Hujan diperkirakan akan datang mengguyur Kerajaan Ethernichius akibat cuaca pagi ini yang tampak tak bersahabat. Awan hitam menggumpal tampak mendominasi langit dan menyembunyikan sang mentari dibaliknya, menghalangi sinarnya untuk menghangatkan bumi dari dinginnya udara pagi. Dinginnya bahkan mampu membuat Dyeza menggigil karena hanya memakai jubah berbahan tipis.
“Huft, dingin sekali!” Dyeza memeluk dirinya sendiri agar mendapat kehangatan walaupun hanya sedikit. Matanya menatap jauh ke pemandangan di luar jendela kamarnya yang menampakkan taman istana yang penuh akan bunga dan tumbuhan unik lainnya.
Lamunan Dyeza langsung terbuyar ketika sepasang tangan melingkar di pinggangnya lalu kemudian memeluknya erat. Membawa tubuhnya ke dekapan seseorang yang menghantarkan perasaan hangat di tubuhnya.
“Kau kedinginan, amour?”
Suara serak-serak basah itu terdengar menyapu halus telinga Dyeza hingga membuat gadis itu bergidik geli karena bibir lelaki di belakangnya yang menempel di telinganya. Dyeza dapat dengan mudah mengenali kalau yang di belakangnya ini adalah seorang lelaki akibat wangi maskulin bercampur husk yang menguar di belakangnya.
“Hm, se-sedikit.” Lirih Dyeza pelan seraya menggerakan badannya agar lepas dari pelukan Dreynan. Ya, lelaki yang membuatnya geli namun juga nyaman ini adalah Dreynan.
Kata Yezra beberapa waktu yang lalu, Dreynan merupakan kakak tertua atau pangeran pertama. Lalu kemudian diikuti oleh Eyden, Zarel, Asrein, dan yang terakhir Yezra. Ia sungguh tidak menyangka kalau Yezra yang pemikirannya dewasa itu ternyata merupakan pangeran bungsu. Ia pikir Asrein-lah pangeran bungsunya jikalau mengingat sifat kekanakan lelaki itu.
“Apa kau masih kedinginan, amour?”
Bibir Dyeza terbuka hendak berbicara, namun harus terkatup kembali saat Dreynan tiba-tiba menggosok-gosokkan kedua tangannya lalu kemudian menempelkannya di kedua pipi Dyeza. Membuat kehangatan langsung menerpa pipi gadis itu hingga membuatnya mematung saat mendapati perilaku manis dari Dreynan.
“Sebaiknya jendelanya ditutup!” ucap Dreynan diiringi jendela kamar Dyeza yang langsung menutup dengan sendirinya. Lagi, Dyeza sama sekali tidak heran melihat hal itu.
“Suhunya sudah tidak terlalu dingin sekarang. Seharusnya kau tutup sedari tadi!” tutur Dreynan lembut sembari membelai lembut rambut Dyeza.
Dyeza hanya tersenyum kecil sekaligus mulai merasa risi karena sedari tadi Dreynan masih belum juga melepaskan pelukannya.
“Hm, Drey. Bisakah kau melepas pelukanmu ini? Aku—“
“Kenapa, amour? Kau tidak suka jika aku peluk, huh?” Potong Dreynan dengan menunjukkan raut wajahnya yang kini tampak tersinggung. Lelaki itu melepas pelukannya dan membalik badan Dyeza secara paksa agar menghadapai ke arahnya.
“Bu-bukan seperti itu. Ak-aku---“
“Diam! Bilang saja kalau kau memang tidak suka dekat-dekat denganku kan? Benar seperti itu kan?” Geram Dreynan dengan rahang yang mengetat dan matanya yang kian menajam.
Kepala Dyeza menggeleng hendak membantah presepsi Dreynan. Namun Dreynan tak mau mengerti dan langsung beranjak pergi setelah sempat menendang pintu kamar Dyeza hingga menyebabkan suara benturan yang keras.
Duakk!!
Dyeza spontan berjengkit kaget dengan hati tak percaya kalau lelaki yang tadinya lembut dan romantis itu tiba-tiba berubah menjadi sangat marah hanya karena masalah yang cukup sepele.
“Kau harus terbiasa dengan sifat Dreynan yang itu. Dia memang temperamental!”
Dyeza langsung menoleh ke sumber suara yang ternyata berasal dari sesosok lelaki yang tengah berdiri di sudut kamar. Seringaian yang terpatri di wajah lelaki itu entah kenapa selalu berhasil membuat Dyeza mengernyit ketakutan.
“H-hrym?”
