Setelah kejadian saat itu Gilang hanya fokus dalam urusan kerjanya yang sudah terbengkalai beberapa hari ini. “Setelah ini akan ada rapat bareng bu Iva, mengenai kerjasama kita di singapure.” Haris berdiri di samping Gilang dengan tangannya yang memegang gadget tablet menyusun apa saja kegiatan Gilang hari ini.
Gilang mengangguk kemudian menyerahkan berkas kepada Haris setelah dia tandatangani. Haris menerima, “Kapan kita berangkat?” Haris melihat kembali jadwalnya kemudian menatap Gilang. “Setengah jam lagi.” Gilang Nampak berfikir kemudian mengangguk.
“kalau begitu saya minta waktu lima belas menit untuk istirahat bisa?” Haris menimbang bingung. Biasanya Gilang tidak mau istirahat sebelum semua pekerjaannya selesai, bahkan Gilang adalah tipe yang akan melakukan pekerjaan lebih awal. Gilang yang tidak mendapat jawaban menatap Haris yang terlihat bingung. “Tumben.” ujar Haris.
Gilang tidak menjawab dia malah memijat keningnya yang tampak lelah, Haris yang melihat itu paham dan tidak bertanya lagi. “Apa karena cewek yang dijodohin nyokap lo?” Haris kini sudah berubah menjadi sosok sahabat untuk Gilang, Haris duduk dengan menyandarkan tubuhnya di sofa dengan kedua tangannya yang dia rentangkan.
Gilang menoleh, “Lo tau dia gak hubungin gue sama sekali.” Cerita Gilang.
Haris yang melihat itu mengernyitkan dahinya, “Emang kenapa kalau dia gak hubungin lo?” Gilang terdiam, dia menghela nafas dia juga tidak tau mengapa dia begitu kesal. Haris tersenyum, “Jangan bilang lo ada rasa sama tuh cewek?”
“Gila kali gue suka sama bocah ingusan kayak dia.” Gilang bangkit dari kursinya kemudian mengambil jas dan berjalan keluar meninggalkan Haris, “Mau kemana?” Tanya Haris yang ikut menyusul Gilang.
“Ngopi.”
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan terlihat disana mamah Kinan yang jalan masuk kedalam dengan wajah yang terlihat kesal. Gilang dan Haris yang mau baru saja mau keluar harus tertahan, “Siang tante.” Sapa Haris ramah, dan di sambut oleh mamah Kinan.
Tidak lama mamah Kinan langsung melangkah maju mendekati Gilang kemudian menjewer telinga anaknya. Haris yang melihat itu hanya terdiam, "Kamu itu jangan fokus kerja terus dong.." Kinan sungguh kesal melihat sang anak yang hanya bekerja, bekerja dan bekerja, bahkan kesehatannya saja tidak dia pikirkan.
Di sana Gilang terkejut dengan apa yang dilakukan oleh sang mamah. Gilang hanya dapat menghela napas dengan perkataan sang mamah yang membuat kupingnya panas di tambah tangan mamahnya yang menjewer kupingnya.
Gilang mengajak mamahnya untuk duduk dan menyuruh Haris untuk meninggalkannya berdua. Haris yang mengerti pun pamit keluar meninggalkan Gilang. "Mah.. Sudahlah, apalagi sih? Aku juga sudah menyetujui pernikahan konyol ini bukan?" ucap Gilang kesal. Mamahnya benar-benar membuatnya kehabisan kesabaran.
"Gini nih.. Makanya mamah nyuruh kamu cepat untuk menikah, karena kamu itu gak pernah memperhatikan kondisi kesehatan kamu." Kinan bangkit dari duduknya, mengambil tas yang berada di atas meja lalu berdiri untuk meninggalkan ruang kerja Gilang.
Namun sebelum benar-benar pergi sang mamah berucap lagi, "Mamah gak mau tau. Sekarang kamu pergi jemput Gita di tempat kerjanya.. Dan kalau bisa kamu bujuk agar Gita berhenti kerja dan fokus untuk ujian masuk perguruan tinggi." setelah mengucapkan itu Kinan pun pergi meninggalkan Gilang.
"Belum jadi istri aja bikin ribet." Gilang mengambil jasnya yang tergantung di kepala sofa, dan mengambil ponsel tersebut kemudian menekan layar mencari kontak Haris untuk membatalkan semua meetingnya.
"Batalkan semua meeting hari ini. Saya ada urusan!" Gilang memutuskan sambungan telefon tersebut.
Ia melirik jam tangannya, ternyata sudah jam tujuh lewat lima belas menit, dan biasanya Gita masih bekerja di cafe. Sebaiknya dia harus cepat.
.
.
.
.
Dan Gita pun sudah kembali ke rutinitasnya. "Yaampun Git.. kamu pucet banget. Udah sini biar aku yang antar ke meja di depan.. Sebaiknya kamu istirahat dulu." Ayu mengambil alih nampan berisi beberapa hidangan sedangkan Gita sudah tak kuat akhirnya menyerahkan pekerjaannya kepada Ayu.
"Maaf loh yu.. Tapi makasih ya." Ayu tersenyum ramah lalu ia berlalu untuk mengatar makanan tersebut.
Gita mengistirahatkan tubuh gempalnya. Tubuhnya benar-benar lelah, kepalanya sangat sakit dan rasa mual serta sakit di perutnya kian parah. Dia memiliki riwayat sakit maag dimana saat dia kelelahan dan banyak pikiran ini lah yang akan terjadi.
