Kecewa (2)

Meregangkan otot-ototnya agar rilex. Dengan cepat ia melancarkan pukulan dan tendangan kearah tiga orang itu hingga membuat mereka semua tersungkur.

"Rian, apa yang kau lakukan?". Marah Athaya tidak terima dengan tendangan yang mengenai perutnya.

"Hanya menghentikan orang-orang yang sedang kerasukan". Jawabnya dengan santai.

"Athaya, Tarra sudah cukup menyiksa bajingan itu. Kalau dia sampai mati kalian yang masuk penjara". Ucapnya saat Tarra ingin memukul Rendra lagi.

"Bajingan ini pantas mati".

Saat hendak melayangkan pukulan, gerakannya terhenti karena Keysha memposisikan diri melindungi Rendra.

"Buat apa kamu lindungin bajingan ini". Marah Tarra.

"Cukup kak, jangan kotori tangan kakak dengan darah orang ini". Ucapnya sambil terus menangis.

Orang ini. mendengar kalimat itu, terasa menusuk ke dalam relung hati Rendra. Begitu tak sudinyakah, Keysha menyebut namanya. Apa sekarang namanya begitu menjijikan untuk di sebut.

Dari lantai atas terdengar suara tangisan bayi yang begitu keras. Keysha berlari dengan terburu-buru menaiki tangga di susul oleh Athaya. Bayinya telah terbangun, mungkin karena keributan yang ada di ruang tamu.

"Dimana kopermu?". Tanya Athaya. "Aku akan bantu kamu mengemas barang-barangmu". Ucapnya lagi.

Sambil menenangkan Adzkia Keysha menunjuk sudut ruangan dengan isyarat matanya. Mungkin sebaiknya dia harus pergi dari sumber masalah atau setidaknya ia dapat menenangkan diri terlebih dahulu.

Untuk saat ini ia tidak ingin mengambil keputusan. Karena keadaannya tidak memungkinkan dirinya mengambil keputusan. Ia sedang emosi. Jika ia mengambil keputusan sekarang, ia takut suatu saat nanti ia menyesali keputusannya.

Dua perempuan itu turun dengan bawaan masing-masing, Keysha dengan bayinya dan Athaya dengan koper besar di tangannya.

Ketiga pria yang ada disana menoleh secara serempak kea rah mereka. Rupanya mereka telah selesai beradu otot, tetapi ketegangan yang ada disana masih terasa dengan kuat. Dua orang itu, siapa lagi kalau bukan Tarra dan Rendra. Keduanya masih terlihat urat-urat nadinya yang mengeras, rahang mereka begitu kentara menahan emosi. Berbeda dengan orang yang satu itu, ia terlihat lebih tenang dengan kaki yang tersilang.

"Ayo kita pergi". Ajak Tarra ketika dua perempuan itu menghampirinya.

"Tidak, kau tidak boleh pergi tanpa seizinku, kau istriku". Ucap Rendra mencegah kepergian Keysha.

"Ceraikan adikku". Ucap Tarra dengan nada dingin nan kejam.

Mendengar kata cerai yang diucapkan Tarra membuat hati Keysha semakin sedih. Air matanya kembali membasahi pipi mulusnya. Akankah pernikahannya berakhr sampai disini, bagaimana dengan banyinya akankah ia akan hidup tanpa kasih sayang dari ayahnya. Keysha menggelengkan kepala kuat, ia belum siap memikirkan hal itu. Tapi rasa sakit dihatinya begitu menyayat bak luka yang ditaburi garam. Perih.

Udah berapa kali ia bertahan dan bersabar dalam kebohongan yang diciptakan Rendra, tapi kali ini ia tidak bisa menahannya. Ia tidak bisa berbagi kasih dengan perempuan lain. Ia tidak sanggup untuk itu. Ia dapat berbagi apa pun dengan orang lain, tapi tidak dengan cinta suaminya. Memikirkan itu saja Keysha semakin menangis.

Berbagi suami memang bernilai ibadah, bahkan ganjarannya adalah surga. Tapi ia tidak ingin menikmati surga dengan jalan berbagi suami. Ia bisa mencari jalan lain untuk ke surga bukan dengan cara berbagi suami. Untuk yang satu ini ia tidak mampu, lebih baik dia yang pergi, lebih baik dia yang melepaskan.