Hrym tersenyum miring.”Ah, rupanya tuan puteri sudah mengenal dengan baik nama dan wajah saya.”
“M-mau apa kau kesini?” tanya Dyeza sedikit beringsut mundur dan mengambil vas bunga di atas meja.
Melihat sikap defense dari Dyeza membuat Hrym kontan tergelak, “Tenanglah, tuan puteri. Saya bukanlah orang jahat, saya ini adik iparmu, tuan puteri.”
Mata Dyeza menyipit penuh waspada. Walaupun Hrym adalah saudara tiri para pangeran, entah kenapa hatinya merasakan bahwa Hrym adalah lelaki berbahaya dan kebaikannya hanyalah kamuflase belaka.
“Tapi terserah tuan puteri mau menilai saya bagaimana. Saya kesini hanya menawarkan diri jika ada sesuatu yang ingin tuan puteri ketahui, saya akan membantu menjawabnya.”
“Aku tidak butuh penjelasan apapun!” jawab Dyeza cepat karena ia mulai merasa tidak nyaman berada satu ruangan dengan seorang lelaki yang bagi dirinya masih cukup asing.
Menghendikkan bahunya, Hrym berkata santai. “Ya sudah kalau begitu. Kau bisa pergi ke kamarku jika ingin mendapatkan sebuah jawaban. Apapun itu.” Hrym menekankan nada bicaranya pada kalimat terakhir.
Tanpa menunggu balasan dari Dyeza, Hrym sudah lebih dahulu menghilang dalam sekejap. Meninggalkan Dyeza yang hanya termangu menatap kepergiannya.
••••••
Jangan takut! Kami tidak akan menyakitimu!
Jangan menyentuhku dengan tangan kotormu itu!
Kau harus mendengar penjelasan kami terlebih dahulu!
Ti-tidak! Jangan mendekat!
Jangan keras kepala! Kami melakukan semua itu karena kau adalah istri kami!
Tidak! Aku benci kalian! Kalian telah memb--aaargh
"Aaargh!"
Suara jeritan seorang perempuan yang terbaring di atas peraduan menggelegar memenuhi seisi kamar. Kamar ini kedap suara, jadi tidak ada yang bisa mendengar apapun yang terjadi dari dalam.
Dadanya bergerak naik-turun, senada dengan deru napasnya yang tak beraturan. Manik matanya bergerak ke segala penjuru kamar dengan sorot ketakutan yang kentara sekali.
Brakk!!
Pintu utama kamar terbuka dengan kasar, dan di balik pintu muncul Yezra yang berjalan cepat ke arah Dyeza lantas segera memeluk gadis itu. Ia sangat khawatir ketika telinganya menangkap suara jeritan istrinya dari dalam kamar. Indera pendengarannya sangat tajam, bahkan ia dapat mendengar suara nyamuk yang berjarak lebih dari 25 km dari posisinya. Jadi kamar kedap suara ini tidak berarti apa-apa baginya.
"Jangan takut! Aku ada disini." Ucap Yezra seraya membelai lembut rambut Dyeza guna menenangkan gadis yang tengah ketakutan ini. Aroma mawar yang menguar dari rambut Dyeza hampir saja membuatnya hilang kendali. Apalagi baju tanpa kerah yang dipakai oleh Dyeza membuat leher jenjangnya yang berwarna seputih susu itu terlihat jelas.
Tangan Dyeza mengerat pada jubah yang dikenakan oleh Yezra. Kepalanya ia sandarkan ke dada tegap milik Yezra dan menenggelamkannya. Kenapa akhir-akhir ini ia selalu bermimpi aneh seperti itu?
"Aku takut."
Yezra menangkup wajah Dyeza agar melihatnya, "Kau tidak perlu takut. Aku akan selalu melindungimu!" Tangannya menyeka air mata yang mengalir deras di pipi Dyeza, "Jadi jangan menangis!"
Dyeza mengerjapkan matanya beberapa kali. Berusaha memastikan bahwa apa yang dilihatnya sekarang bukanlah hanya ilusi semata. Mata Yezra berwarna merah kembali seperti kemarin, tapi anehnya kian bertambah pekat daripada sebelumnya.
"Yezra, matamu?"
Napas Yezra tercekat. Sejenak ia merutuki dirinya yang tak mampu membuat mata sialan ini untuk tidak muncul di depan Dyeza. Ia menarik napas dalam-dalam dan memejamkan matanya, berusaha mengembalikan matanya seperti semula. Tapi aroma tubuh Dyeza yang memabukkan berhasil membuatnya gagal untuk menghilangkan mata merahnya.
