9

Iqbal mengambil sesuatu dari saku jaketnya lalu memberikan benda tersebut kepada Gita disebalahnya, Gita menatap benda itu bingung, "Ini apa?" Iqbal membuka kotak itu dihadapan Gita sehingga kini Gita dapat melihat isi dari kotak yang diberikan oleh Iqbal.

"Seharusnya aku mengatakannya saja saat itu, kalau aku suka sama kamu, kalau aku ada rasa sama kamu, aku sayang sama kamu, rasa sayangku bukan lagi sebagai sahabat, aku ingn lebih. Tapi.. Aku takut akan merusak persahabatan kita saat itu jadi.. aku memutuskan untuk diam tentang perasaanku, dan aku juga mau bilang ke kamu…" Iqbal terdiam mengatur nafasnya mencoba menguatkan diri untuk mengucapkan kata ini. Entah apa ini salam perpisahan? dia juga tak tau, tapi jauh dari Gita membuatnya sedih.

"Aku akan kuliah di Bandung, meneruskan cita-cita mu, kamu masih ingat kan kalau kamu suka dengan seorang arsitek?” Gita mengangguk. “ Ya aku lolos di jurusan itu dan aku di terima di perguruan tinggi terkenal di Bandung dengan jurusan yang kamu inginkan..niatnya aku ingin minta izin pada ibu untuk mengkhitbahmu setelah lulus SMA ini."

"Namun, Allah berkata lain. Ternyata kebahagianmu bukan denganku." Sambung Iqbal, Gita terdiam mematung, dia masih tak menyangka bahwa Iqbal juga berniat akan mengkhitbahnhya. Gita hanya memandang Iqbal dengan tatapan yang sulit diartikan

"Iqbal.." akhirnya setelah beberapa menit terdiam Gita pun angkat suara. "Jahat.. Kamu jahat." Itu yang keluar dari mulut Gita. Iqbal terkejut dan cukup sedih saat mendngar Gita berkomentar seperti itu, namun Iqbal hanya mengngguk, dia menerima resiko yang akan di berikan oleh Gita. Dia akan terima semua itu.

"Kenapa? Kenapa harus aku? Kenapa bal?" tangan Gita meraih tangan Iqbal dan menggoyangkannya, Iqbal masih menggenggam kotak tersebut. Gita yang melihat kotak itu meraih isinya dan mengambilnya “maksud kamu?” Tanya Gita yang kini mulai emosi.

“tidak ada kata kenapa, tidak ada alasan untuk tidak mencintaimu. Hatiku yang merasakan itu.”

"tapi Kenapa? Kenapa disaat aku sudah menikah kamu mengatakan ini? Dan sekarang setalah mengatakan itu kamu mau pergi?" gita berucap dengan nada sedikit lebih tinggi, "Kamu jahat...” Gita kesal dengan Iqbal, dia memukul pundak Iqbal, dengan cepat Iqbal menarik tangan Gita dan membawa Gita kedalam pelukannya, dia menahan Gita disana, Iqbal menjatuhkan kepalanya pada pundak Gita, Gita menangis dilam pelukan Iqbal, tak tahu apa yang harus dia lakukan. Mereka berdua hanya terdiam membiarkan emosi menenangkan keadaan.

.

.

Dirumah Gita langsung mengurung dirinya di kamar dan menguncinya dengan rapat, kejadian tadi benar-benar membuatku terpukul, lebih tepatnya kecewa. Disaat ada seorang yang mencintaimu tapi kamu tak dapat bersamanya, namun kamu malah di persatukan dengan lelaki yang sama sekali tidak mencintaimu, bahkan lelaki itu terpaksa melakukan pernikahan ini.

Setelah di antar oleh Iqbal dia langsung masuk kedalam rumah tanpa pamit ke Iqbal, di perjalanan pun Gita tak banyak bicara dia memilih diam dan menatap keluar jendela. Iqbal hanya diam, dia mengerti dan lebih memilih diam. Kalau Gita seperti ini dia tipe orang yang tidak akan banyk bicara dan akan membaik ke esokan harinya. Namun kali ini Iqbal tidak berharap banyak. Iqbal pun meninggalkan rumah Gita.

Tanpa mereka sadari, gilang melihat Gita yang keluar dari mobil Iqbla dengan keadaan sedih dan juga kecewa. Saat Gita masuk kedalam rumah Gilang langsung menutup khordennya, dia tidak keluar kamar karena pekerjaannya yang juga menumpuk. Suara pintu kamar Gita terdengar, saat wanita itu membuka pintu kemudia menutupnya. Tidak mamu terlalu berfikir Gilang kembali melanjutkan pekerjaannya.