"Sudahlah Rendra, lebih baik kau biarkan Acha pergi. Kau gunakan kesempatan ini untuk intropeksi diri". Ucap Rian berusaha bijak.

"Aku tidak mengizinkan dia pergi". Kekeh Rendra.

"Kalaupun kamu tidak mengizinkan Acha pergi, aku tetap membawanya". Ucap Tarra dingin.

"Kamu tidak akan mengizinkan Acha pergi setelah kau melukainya. Sungguh bajingan kamu Rendra, bukan sekali ini kamu meyakiti Acha, tapi sudah berulangkali, apa kamu tidak menyadari itu. Perlu aku bantu untuk mengingat apa saja yang telah kamu lakuin ke Acha?, hah?". Ucap Athaya mencengkram kerah baju Rendra.

"Kita tidak perlu membuang waktu disini". Ucap Tarra membawa pergi Keysha diikuti Athaya dan Rian.

Poor Rendra, kau akan kehilangan Keysha untuk selamanya, wanita yang selalu sabar menerima sikap dinginmu. Selamat atas kehilangan bidadarimu dan selamat juga untuk Keysha atas kebebasanmu sekarang. Kau tidak perlu lagi bersusah payah menenangkan sikap dingin suamimu.

Rendra mengamuk sejadinya, ia memecahkan segela apa yang ada di hadapannya. Bahkan ia menendang sofa yang tidak bersalah. Tangannya berdarah, kakinya kesakitan. Siapa yang akan mengobatimu, istrimu Keysha sudah pergi. Oh ya, kau masih punya istri yang lain.

Rendra menatap langit-langit kamarnya. Kamar yang ditepatinya bersama Keysha. Seketika itu memorinya bersama Keysha berputar begitu saja. Bagaimana sikap Keysha yang selalu sabar menghadapi sikap dinginnya, senyumnya yang meluluhkan keras kepalanya, bahkan wajahnya yang merajuk masih terekam jelas dalam memorinya.

"Berdiri kau bajingan". Teriak Fadil memasuki kamar Rendra.

Apalagi sekarang.

Fadil memberikan sebuah tinju tepat di perut Rendra menambah rasa sakit yang sudah di dapati sebelumnya. "Dasar brengsek, beraninya kau menghianiti, Acha. Acha udah gua anggap sebagai adik gua sendiri". Ucap Fadil, kali ini tinjuya berhasil mengenai pipi kiri Rendra membuat darah segar keluar dari hidungnya.

Begitu banyak orang yang membela Keysha. Ah tidak semua orang membela Keysha, apalagi jika kedua orang tuanya tahu tentang pristiwa ini, seratus persen mereka akan membela Keysha. Lantas siapa yang akan membela Rendra.

"Ya, aku memang brengsek, aku memang bajingan. Aku bodoh menyakiti perempuan sebaik Acha, aku memang bodoh Fadil". Ucap Rendra menangis. Ia menyesal atas apa yang dilakukannya. Tapi apa mau dikata nasi telah menjadi bubur. Ia hanya bisa menikmati apa yang telah ia lakukan, itu konsekuensi dari sebuah penghianatan. Kampu pantas menerimanya.

Fadil merasa prihatin dengan kondisi Rendra bagaimana pun Rendra adalah sahabatnya dan Keysha sudah ia anggap adik sendiri. Ia tidak ingin melihat pernikahan mereka hancur sampai disini.

"Apa aku tidak punya kesempatan kedua?". Tanya Rendra terdengar putus asa.

"Apa kau benar-benar mencintai Keysha". Tanya Fadil sekenanya.

"Omongan macam apa itu, tentu aku mencintainya, dia istriku". Marah Rendra. Ia merasa Fadil sedang mengejeknya sekarang.

"Lalu bagaimana dengan perempuan itu?". Tanya Fadil mengorek informai. Ia ingin tahu sebenarnya apa yang terjadi. Cerita sepenuhnya ia belum mendapatkannya. Ia harus menemukan potongan puzzle agar ia tidak menyalahkan siapa-siapa.

