Kini Gita sudah di perbolehkan untuk pulang. Gita sedang merapikan perlengkapannya di bantu oleh tante Kinan. Dalam pikirannya, dia masih tak percaya kalau kini ia telah menikah, "Tante.. " Kinan yang tengah memasukan beberapa baju menoleh kearah Gita sambil berdehem.
"Apa benar aku dan ka Gilang sudah menikah?" ucap Gita, tangannya memegang baju yang akan dia masukkan kedalam koper. Gita masih tak percaya bahwa kini dia benar-benar sudah menikah. Tante Kinan tersenyum lalu mengangguk, "Iya sayang.. Dan mulai sekarang panggil mamah ya.. Jangan tante lagi, ok?" pinta Kinan.
Gita masih terdiam, tante Kinan yang melihatnya ekspresi Gita pun mendekat, di sana Gita melamun dipinggir kasur. Ia duduk di samping Gita dan memeluknya, "Kenapa sayang? Apa kamu tidak suka dengan pernikahan ini?" tanya Kinan dengan, Gita menggelengkan kepala. "Bukan itu, hanya saja.. Apa ini tidak terlalu cepat?"
Tante Kinan mengusap lembut tangan Gita, "Ini adalah permintaan terakhir ibu mu.. Dan aku sudah berjanji." Mendengar bahwa alasannya menikah karena permintaan sang ibu membuat Gita mengerti, gita bingung apa yang harus dia rasakan, sedih atau senang, namun Gita bersyukur bisa bertemu dan kenal dengan tante Kinan serta om Arsen. Mereka sangat baik padanya serta mendiang ibu.
"Lagi pula, tidak baik bukan kalau seorang wanita hanya tinggal di kota Jakarta ini." Gita lagi-lagi hanya bisa membalas dengan anggukan kepala.
"Ya sudah, kita pulang ya.. Semuanya sudah di rapihkan?"
Pintu ruangan terbuka, Gita melihat disana Gilang yang masuk kedalam dengan keadaan yang begitu lelah. Dengan kemeja yang tampak sudah tak rapih terlihat jelas disana, namun tetap terlihat tampan. Tatapan mereka saling bertemu, Gita dengan tatapan takjubnya sedangkan Gilang dengan tatapan jijiknya. Gilang dengan cepat memutuskan pandangan mereka, dia berjalan dan meraih tangan Kinan dan menciumnya. “sudah pulang?” gilang hanya mengangguk saat sang ibu bertanya, sungguh Gilang tidak mood sekarang, ditambah kini dia harus berurusan dengan Gita, yang kini sudah menjadi istrinya.
Ponsel kinan bordering, suaminya menelpon untuk menemaninya rapat bersama beberapa partner kerjanya. “sayang..maaf mamah gak bisa nemenin kamu sampai rumah, papah nyuruh mamah nemenin rapat.” Gita mengangguk tak masalah, Gita juga tak enak pada kinan yang sudah begitu baik padanya.
Setelah kepergian Kinan, suasana kamar menjadi sunyi, Gita bingung apa yang harus dia lakukan saat seperti ini, hanya berdua di satu ruangan. Gilang mentap Gita entah dengan tatapan apa, sedangkan Gita sedari tadi hanya menundukan kepalanya, takut. “cepat bereskan barangmu.” Ucap Gilang, dia berjalan dan duduk di sofa rumah sakit ujung sana. Gita mengangkat wajahnya, melihat punggung Gilang yang berjalan menjauh, dengan cepat Gita pun membereskan barang-barangnya.
Pintu rumah sakit kembali terbuka, Gita dengan cepat menoleh dan mebdapati Iqval yang berdiri dengan senyum lembutnya yang menenangkan hati, Iqbal berjalan mendekati Gita. Dia menggenggam tangan Gita, "Ndut.. Gimana keadaanmu? Aku sengaja datang karena aku dengar kamu bakal keluarkan dari rumah sakit ini." Gita mengangguk, wajah Gita masih tampak begitu pucat membuat Iqbal menangkup wajah sahabatnya, dia sedih karena tidak bisa menjaga Gita. "Iya kata dokter aku sudah boleh pulang." Ucap Gita, sesekali Gita melirik Gilang yang tertidur di sofa dengan menyandarkan tubuhnya, tampak sangat lelah.
"Kamu pulang ke rumah kan?" tanya Iqbal.
"Ya tidak lah, dia akan tinggal di apartemen bersamaku." ujar Gilang di ujung sana dengan kepala yang masih menyandar di kepala sofa dengan mata yang terpejam.
Dan itu berhasil membuat Gita dan Iqbal menoleh,terkejut. Gilang membuka matanya dan duduk tegak menghadap kearah Gita dan juga Iqbal dengan tatapan meremehkan, "Kenapa? Apa salah suami istri tinggal bersama?" Gilang berucap dengan nadi sinisnya tak lupa memberi senyum smirk-nya ke arah Iqbal.