Gita mengambil obat pereda sakit yang ada di tasnya lalu ia meminum obat tersebut, namun sepertinya ini sudah cukup parah, karena obat yang biasa ia minum tak mampu meredakan rasa sakit.
Keringat dingin terus bercucuran di pelipis dan kening Gita, serta terdapat beberapa kerutan di dahi yang menandakan betapa sakit yang Gita rasakan saat ini.
Gita memejamkan matanya berharap rasa sakitnya sedikit hilang. "Ibu.. Sakit." keluhnya, sakit sekali, Gita tak tahan dan detik berikutnya kesadaran Gita perlahan menghilang.
.
.
.
.
.
"Mamah sudah bilang bukan? Ahh... Mamah gak mau tau, pernikahan kalian harus di percepat." Kinan di buat kesal oleh keadaan, entahlah melihat Gita berbaring di sana membuatnya merasa bersalah kepada Lestari-sahabatnya.
"Tenang sayang.."Arsen memcoba menenangkan sang istri, Kinan menghela nafas dan memejamkan matanya.
Gilang kalut, ia berdiri. "Okay. Detik ini juga Gilang akan nikahin Gita, tapi jangan harap setelah menikah aku akan bersikap baik padanya, dan mamah ga boleh urusin kehidupanku dan Gita, karena aku yang akan ngurus dia!" Gilang langsung pergi, dia pergi untuk mencari penghulu dan wali untuk Gita karena kedua orangtua Gita sudah tidak ada, pamannya sudah lama pergi tak ada kabar dan tidak di ketahui keberadaanya.
Kinan tersenyum, "Gimana pah? Akting mamah keren kan?" Arsen membulatkan matanya, jadi istrinya hanya Akting, Astaga dia pikir.. Ahh sudah lah.
Sekitar satu jam kurang Gilang kembali namun tak sendiri ia membawa pak penghulu dan dua orang saksi serta satu orang yang akan menjadi wali.
Gilang membuka pintu kamar inap Gita. Sang mamah dan papahnya berada di dalam menjaga Gita.
"Ok sekarang Gilang sudah bawa penghulu, saksi, dan juga wali buat nikahin nih cewe gendut." ucapnya.
"Langsung saja pak." tambah Gilang, setelah itu ia duduk di samping Gita yang masih berbaring di kasur dengan keadaan tertidur dengan selang infus yang menancap di lengannya.
Pak penghulu memberi beberapa syarat ketentuan serta hal apa saja yang akan di ucapkan oleh Gilang saat ijab. Setelah di kirakan mantap kini pak penghulu menjulurkan tangannya dan di sambut oleh Gilang.
Kinan dan Arsen hanya menatap pernikahan anaknya yang menyedihkan seperti ini, dan apa reaksi Gita saat dia sadar bahwa dia kini sudah menjadi istri sah Gilang.
"Saya nikah dan kawinkan ....dengan mas kawin sebesar 10juta dan sebuah rumah mewah dibayar tunai."
"Saya terima.... Dengan mas kawin tersebut di bayar tunai." ucap Gilang dalam sekali tarikan, Kinan menitihkan air mata gembira sedih dan entahlah apa yang ia rasakan sekarang.
Gembira karena kini anaknya sudah tak lajang lagi, sedih karena bukan ini yang ia harapkan. Kinan sangat berharap hal yang normal untuk pernikahan anaknya seperti pasangan yang lain saat menikah.
Setelah mengucapkan ijab dengan lancar, Gilang mengeluarkan kotak kecil berwarna merah dari dalam sakunya lalu ia membukanya dan mengambil sebuah cincin kawin yang memang sudah ia pesan beberapa hari lalu.
Di sana juga terukir namanya dengan Gita, sangat cantik dan Indah. Gilang mengambil cincin itu dan menyematkan di jari manis Gita. Dalam hati Gilang merasa ada desiran aneh yang menjalar ke organ tubuhnya.
Dia juga memasangkan cincin yang lain di jari manisnya.
Alhamdulillah
Agar tidak syok dan percaya Gilang meminta untuk di abadikan, dan Gilang juga sudah mendaftarkan pernikahannya dalam hukum. Jadi dia sudah sah menjadi suami dari gadis gempal yang tengah terlelap.
.
.
.
Kinan dan Arsen sudah pulang kini hanya terdapat Gilang dan juga Gita dalam satu ruangan. Gilang sedari tadi hanya duduk di kursi yang di sediakan rumah sakit dengan tangannya memegang dagu dan badan yang ia condongkan ke depan agar dia bisa melihat dengan jelas wajah istrinya yang masih kecil namun gendut. Gilang tak henti memandang wajah itu, ternyata Gita memiliki wajah yang cantik kalau di perhatikan lebih jauh.
Bulu mata yang lentik, hidung yang mancung, ya walaupun berbadan gempal, Gita memiliki postur hidung yang mancung. Beda dengan aurornya yang memiliki hidung pas pasan.
Dagu apelnya juga membuat istrinya ini semakin manis, serta pipinya yang seperti bapau membuat Gilang ingin sekali mencubitnya. Tak dia sadari bibirnya menyunggingkan senyum tipis.
Gilang yang merasa kantungnya semakin menjadi akhirnya dia menaiki kasur itu ia berbaring di samping tubuh Gita, ia menyamping dan menghadap Gita, tangannya pun memeluk tubuh Gita, sedangkan tangan satunya ia gunakan sebagai penyangga kepalanya.
"Selamat malam istriku."