"Perempuan itu, aku menyesal menolongnya". Sesal Rendra. "Jika aku tahu, karena menolongnya akan membuat ruah tanggaku hancur aku tidak akan melakukannya, aku tidak akan melakukannya Fadil". Sesal Rendra. Ia sekarang tengah frustasi.

"Menolongnya?". Tanya Fadil penasaran. "Sebenarnya apa yang terjadi?". Batin Fadil.

Rendra kemudian menceritakan kejadian yang sebenarnya bagaimana ia bisa bertemu dengan perempuan itu sampai ia menikahinya.

"Menolongnya bukan berarti menikahinya". Kritik Fadil. Menurutnya tindakan yang dilakukan Rendra adalah tindakan yang sangat bodoh.

"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan pada saat itu, aku hanya berpikir untuk menyelamatkannya dan banyinya". Bela Rendra pada dirinya.

"Tapi tidak dengan menikahinya. Akibat tindakanmu itu, Acha terluka. Terlebih kau tidak pernah memberitahunya. Kau menyembunyikannya dari Acha. Ingat kunci sebuah pernikahan adalah kepercayaan. Kau tidak percaya dengan istrimu sendiri".

"Aku bukannya tidak percaya dengan istriku, tapi aku takut melukai perasaannya".

"Kau takut melukainya, tapi kau melukainya".

Ucapan Fadil membuat Rendra bungkam, ia mengakui kebodohannya, tapi apa yang harus dia lakukan sekarang, bagaimana ia bisa mendapatkan kesempatan kedua dari Keysha. Bagaimana ia bisa menghadapi Tarra, orang tua Keysha bahkan orang tuanya sendiri. Rasanya Rendra ingin mati saja.

"Aku harus bagaimana Fadil?". Ucapnya putus asa.

"Jangan berputus asa. Yang harus kamu lakukan sekarang adalah mengambil kembali kepercayaan dari Acha dan keluarganya. Aku percaya, Acha sangat mencintaimu. Dia pasti akan memaafkanmu". Ucap Fadil memberi semangat.

Ada secercah harapan bagi Rendra, ia segera bangkit bergegas pergi. Ia harus mendapatkan kesempatan kedua dari istrinya.

"Mau kemana?". Tanya Fadil melihat Rendra yang akan pergi.

"Tentu memperjuangkan cintaku". Ucapnya dengan penuh semangat.

"Tenanglah dulu tidak usah terburu-buru. Biarkan Acha menenangkan pikirannya. Apa kamu sanggup menghadapi amukan Tarra lagi. Lebih baik kau bersihkan diri dan mengobati lukamu itu". Ucap Fadil memberi saran.

Apa yang dikatakan Fadil ada benarnya juga, ia tidak mungkin kesana untuk saat ini terlebih dengan penampilannya yang kacau seperti ini.

"Dil, masalah ini jangan beri tahu keluargaku dulu, aku ingin menyelesaikan masalahku sendiri". Ucap Rendra pada Fadil yang mendapati anggukan dari sahabatnya itu.

"Kau memang sahabat terbaikku". Ucap Rendra dengan bangga.

Dengan perasaan yang sudah mulai tenang, Rendra berjalan menuju kamar mandi. Ia harus membersikah dirinya dan mengobati luka hadiah dari kakak ipar dan sahabat Keysha.

Sementara itu di lain tempat di rumahnya Keysha. Kedua orang tuanya tengah dibuat penasaran oleh kedatangan putrinya dengan wajah yang dipenuhi dengan air mata. Sementara putranya terlihat menyeramkan.

"Apa yang terjadi?" Tanya Maryam dengan panic. Baru pertama kali ia melihat putrinya dengan wajah semerah itu, matanya terlihat bengkak. Terlihat jelas ia baru saja selesai menangis.

"Brengsek itu menyakiti, Acha". Ucap Tarra dengan wajah yang begitu dingin. "Jangan biarkan brengsek itu menginjakan kaki di rumah ini atau kakinya akan ku patahkan". Ucapnya lagi dengan begitu kejam.

