati sambil tertawa membayangkan Ardi jadi batu. Sesampai di kelas semua orang sibuk dengan argumentnya masing-masing. Sedangkan Ardi hanya terdiam dengan memasang wajah datar melihat itu. Ternyata hal yang menjadi keributan adalah sponsor untuk kegiatan 17 tidak akan mendukung, jika kegiatannya hanya diadakan sekolah. Mereka ingin kami mengadakannya di Lapangan Sultan Abdul Jalil.

Namun pihak sekolah tidak menyetujui dikarenakan ini merupakan acara sekolah. Maka kegiatannya harus berada di area sekolah juga. Sore itu semua orang terlihat kacau. Padahal ini sudah H-5 dari kegiatan itu. Namun belum ada satupun sponsor yang menyetujui proposal kami. Padahal semuanya sudah di pesan dari panggung, pengeras suara, cathring hingga hadiah untuk pemenang sudah rampung dikerjakan. Tetapi, karena hal ini semuanya jadi berantakan.

"Semuanya, permasalahan ini jangan terlalu di pikirkan". Aku yang akan turun tangan." Entah kapan pemikiran itu muncul.

Mendengar hal itu semuanya menjadi hening dan sunyi. layaknya Wonder women yang menyelamatkan korban dari musuhnya, seperti itulah deskripsinya. Andai saja aku tak berbuat seperti itu. Beban ini tak akan bertambah lagi. Aku menyesal melakukan itu. Tetapi, mau bagaimana lagi semuanya telah terucapkan dari mulutku.

Permasalahan ini membuat kening harus mengerut keras. Berbagai cara telah direncanakan agar pihak sponsor memberi kami bantuan. Langit biru mulai diantikan oleh senja. Nyanyian malam terdengar bergema di sekitaran kota. Aku masih saja berpetualang dengan si pinky. Dia adalah teman semu yang menemani hingga aku terlarut.

Sehabis berganti pakaian sekolah. Aku berangkat ke kantor yang dikelola pak Sutardzi. Semua kekuatan dan keberanian terkumpul di dalam dada ini. Sambil meneriakkan keras dalam hati. "Mira kamu pasti bisa, semangat 45 bro".

Dua jam setelah itu permasalahan selesai. Mereka setuju membantu kami. Aku merasa bangga atas tindakan hari ini. Kabar itu tersiar layaknya angin. Aku menjadi pusat perhatian karena hal itu.

Ada hal yang janggal selama tiga hari ini. Pesan di hp mulai membludak yang aku terima. Nomor asing yang memenuhi kotak masuk di hpku. Sungguh membuatku penasaran. Aku tak pernah membalas pesannya sekalipun, kemarin malam nomor itu kembali lagi. Bukan untuk memenuhi kotak masukku tetapi menelpon. Kalian harus tahu apa yang aku lakukan.

Suara itu terdengar sepertinya. Walaupun masih ragu tentang hal itu. Tetapi, rasa penasaran di hati ini mulai membludak. Aku tanyakan perihal siapa pemilik suara tersebut. Walaun keheningan yang selalu ku terima. Tetapi ini saatnya mengetahuinya. Aku sudah muak untuk di ganggu seperti ini. Dia selalu mempertanyakan perihal "Dira, aku telah jatuh hati untuk pertemuan kita yang pertama, aku ingin bertemu", isi pesan itu.

Sekarang merupakan kesempatan untuk mempertanyakannya. Dia telah membuatku tidak tenang dari jiwa dan hati. Siapa cewek yang tak gusar mendapatkan pesan seperti itu. Ku angkat telpon darinya.

"Hallo, ini siapa ?", tanyaku.

"Kamu lupa, siapa aku?", tanyanya.

"Iya, siapa?" tanyaku lagi.

"Detra Adi Putra, cowok mesum yang telah di tampar dua kali oleh Meidira Baganti", jawabnya.

"Ha, kamu!", jawabku dengan terkejut.

"Aku boleh menyimpan nomormu ya, Dir?" tanyanya.

"Terserah, toh sudah tersimpan di kontakmu", kataku.

"hehehe, iyasih", jawabnya dengan tawa.

"Oke, aku tutup dulu ya!" kataku

"Tunggu dulu, kamu ke rumah Ayi besok?" tanyanya.

"Iya, kok kamu tahu?", tanyakuku.

"Oke, selamat malam Dira Bagantiiiiiii", teriaknya.

Selasa sore, aku menjemput Ayi untuk latihan nari. Aku dan Ayi merupakan anak sanggar tari Putri Bungsu. Kami selalu latihan pada hari selasa, kamis dan sabtu. Sesampai disana, aku terkejut melihat seseorang pemuda memakai kaos oblong berwarna kuning dengan celana boxer berwarna putih dengan liris biru. Sedikit menyandarkan tubuhnya ke pintu rumah Ayi. Sambil berkata.