"Tolong jelaskan padaku!" Dyeza sedikit menjaga jarak dari Yezra, "Aku bingung." jujur mata merah pekat Yezra berhasil membuatnya sedikit ketakutan.
Yezra beranjak dari peraduan dan berdiri tepat dihadapan Dyeza. "Maaf, aku harus segera pergi!"
Belum sempat Dyeza mencegah, Yezra telah hilang terlebih dahulu. Matanya mulai berair, apa Yezra benar-benar tidak ingin menjelaskan sesuatu tentang matanya? Tapi kenapa?
Kepala Dyeza menyender di tiang peraduan dengan badan yang lesu. Pikirannya benar-benar pusing memikirkan lelaki yang satu itu.
Kau bisa pergi ke kamarku jika ingin mendapatkan sebuah jawaban. Apapun itu!
Ucapan Hrym tadi pagi terlintas di benaknya. Pikirannya berkecamuk antara menemui Hrym atau tidak. Tapi jika ia tidak menemuinya, maka ia akan dihantui oleh rasa penasaran yang ada dihatinya.
••••••
"Apa kau memang tak bisa mengendalikannya?" tanya Raja Varlsyien seraya menatap salah satu puteranya yang sedang duduk berhadapan dengannya.
Sekarang ia dan Yezra tengah berada di ruang pertemuan keluarga. Ia tadi sedang berkeliling, dan mendapati Yezra yang tengah melamun sendirian disini. Ia mendekatinya dan Yezra sudah menceritakan semuanya tentang apa yang terjadi.
Yezra hanya menggelengkan kepalanya untuk menjawab. Matanya menatap lurus ke arah cangkir teh yang sudah dingin karena belum ia minum sedari tadi.
"Bagaimana keadaannya?"
"Baik." jawab Yezra singkat.
Helaan napas keluar dari bibir Raja Varlsyien. Puteranya memang tidak pernah berubah, tetap dingin dan ketus terhadapnya. "Kau harus bersabar! Itu sudah menjadi takdirmu!"
Yezra menatap sinis ayahnya, manik matanya sudah berubah menjadi semakin merah sekarang. "Takdir?" wajahnya melengos dan berdecih, "Ini bukan takdirku! Karena dirimulah aku menjadi makhluk aneh seperti ini!"
Raja Varlsyien menatap sedih sang putera, "Kenapa kau tidak pernah bisa memaafkanku, nak?"
Yezra menggebrak meja dan langsung berdiri dari duduknya. Mata merahnya kian bertambah pekat seiring dengan amarahnya yang mulai berkobar. "BAGAIMANA MUNGKIN AKU MEMAAFKANMU JIKA KAU SAJA TELAH MENGHANCURKAN HIDUPKU! SEMUA INI MEMANG SALAHMU! KALAU SAJA KAU MELAWAN OBSESI GILAMU ITU, PASTI AKU TIDAK AKAN MENJADI SEPERTI INI!!" teriaknya dengan emosi menggebu-gebu.
Kemudian dengan cepat Yezra berjalan meninggalkan ayahnya hingga perlahan tubuhnya menghilang di balik pintu.
Menyisakan Raja Varlsyien yang hanya bisa menatap nanar putra bungsunya tersebut.
Di lain sisi,
"Jadi mau apa kau kesini?" ucap Hrym dengan seringaian yang masih menghiasi wajahnya. Hm, sepertinya lelaki ini memang memiliki hobi menyeringai.
Tadi Hrym berniat akan berendam air hangat di kolam pemandian miliknya, tapi terhenti ketika suara penjaga mengabarkan kalau gadis yang ia temui tadi pagi ingin menemuinya.
"Aku ingin bertanya satu hal padamu!" Dyeza tak berani menatap Hrym yang sedang berdiri tak jauh darinya.
Sebelah alis Hrym terangkat, "Katakan!" Matanya tak beralih sedikitpun dari gadis yang ia tahu sedang gemetaran di depannya ini. Apa wajahnya mengerikan? Ia rasa tidak!
Dyeza menarik napasnya sebelum berkata "Apa kau tahu sesuatu tentang mata merah Yezra?"
Hrym terkekeh kecil, "Jadi dia belum memberitahumu?" tanyanya dan mendapat gelengan kepala dari Dyeza, "Mudah saja! Di dalam tubuhnya mengalir dua darah yang berbeda!"
Kening Dyeza berkerut, "Maksudnya?"
"Dia bukan hanya seorang penyihir," Hrym menggantungkan kalimatnya dan tersenyum miring. Menyenangkan sekali jika bisa membeberkan rahasia orang lain.
"Tapi juga seorang vampire."