Ambigu

Seminggu berlalu setelah pemakaman Ibu. Sungai yang mengalir di antara kedua pipi Angga tak kunjung mengering, setiap kali menatap setiap sudut rumah hanya wajah Ibu yang terlintas, dan bayangan itu lagi-lagi menyulut emosi, membuat hati Angga benar-benar terluka dengan perpisahan yang semuanya serba tiba-tiba.

“Apa sebenarnya misi Ibu dan Bapak hidup.” Hati Angga bergumam hebat. Sesekali mengutuk-ngutuk dirinya sendiri sebagai anak yang tidak tahu diri, anak yang tidak pernah berbakti. Rasanya belum sempat dia membalas pengorbanan kedua orang tuanya. “Lalu untuk apa aku di ciptakan jika untuk membalas budi saja aku tak di beri kesempatan.” Hatinya berteriak. Hujan masih terus turun, kadang pelan, dan kadang deras hingga menciptakan kubangan air di halaman hingga di jalan-jalan.