Sedangkan Keysha kembali menangis, perasaannya benar-benar hancur. Setelah Adzkia berada di gendongan neneknya, ia berlari menuju kamarnya. Ia membutuhkan waktu untuk sendiri. Ia tidak ingin bertemu siapa-siapa.

"Apa yang sebenarnya terjadi?". Tanya Maryam pada Rian. Menurutnya Rianlah orang yang paling tenang disana.

"Mari kita duduk dulu tante, om". Ajak Rian wajahnya masih saja tenang.

Setelah mereka semua duduk, Rian mulai menceritakan apa yang telah terjadi. Mendengar cerita Rian Arsyad menjadi marah, darahnya naik mencapai ubun-ubun.

"Jangan biarkan anak itu menemui putriku, aku tidak akan pernah memaafkan orang yang menyakiti putriku". Ucap Arsyad. Jelaslah sifat pemarah Tarra turun dari siapa kalau bukan dari abinya, ternyata keduanya memang sama perish.

"Aku harus memberitahu Sakha bagaimana kelakuan anaknya itu". Ucap Arsyad mengeluarkan handphone dari saku bajunya.

Tidak ada yang mencegah Arsyad, mencegahnya pun percuma. Dia persis sama dengan anak sulungnya, apa yang ia ingin lakukan harus ia lakukan.

Saat sambungan terhubung, Arsyad langsung memaki Rendra, menyalahkan Sakha yang gagal mendidik anaknya. Ia tidak memberi sedikit pun ruang untuk Sakha berbicara. Setelah puas memaki, Arsyad langsung mematikan handphonenya.

Napasnya terengah engah, ia terlalu marah dengan apa yang terjadi hingga ia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.

"Abi, tenangkan diri dulu". Ucap Maryam yang melihat suaminya kesulitan mengatur napas.

Arsyad jatuh pingsan. Beruntung Tarra sigap menahan tubuh abinya. Dengan bantuan Rian, Tarra membopong tubuh Arsyad menuju mobilnya.

Meninggalkan Keysha mereka pergi ke rumah sakit.

Di rumah sakit, Arsyad langsung ditangani oleh para tenaga medis. Sementara yang lain menunggu dengan cemas.

"Dengan keluarga pak Arsyad?". Tanya seorang dokter, dilihat dari umurnya dokter itu terlihat masih muda.

"Iya pak kami keluarganya". Ucap Tarra mewakili yang lain.

"Bagaimana keadaan suami saya, dok?". Tanya Maryam dengan wajah sedihnya.

"Bisa ikut saya ke ruangan saya, ada yang harus saya jelaskan mengenai kondisi pak Arsyad". Ucap dokter itu.

Maryam dan Tarra mengikuti langkah dokter itu sementara Rian dan Athaya menunggu di depan ruang rawat Arsyad.

"Sebelumnya say ingin bertanya kepada keluarga pak Arsyad. Apakah pak Arsyad pernah mengalami trauma di kepalanya?". Tanya dokter muda itu memulai pembicaraan.

"Ya, suami saya pernah mengalami kecelakaan mobil, tapi itu sudah lama dok". Jawab Maryam.

"Kemungkinan hal itu juga menjadi salah satu pemicu pecahnya pembuluh darah di kepala pak Arsyad. Pak Arsyad juga memiliki riwayat hipertensi yang memperparah keadaannya. Kami telah memberikan obat –obatan seperti obat pereda nyeri, kortikosteroid, antikejang dan beberapa obat untuk mengurangi pembekakan. Selain itu kami telah memasang ventilator untuk membantu pernapasan pak Arsyad." Jelas dokter muda itu.

Mendengar penjelasan yang disampaikan oleh dokter, Maryam tidak kuasa menahan tangisnya. Ia menutup mulutnya agar isyakan tidak terdengar keluar.

"Kami akan memantau perkembangan pak Arsyad. Jika dalam sewaktu waktu dibutuhkan operasi apakah pihak keluarga bersedia?". Tanya dokter itu lagi.

"Lakukan yang terbaik untuk abi saya dok". Ucap Tarra sambil menguatkan erat tangan uminya.

