Kecewa

Kecewa

Sudah dua bulan Rian mengawasi gerak gerik Rendra mencari tahu apa yang dilakukan suami dari orang yang pernah ia cintai.

Setelah yakin dengan apa yang dilihatnya, ia memberitahu Athaya dan meminta Athaya untuk memastikan sendiri seperti apa seorang Rendra sebelum ia memberitahukan kepada sahabatnya itu.

"Kau masih marah padaku?". Tanya Rian melihat Athaya langsung mendiaminya setelah Rian menceritakan apa yang selama ini ia lihat.

"Ya, aku marah padamu, bagaimana aku tidak marah, kamu membiarkan sahabatku hidup dalam kebohongan bajingan itu". Sarkas Athaya.

"Aku tidak bermaksud seperti itu, aku hanya ingin memastikan apa yang aku lihat itu tidak salah". Bela Rian.

"Apakah butuh waktu selama itu untuk memastikan?". Ucap Athaya dengan tatapan tajam.

Rian hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. Sekarang mereka menjadi tontonan banyak orang di bandara. Ia mereka sedang berada di bandara. Athaya langsung berangkat setelah mendengar cerita Rian, ia sampai membeli tiket kelas ekonomi yang kebetulan berangkat pada jam itu. Ia sendiri lupa kalau orang tuanya memiliki jet pribadi.

Athaya tidak peduli dengan orang yang menontonnya, ia belum puas memarahi Rian. Baginya Rian sudah keterlaluan dengan tidak menceritakannya sejak awal.

Tidak ingin menjadi bahan tontonan, Rian menutup mulut Athaya dengan tangannya. Namun, dibalas dengan gigitan oleh Athaya.

Rian tidak peduli dengan tangannya yang digigit yang penting ia bisa meredam suara Athaya yang membuat telinganya sakit.

Bukan Athaya namanya jika hal kecil seperti ini ia tidak bisa atasi. Tangan kanannya yang bebas ia gunakan untuk menekan lengan Rian ke bawah, sementara yang kiri ia gunakan untuk memutar lengan Rian. Memutar tubuhnya, hingga posisinya berada di belakang punggung Rian. Dengan cepat Athaya menendang lutut bagian belakang Rian, hingga ia berlutut.

"Aku belum selesai bicara". Lanjut Athaya. Ia kembali memarahi Rian. Rian segera bangkit dari posisinya. Ia harus segera menghentikan Athaya jika tidak ingin pusat perhatian tertuju pada mereka.

Sebuah ide gila muncul dikepala Rian. Ia yakin itu dapat menghentikan Athaya yang tidak selesai-selesai bicara. Rian semakin mendekat kea rah Athaya. Lalu, dengan kecepatan kilat ia mengecup bibir Athaya membuat sang empuya seketika terdiam.

Athaya ternganga untuk seperkian detik sebelum ia tersadar ke dalam dunia nyata. Rian sudah berlari meninggalkannya. Para penonton yang melihat adegan itu hanya bisa tersenyum geli melihat kelakuan dua sijoli, ada juga yang memasang wajah biasa aja.

Athaya berlari mengejar Rian otomatis membuat kerumunan itu bubar dengan sendirinya.

Sesampainya di dalam mobil Athaya memukul kepala Rian dengan keras. "Berani beraninya kau menciumku di depan orang banyak". Ucapnya dengan marah.

"Aku tidak menciummu, itu kecupan. Apa kamu tidak tahu bedanya ciuman dan kecupan. Mau aku contohkan agar kau tahu". Ucap Rian berusaha santai. Dalam hatinya ia tertawa geli mendengar ucapannya sendiri.

"Kau- ". Tunjuk Athaya kehilangan kata-kata.

"Tidak usah marah seperti itu, suatu saat nanti aku akan sering menciummu". Ucap Rian semakin menggoda Athaya.

"Keluar kau dari mobil ini". Kesal Athaya.

"Tidak mau". Ucap Rian santai.