Gita yang merasakan suasana yang tak enak memegang tangan Iqbal saat dia melihat Iqbal mengepalkan tangannya, Iqbal menoleh pada Gita kemudia Iqbal kembali tenang. Di ujung sana Gilang tak mempedulikan Iqbal maupun Gita. “sudah selesai belum?”
“sudah” Gilang bangkit dan berjalan keluar ruangan, Gita dan Iqbal pun menyusulnya dari belakang. Sepangjang lorong Gita hanya melihat punggung Gilang yang berjalan dengan langkah besarnya. Iqbal tak hentinya membantu Gita yang berjalan sedikit tertatih.
Gita dan Gilang sudah di parkiran mobil, Iqbal hanya mengantar Gita sampai di mobil Gilang, karena dia yang membawa motor. “aku pamit. Jaga diri baik-baik.” Iqbal mengusap lembut kepala Gita sayang. “Drama” ucap Gilang yang melihat interaksi dua manusia dihadapannya. Gita masuk kedalam disusul Gilang diujung sana.
.
.
.
.
Gita dan Gilang kini sudah sampai dirumah yang cukup besar. Gilng membawa koper Gita, sedangkan Gita mengekorinya dari belakang. Saat Gilang membuka pintu Gita cukup terpana dengan isi rumah suaminya, sangat besar, luas dan juga merah, semua barang tertata rapih. Beda sekali dengan rumahnya yang pantas disebut kandang kambing. Gilang terus menggeret koper Gita menuju lantai dua, kemudian masuk kesebuah kamar. Gita lagi-lagi terpana akan interior kamar ini, tidak besar dan tidak terlalu kecil. "Ini kamar kamu." Mendengar itu membuat Gita menatap Gilang bingung, Gilang yang mengetahui itu langsung mengklarifikasinya "Kita tidur di kamar terpisah." sambungnya lagi.
Setelah mengucapkan itu Gilang meninggalkan Gita sendiri. Gita terduduk di kasur, dia menghela nafas, sungguh dia tak menyangka nasibnya akan seperti ini. Menikah dengan seorang yang tak mencintainya. Dia tahu bahwa ini bukanlah pernikahan yang dia inginkan, bahkan tidak ada kata cinta diantara mereka, tapi pernikahannya benar-benar diluar ekspetasinya. Tak terasa Bulir hangat itu mengalir dengan senangnya dari ujung mata Gita. Dengan cepat Gita menghapusnya, ayolah Git, kamu itu hanya wanita gendut dan jelek yang beruntung karena ada seorang pangeran tampan yang mau menikah denganmu.. Walau hanya terpaksa.
Tak mau larut, Gita pun berjalan dan segera merapikan pakaiannya dan menaruhnya di lemari. Dia harus kuat menjalani kehidupan barunya. Gita mengitari kamar barunya, suasannya sangat tenang, kamar yang didominasi warna putih membuatnya lebih tenang dari sebelumnya, disana ada jendela yang akan memperlihakannya dengan pemandangan diluar sana. Gita berjanji akan belajar mencintai suaminya dan membuat keluarga kecilnya penuh dengan kasih sayang dan juga cinta yang tulus, dia juga akan belajar menjadi istri yang shaleh untuk suaminya.
Gita mengistirahatkan tubuhnya. Semoga besok akan lebih baik dari hari ini. Harapnya. Pagi ini Gita dengan semangat baru menyiapkan sarapan pagi untuk sang suami, buakan makanan berat, hanya roti panggang dan juga segelas susu hangat setelah itu dia berjalan menuju kamar suaminya yang berada tepat didepan kamarnya. Gita mengetuk pintu itu namun taka da jawaban, Gita memberanikan diri untuk masuk kedalam, dia melihat kamar suaminya yang sangat rapih serta harum peppermint yang memenuhi ruangan membuatnya betah.
Gita berjalan menghampiri lemari, “ngapain kamu?” Gita terkejut sehingga baju yang dia ambil pun terjatuh, Gita memungutnya dan menoleh kesumber suara, namun dengan cepat dia menutup matanya saat dia mendapati suaminya yang bertelanjang dada. “asstagfirullah”
“kamu piker saya setan?”
“maaf mas, Gita tidak bermaksud, saya hanya mau menyiapkan seragam mas.” Gilang tidk menjawab, dia berjalan mendekati Gita kemudian dengan cepat merebut pakaian yang ada di tangan Gita, “besok gak perlu nyiapin semua ini, saya bisa melakukan sendiri” Gita masih menunduk dia tak bermaksud, dia hanya ingin menjalankan tugasnya sebagai istri, “maaf mas.” Gita pun pergi dari kamar Gilang. Melihat tingkah Gita seulas senyum terpampang jelas diwajah Gilang, sekilas, hanya sekilas.