"Kami hanya bisa berusaha sang Penciptalah yang menentukan, lebih baik anda dan keluarga benayak banyak berdoa dan beristigfar".

"Terima kasih, dok". Ucap Tarra sopan. Kemudian ia dan uminya pamit undur diri.

"Umi, apa kata dokter?". Tanya Athaya ketika Tarra dan Maryam menghampirinya.

"Pembuluh di otak abi pecah, At". Ucap Maryam sambil terus menitikan air matanya.

Kilatan kemarahan terpancar dari mata Athaya, jari jarinya memutih menahan amarah menyadari itu Rian menggenggam erat tangannya. berusaha menenangkan. "Bagaimana bisa?". Tanya Rian. Ia ingin tahu apa penyebab pembuluh otak Arsyad sampai pecah.

"Abi memiliki trauma akibat kecelakaan. Ia juga memiliki riwayat penyakit hipertensi, sehingga ketika ia mendapat tekanan pembuluh darahnya pecah".

"Ini gara-gara si brengsek itu". Maki Athaya lagi. Kemarahannya sudah di ujung tanduk. Bukan hanya Keysha yang ia sakiti tapi orang tuanya. Dasar laki-laki tidak tahu diri.

Dihentakkanya tangan Rian hingga terlepas, ia segera berlari keluar menuju mobilnya.

Mendapati dirinya kecolongan Rian langsung berlari mengejar Athaya. Di lobi rumah sakit, Rian berhasil mengejar Athaya, ia memeluknya dari belakang.

"Satu langkah kakimu maju, kamu akan menerima konsekuensinya". Ucap Rian.

Deg.

Suara itu, suara yang dikenal Athaya, itu jiwa lain Rian. Bagaimana bisa ia datang dalam situasi seperti ini. ia tidak yakin apa yang akan terjadi pada dirinya, jika ia melawan. Tapi bukankah Rian mencintainya, dia tidak mungkin menyakiti Athaya.

"Lama tidak berjumpa, apa kau merindukanku?". Ucap Rian yang lain.

"Rion". Ucap Athaya, ia dia merindukan Rian dalam bentuk Rion, baginya Rion adalah orang yang sama dengan dirinya. Rion juga paham akan dirinya.

"Kamu tidak perlu mengotori tanganmu untuk bajingan itu, yang perlu kamu lakukan sekarang adalah menjaga Acha. Aku yakin bajingan itu tidak akan melepaskan Acha dengan mudah".

Benar, iya Keysha. Keysha masih di rumahnya ia tidak tahu dengan kondisi abinya. Terlebih lagi tidak ada orang disana, bisa –bisa bajingan itu menemuinya.

"Kalau begitu temani aku kesana". Ucapnya pada Rian lebih tepatnya pada Rion.

Setelah mengirimi pesan pada Tarra, mereka kemudian langsung menjalankan mobil menuju rumah orang tua Keysha. Ia tidak ingin bajingan itu menemui Keysha.

***

Keysha tidak pernah keluar dari kamarnya sejak kemarin dan Athaya tidak berniat untuk mengganggu. Ia akan memberitahu keadaan Arsyad ketika Keysha mau keluar dari kamarnya.

Untuk sementara waktu Athaya memilih tinggal di rumah orang tua Keysha. Ia ditemani Rian, ketika Rian selesai dari kampus atau pekerjaannya.

Sedang Tarra harus menggantikan posisi abinya memimpin perusahaan. Tinggalah uminya dan istrinya yang bergiliran menjaga abinya. Uminya akan berjaga di pagi hari, istrinya di siang hari sampai malam setelah anak-anaknya pulang sekolah dan ia ketika tidak lembur akan bergantian menjaga. Bagaimana dengan Keysha?, Keysha sudah seminggu mengurung diri di kamar, ia belum siap bertemu dengan siapa pun. Makanan yang ia makanpun hanya yang ada di dalam kulkas. Ia tidak berniat turun ke dapur atau membuka pintu kamarnya.

"Ion, aku khawatir dengan Acha dia tidak pernah keluar dari kamarnya". Ucap Athaya menyajikan jus jambu untuk Rion.

"Sebaiknya kau menemuinya". Jawab Rion memberi saran.