"Keluar kau". Dorong Athaya. Ia sungguh malu saat ini, tapi ia tidak ingin menunjukannya pada orang yang ada dihadapannya ini.

Rian berbalik arah menghadap Athaya, tangannya memegang erat tangan Athaya yang mendorongnya. "Jika kamu tetap menyuruhku keluar dari mobil ini, aku akan pastikan kau akan sangat paham apa itu ciuman dan kecupan". Ucap Rian dengan serius.

Melihat keseriusan di mata Rian, nyali Athaya seketika menciut. Ada rasa takut melihat wajah dingin dan serius milik Rian. Wajah itu, wajah yang pertama kali Athaya melihatnya.

Melihat ekspresi Athaya seperti itu. Rian berusaha menahan senyumannya. Ia merasa menang atas ketakutan Athaya.

"Ayo kita pergi, akan ku tunjukan apa yang telah aku ceritakan". Ucap Rian. Ia lalu membawa Athaya ke sebuah rumah yang menjadi tempat tinggal simpanan Rendra.

Melihat Rendra keluar dari rumah itu dengan mata kepala sendiri membuat Athaya menggepalkan tangannya hingga memutih.

Tidak ingin membuang waktu lebih lama Rian membawa Athaya ke rumah yang ditinggali keysha dan Rendra.

Sebelum memasuki rumah Keysha, Rian meminta Athaya untuk mengendalikan emosinya terlebih dahulu.

"Assalamualaikum". Ucap Athaya sambil memencet bel yang ada disana.

Tidak ada jawaban dari dalam sana. Athaya kembali mengulang salamnya sambil memencet bel secara brutal.

Seorang ibu-ibu keluar dengan tergesa-gesa, dibahu kirinya tersampir sebuah lap. Kelihatannya ibu itu sedang bersih-bersih.

"Eh, non Aya. Maaf bibi sedang bersih-bersih dibelakang jadinya nggak dengar". Ucapnya sambil membuka pintu gerbang.

"Nggak papa bi, Achanya ada, bi". Tanya Athaya dengan ramah.

"Ada di kamarnya, non. Masuk aja langsung".

Setelah berpamitan, mereka kemudian langsung naik ke atas. Dasarnya Athaya yang tidak suka berbasa basi, ia langsung to the point menceritakan perangai suaminya di belakang.

Tidak ingin berbicara tanpa bukti, Athaya mengajak Keysha langsung ke rumah yang ditempati perempuan yang menjadi simpanan Rendra.

Berusaha kuat, Keysha memasuki rumah itu. Ia ingin mendengar langsung dari mulut perempuan itu. Apakah suaminya benar-benar menghianitinya.

Hati Athaya tidak tega melihat perempuan itu. Perempuan itu sedang berbaring sambil menggendong anak dalam dekapannya.

"Maaf, kalian siapa?". Tanya perempuan itu dengan suara parau. Ia sama sekali tidak mengenal orang yang berkunjung ke rumahnya.

"Saya rekan kerjanya Rendra, apakah betul kamu istrinya Rendra. Saya diminta untuk mengantarkan ibu ke rumah sakit". Ucap Keysha tidak sepenuhnya berbohong.

"Iya, saya istrinya mas Rendra". Ucap wanita itu sambil berusaha untuk bangun.

Keysha membantu wanita itu bangun dengan telaten. Melihat itu jiwa Athaya langsung memanas. Ia sudah bersiap siap menyumpahi wanita itu. Namun langkahnya tertahan oleh genggaman tangan Rian. Rian menggelengkan kepala memberi isyarat untuk tidak melakukannya.

"Terima kasih mbak, kalau boleh tahu nama mbak siapa?". Tanyanya.

"Saya Keysha. Kalau mbak sendiri?". Menyodorkan tangannya.

"Rini". Menerima uluran tangan Keysha.

Sebisa mungkin Keysha menahan gemuruh yang memuncak di dalam dadanya, terlebih ketika ia melihat bayi mungil itu, usianya tidak jauh berbeda dengan usia anaknya.