Dia melemparkan senyemun ke arahku. Aku baru menyadari wajahnya tampan sekali. Padahal waktu itu biasa aja. Kok sekarang berubahnya. Mungkin efek cuaca kali. Makanya aura ketampanannya keluar. Aku hampir hilang akal hingga tidak melepaskan pandangan darinya.

Kalian bisa membayangkan bagaimana dirinya. Dia memiliki wajah yang sekilas seperti keeropaan. Dengan mata yang kecil, hidung yang mancung, alisnya standar dan sedikit jerawat kecil yang terdapat di wajahnya yang putih, rambutnya sedikit ikal dan tebal, kulitnya putih, dia jauh lebih tinggi dariku. Harumnya seperti mocca, sangat manis. Tampan, bukan?

Itulah pandanganku tentangnya. Aku merupakan tipekal cewek yang mudah jatuh cinta kepada siapapun, walaupun baru bertemu. Kalian harus tahu. Aku telah jatuh hati kepadanya. Entah mengapa rasa itu muncul tiba-tiba. Aku tidak tahu pasti kapan. Tetapi, itulah faktanya.Aku suka dengan pria yang berkulit pucat, karena mereka terlihat keren dan misterius. Tetapi, entahlah. Setiap orang memiliki tipekal yang berbeda-beda.

Waktu menunjukkan pukul 19:30 WIB. Selesai latihan, aku dan Ayi pulang. Sesampai di rumah Ayi. Aku mendapati dia berada disana, lagi. Melihat kedatangan kami, dia langsung menghampiriku sembari memberi senyuman kedua. Aku terdiam sedangkan Ayi tersenyum melihat itu.

"Dir, ada acara sekarang", tanyanya.

"Enggak, tapi aku mau pulang sekarang", jawabku terbata-bata.

"Oh, gimana kalau kita jalan-jalan dulu atau aku antarin ke rumah", tanyanya.

"Ha, maksudmu?", tanyaku.

"Yaudah, Dir pergi ajala. Toh cuman bentaran aja. Entar dia nangis lagi"' timpal Ayi.

"Aku mau mengerjakan persiapan untuk 17 agustus besok, Ay", jawabku dengan memelas.

"Yaudah, kamu masuk aja dulu Ay. Aku mau ngomong sama Dira bentar", jawabnya.

Sembari Ayi pergi meninggalkan kami berdua di depan teras rumahnya. Semua orang melihat ke arahku. Soalnya rumah Ayi tepat di depan jalan raya. Aku hanya diam dan membeku menunggu pertanyaan darinya. Dunia berhenti rasanya ketika itu.

"Dira, kamu diam dan jangan berbicara", katanya.

Dengan anggukan kepala tanda aku mengerti perkataannya.

"Aku rasakan cinta saat pertama kali melihatmu, jadilah pacarku Meidira Baganti", katanya dengan tegas.

Semuanya begitu mendadak, sehingga aku tak bisa berpikir. Diam merupakan jawaban yang terbaik untuk saat ini. Aku hanya mematung mendengar perkataanya. Layaknya dihujani oleh beribu tanya namun hanya kosong jawabnya.

"Diam, aku artikan kamu telah menerima aku untuk jadi pacarmu", jawabnya atas pertanyaanya.

"Hmmm", jawabku sambil memalingkan wajah dari arahnya.

Setelah itu aku meninggalkannya dan kembali ke rumah. Dengan berjuta pertanyaan yang berada di kepalaku. Ku rebahkan diri di kasur sambil memeluk boneka dari abang. Melintas dalam pikiranku tentang dia yang baru saja menjadi pacarku.

Andai saja kau mengerti apa yang kurasakan, kau tahu betapa aku mengharapkan saat ini. Tetapi mengapa secepat ini. Padahal aku mencintainya sore tadi. Kini aku menjadi pacarnya pada malam harinya. Ingin teriak dengan lepas tanpa ada yang mengikat.

Beberapa saat kemudian hpku berdering dengan panggilan darinya.

"Sudah di rumah? Aku lagi makan, tapi gak selera karena gak ada kamu", katanya.

"Iya, aku lagi tiduran. Kamu aneh", jawabku.

"Aku rindu, tapi nanti saja ketika dalam mimpi", katanya.

"Kok, gitu?", tanyaku.

"Andai saja waktunya tepat, kita pasti bertemu kembali"

"Maksudnya, aku makin pusing kamu buat, Det", jawabku.

"Yaudah, besok sekolah kamu tiduran aja"

"Kenapa lagi?", tanyaku.

"Agar ketemu aku lagi, lagi, dan lagi", jawabnya.

"Iyadeh, malam Mr Detra", kataku sambil menutup telpon darinya.