Apakah nanti aku bisa mengikuti persyaratan dan tes yang begitu ketat?
Akankah aku terpilih menjadi salah satu putri terbaik dari seluruh putra putri yang ada, dari sabang sampai merauke?
Akankah aku bisa menyandang gelar "Letnan dua"?
Akankah aku mampu menerbangkan burung besi yang begitu besar?
Semua pertanyaan itu memenuhi pikiranku. Kadang ingin sekali rasanya menyerah, namun hati ini terus berkata bahwa aku pasti bisa.
"Din...Dina...woy" Suara yang membuatku tersadar dari lamunanku, siapa lagi jika bukan Putu.
"Apaan sih, ngagetin aja deh" Jawabku dengan memasang wajah pura pura kesal padanya.
"Lah kok sepi, pada kemana Put?" Lanjut ku bertanya pada sahabat terbaik ku itu.
"Kamu sih ngelamun mulu. Sampek nggak sadar kan, kalok bel istirahat udah bunyi 10 menit yang lalu". Jelas nya panjang kali lebar.
"Ya udah, ke kantin yuk" Ajaknya padaku, yang sebenarnya hari ini aku tidak ingin pergi ke kantin, namun apa boleh buat, aku tidak bisa menolak permintaan orang yang selalu ada untukku.
"Hayuk lah" Jawabku sambil melangkahkan kaki dan menggandeng tangannya menuju ke kantin.
*******
Rasa lapar, dan letih, serta teriknya mentari lah yang mengiringi langkahku menuju ke rumah.
Cakrawala terlihat begitu cerah,
Rasanya tak ada sedikit pun angin yang lewat siang ini.
Kuperlambat langkahku karena mataku mulai terasa kabur,
"Aduhhh" sebuah batu membuat langkah ku terhenti, dan meninggalkan luka di kaki. Aku pun merengek kesakitan, namun tak ada seorang pun yang lewat dan membantuku. Aku berusaha bangkit sendiri, meskipun rasa sakit masih berbekas di kaki.
Dengan tak memperdulikan luka itu, aku pun melanjutkan perjalananku menuju rumah.
*******
"Assalamualaikum" Sapa ku sebelum memasuki rumah yang nampak sepi itu.
"Kok nggak ada yang jawab" gumamku dalam hati, yang sedikit merasa bingung dan bertanya tanya.
"Dimana bapak dan ibu?" Aku bertanya dalam hati.
Aku pun memasuki bangunan kecil nan tua itu. Ku periksa ke setiap ruangan, namun tak juga ku temukan keberadaan bapak dan ibu. Aku pun mencoba mencari di halaman belakang, dan ternyata disana ada ibu yang sedang menanam sayuran sembari mengisi waktu luangnya.
"Ibu disini ternyata, pantesan Dina panggil nggak denger" Ucapku pada ibu yang tengah sibuk dengan tanah dan sayuran yang ditanamnya.
"Ehhh anak ibuk udah pulang, kamu cepet ganti baju, terus makan, abis itu bantuin ibu nanem nih sayur" pinta ibu sambil menunjukkan tangannya yang memegang seikat kangkung.
"Ya udah buk, aku ganti baju dulu ya" Sahut ku sambil melangkahkan kaki menuju kamar kecilku untuk berganti baju dan segera membantu ibu di belakang.
*******
Sang surya mulai terbenam,
Sinarnya perlahan hilang,
Berganti dengan gelapnya malam yang di hiasi bintang bintang.
"Buk, Pak, aku berangkat dulu ya, Assalamualaikum" Pamit ku kepada kedua orang tuaku sambil mencium kedua tangannya. Sudah menjadi rutinitas ku, selepas sholat maghrib untuk pergi mengaji di TPA dekat rumahku.
"Wa'alaikumsalam, hati hati ya din" Jawab mereka kompak, sambil memperhatikan langkahku yang mulai menjauh.
Selain sekolah, aku juga gemar mengaji. Ilmu sekolah, ku gunakan untuk bekal menjadi seorang "Taruni", sedangkan ilmu agama, ku gunakan untuk bekal ku di akhirat nanti.
********
Malam semakin larut, cakrawala semakin nampak gelap.
Hembusan angin malam seolah ingin mengatakan kepadaku supaya segera tidur, agar siap menghadapi hari esok.
Aku pun menutup jendelaku yang telah rapuh, dan meletakkan tubuhku diatas kasur yang bukan terbuat dari busa mahal, kasur yang kini tak lagi empuk. Namun ini adalah nikmat dari Allah yang harus tetap aku syukuri.
*****
Betapa indahnya alam semesta dari ketinggian
Betapa bahagianya aku bisa menerbangkan burung besi yang selama ini ku impikan. Sekelompok awan berkumpul seakan menyambutku untuk bergabung bersama mereka.
Cakrawala begitu indah,
Seakan aku tak ingin pernah mendarat dan meninggalkannya.
Para prajurit yang siap di tugaskan untuk menjaga keamanan di perbatasan tengah terduduk rapi di kursi mereka masing masing, sedangkan aku sibuk dengan ruangan cokpit yang begitu rumit. Aku harus mempertajam penglihatanku supaya tidak menabrak sekumpulan awan, yang akan menimbulkan goncangan didalam burung besi ini. Saat ini aku menuju ke Perbatasan papua untuk mengirim logistik dan pasukan.
"Dina..., bangun nak, udah siang" Suara yang biasa ku dengar, membuatku sedikit bingung.
"Lah kok ibuk ikut terbang sih" ucap ku dalam hati sambil tetap memperhatikan cakrawala dan awan awan yang mengelilinginya.
"Dina..., bangun, kamu harus mandi dan sekolah" Suara ibu terdengar semakin dekat dengan telingaku. Hingga akhirnya aku berusaha membuka mataku.
"Iya buk" Jawabku dengan sedikit tidak sadar.
Pasalnya aku bingung, "bukannya aku tadi sedang menerbagkan pesawat hercules bersama para prajurit yang lain? Kok aku ada dikamar sih? Tanyaku dalam hati.
"Apa ini semua hanya mimpi? Ya Allah kenapa ini bukan nyata? Hatiku terus bertanya. Aku tidak percaya, ternyata ini semua hanya mimpi.
Aku pun berusaha bangkit dari tidurku dan bergegas untuk mandi agar tidak terlambat ke sekolah nanti.