Waktu terus berjalan tak terasa hari pun mulai larut, perut Gilang berbunyi, dia memutuskan keluar kamar. Gilang menatap pintu kamar Gita yang masih tertutup, sejak pulang tadi wanita itu tidak keluar kamarnya. Gilang sedikit khawatir dengan keadaan Gita, dia berjalan mendekati kamar Gita, saat ingin mengetuknya Gilang pun membatalkannya dia menarik kembali tangannya yang melayang di ambang pintu.

Sementara Gita yang belum tidur mendengar suara derap langkah kaki melewati kamarnya, dia menatap jam dinding yang sudah menunjukan pukul sepuluh malam, Gita memukul jidatnya lupa. “astaga..mas Gilang.” Gita dengan cepat bangkit dan keluar kamar.

Gita langsung membuka pintu kamarnya dan terkejut saat Gilang berada di ambang pintu, “mas Gilang” Gita menundukan kepalanya, “maaf mas, Gita lupa masak buat makan malam.” gilang terkejut namun dia bisa menetralkannya, untung Gita langsung menunduk sehingga Gita tak bisa melihatnya yang sedikit salah tingkah. Gilang langsung merubah ekspresinya. Gilang mengangkat wajah Gita, kamu nangis?“ Gita dengan cepat menghapus air matanya, “engga mas, tadi kelilipan” dustanya, Gilang tersenyum kecut, kemudian mengangguk. Membiarkan istrinya berbohong padanya.

“mas mau makan apa? Biar Gita buatkan.” Gita berusaha untuk mengalihkan. “kamu bisa buat nasi goring?” Tanya Gilang. Gita mengangkat wajahnya kemudian mengangguk mantap. Gita akan pergi namun Gilang yang masih berada di hadapannya, “maaf mas, Gita mau lewat.” Gilang menggeser tubuhnya memberikan jalan.

Gilang pun membututi Gita kedapur. Dia memperhatikan punggung Gita dari belakang, gita dengan cepat berkutat di dapur. Dia terlihat sibuk menyiapkan bumbu dan memasak. Dia mengambil satu butir telur di kulkas dan juga sosis disana memotong dan mengocok telur itu kemudian mencampurnya jadi satu di wajan besar.

Gilang yang duduk di meja makan memperhatikan Gita yang memasak dengan lihai, dia tak bayak bicara hanya terus memandang istrinya yang memask, bahkan saking asiknya dia tak sadar bahwa kini gita sudah berada di hadapannya dengan nasi goring yang menggiurkan. “mas..” panggil Gita memecahkan lamunan suaminya, Gilang tersadar kemudian mengalihkan pandangannya ke nasi goring. Gita duduk dan memperhatikan Gilang yang mulai makan. “kamu gak makan?” Gita menggeleng. Tak ada percakapan lagi setelah itu. Keadaan sunyi, setelah selesai makan. Gilang memilih untuk langsung pergi ke kamar. Sedangkan gita membereskan piring.

Pagi ini Gita yang sudah rapih pun keluar kamarnya, namun saat membuka pintu dia terkejut saat mendapati Gilang juga keluar kamar dengan mengenakan handuk yang , Gita langsung membuang pandangannya. Sementara Gilang yang melihat tingkah Gita sedikit tersinggung. "Kenapa kamu?"Gita terdiam, namun dia merasa bahwa Gilang mendekat kearahnya., "Emm.. Itu mas Gilang gak pake baju."

"Ya terus.. Kalau aku ga pake baju kenapa? Kita sudah halal bukan?" seketika pipi Gita memerah mendengar kata halal dari mas Gilang.

"Emm.. Mas belum berangkat?" Gita berusaha untuk mengalihkan pembicaraan ini, namun Gilang malah semakin mendekat ke arah Gita, Gilang yang melihat ekspresi Gita malah mendekatkan tubuhnya pada Gita, tangannya dia lingkarkan di pinggang Gita. Gilang melihat Gita yang memejamkan matanya. Gilang tersenyum jail. Dia ingin mengerjai istrinya, Gilang memajukan kepalanya tepat di samping telinga Gita, berbisik disana, “apa kamu mengharapkan sesuatu?.” Gilang memundurkan kepalanya menatap Gita yang kini mulai membuka mata. Gilang tersenyum dan meninggalkan Gita yang mematung disana.