Tanpa membalas ucapan Rion, Athaya naik ke lantai dua menuju kamar Keysha. Baru saja ia akan mengetuk pintu kamar Keysha. Terdengar suara pintu dibuka.

"Cha". Ucap Athaya pada sahabatnya.

"Aku sudah baikan jika kau tanya itu". Ucap Keysha mengerti apa yang akan ditanyakan sahabatnya itu.

"Aku sedikit lapar". Ucapnya menuju dapur.

Mungkin ia akan memberitahu keadaan Arsyad saat Keysha selesai makan.

Athaya memperhatikan Acha yang sedang makan, walaupun ia agak tidak berselera, ia tetap memakan makanannya. Tubuhnya terlihat lebih kurus dari sebelumnya. Ada kantung mata yang begitu kentara dengan bibir yang sedikit pucat.

"Kenapa kau melihatku seperti itu?". Tanya Keysha yang sadari tadi diperhatikan Athaya.

"Nggak ada, kamu kurusan".

Tanpa harus repot menjawab ucapan sahabatnya, Keysha melanjutkan makanannya hingga tandas. Setelah itu ia akan kembali lagi ke kamarnya.

"Cha". Panggil Athaya ketika Keysha melangkah menuju kamarnya.

Keysha menoleh sebagai jawaban. Ia menaikan sebelah alisnya.

"Ada yang ingin aku beritahu soal abi". Ucapnya dengan hati-hati. Bagaimana pun juga Keysha harus tahu. Sebelum ia tahu lebih lambat lagi.

"Ada apa dengan abi?". Tanya Keysha. Ia kembali ke tempat duduknya yang semula.

"Abi di rumah sakit".

Deg

Bagaikan dihantam ribuan beton, ucapan Athaya membuatnya lemas tak bertenaga. Cobaan apalagi ini, belum sembuh luka akibat pengkhianatan suaminya. Kini abinya dirawat di rumah sakit.

"Antar aku kesana". Ucap Keysha setelah berhasil mengendalikan diri.

Athaya mengangguk sebagai jawaban.

"Ion, kita ke rumah sakit sekarang". Ucap Athaya pada Rion. Disampingnya telah berdiri Acha dengan setelan gamis lengkap dengan hijabnya.

Rian kemudian berdiri melangkah menuju mobilnya diikuti dua prempuan berbeda agama.

Perasaan Keysha tanpak gelisah selama perjalanan ke rumah sakit. Setahunya seminggu yang lalu abinya baik-baik saja. Ia juga jarang melihat abinya sakit. Tapi bagaimana beliau bisa masuk rumah sakit, apa karena dirinya. Jika karena dirinya, ia tidak akan bisa memaafkan dirinya.

Keysha berlari menyusuri ruang VIP tempat abinya di rawat. Dengan ditemani dua orang sahabatnya Keysha dengan perasaan campur aduk masuk ke dalam ruangan. Ia melihat abinya sedang berbaring dengan bantuan ventilator.

"Apa yang terjadi dengan abi?". Tanyanya histeris kepada orang yang ada disana.

"Abi koma, Cha. Kamu yang sabar ya". Ucap Athaya menjawab pertanyaan Keysha. Ia tidak kuasa membendung air matanya melihat rasa sakit yang dialami sahabatnya. Belum sembuh luka pertama, kini ia harus merasakan luka yang lain.

"Sejak kapan, kenapa tidak ada yang memberi tahu Acha, apa kalian tidak menganggap keberadaan Acha, hah?". Teriaknya pada seisi ruangan.

"Kenapa tidak ada yang memberitahu Acha, apa Acha tidak berarti dimata kalian, apa.. apa… Acha penyebab abi sperti ini". Histeris Keysha menyalahkan dirinya.

"Abi maafkan Acha". Racaunya ia memeluk tubuh Arsyad sambil terus menangis.

Orang yang melihatnya merasa iba, sungguh malang sekali nasibmu Keysha sudah dikhianati oleh suaminya sendiri sekarang ia mendapati abinya dalam keadaan koma.

"Abi, abi" Racaunya hingga pandangannya mulai menghilang. Keysha jatuh pingsan.