Seperti ucapannya, Keysha membawa perempuan itu ke rumah sakit. setelah itu ia mengantarnya pulang.

Sepanjang perjalanan pulang Keysha melamun. Akankah ini akhir dari pernikahannya. Pernikahan yang selama ini ia jaga. Tanpa bisa dibendung lagi, air matanya keluar. Pertahanannya yang sadari tadi ia jaga akhirnya runtuh juga. Wanita mana yang sanggup menahan beban seperti itu, wanita mana yang sanggup dikhianiti oleh suami yang begitu dipercayanya.

"Sudahlah, jangan habiskan air matamu untuk menangisi bajingan itu". Ucap Athaya ia begitu kesal sekarang.

Tanpa Keysha perhatikan, Athaya menelphone seseorang yang tidak lain adalah Tarra, kakaknya Keysha.

"Kak Tarra, cepatan ke rumah Acha, kita bantai bajingan itu". Ucap Athaya berapi api.

"Maksud kamu apa, At?". Tanya orang yang ada diseberang sana.

"Ntar aku jelaskan disini, kak Tarra cepat kesini". Ucap Athaya.

Di lain tempat, Rendra memasuki kamar Rini sambil menenteng kresek berisi obat dan makanan. Saat membuka pintu kamar, pandangannya tertuju pada bungkusan obat yang berada di atas nangkas.

"Siapa yang membawakan obat". Batin Rendra.

"Mas Rendra sudah kembali, cepat sekali mas". Ucap Rini berusaha bangun dari tempat tidurnya.

Tanpa mempedulikan ucapan Rini, Rendra melontarkan pertanyaan yang membuatnya penasaran. "Siapa yang membawakanmu obat?".

"Loh, bukannya mas yang meminta rekan kerja mas untuk mengantarkan aku ke rumah sakit". Ucap Rini heran.

"Namanya siapa?". Tanya Rendra penasaran.

"Namanya Keysha, dia datang dengan dua orang temannya, laki-laki dan perempuan".

"Shit". Maki Rendra marah. Ia kemudian berlari ke luar meninggalkan Rini yang kebingungan.

Baru satu langkah ia memasukan kakinya ke dalam rumah, sebuah bogeman berhasil mendarat dengan mulus di pipi kananya hingga membuat ia tersungkur ke lantai. Belum sempat ia berdiri bogeman dari yang lain datang dengan beruntun. Sudah jelas sekali siapa pelakunya. Ya, itu tidak lain adalah Athaya dan Tarra.

Tarra marah besar mendengar cerita yang dilakoni Athaya sampai ia beberapa kali menghajar dinding rumah. Memang gila si Tarra.

Sementara itu, Rian dan Keysha yang melihat kebrutalan dua orang itu berusaha melerai mereka. Rian menyuruh Keysha mundur agar tidak terkena bogeman dari salah satu orang yang sedang bermain gulat itu.

Meregangkan otot-ototnya agar rilex. Dengan cepat ia melancarkan pukulan dan tendangan kearah tiga orang itu hingga membuat mereka semua tersungkur.

"Rian, apa yang kau lakukan?". Marah Athaya tidak terima dengan tendangan yang mengenai perutnya.

"Hanya menghentikan orang-orang yang sedang kerasukan". Jawabnya dengan santai.

"Athaya, Tarra sudah cukup menyiksa bajingan itu. Kalau dia sampai mati kalian yang masuk penjara". Ucapnya saat Tarra ingin memukul Rendra lagi.

"Bajingan ini pantas mati".

Saat hendak melayangkan pukulan, gerakannya terhenti karena Keysha memposisikan diri melindungi Rendra.

"Buat apa kamu lindungin bajingan ini". Marah Tarra.

"Cukup kak, jangan kotori tangan kakak dengan darah orang ini". Ucapnya sambil terus menangis.

Orang ini. mendengar kalimat itu, terasa menusuk ke dalam relung hati Rendra. Begitu tak sudinyakah, Keysha menyebut namanya. Apa sekarang namanya begitu menjijikan untuk di sebut.