13

Catra duduk di sebuah dipan kayu, memegangi perutnya yang dibebat. Pandangannya terhujam ke sebuah baskom tanah liat berisi cairan hitam mengilat di lantai. Ekspresinya begitu datar. Tak ada tanda-tanda kalau tubuhnya sedang dihinggapi rasa sakit. Sungguh keajaiban dirinya bisa hidup. Lukanya dangkal dan tak mengenai organ vital. Barangkali, sesuai kepercayaan Daru, rompi kulit itu memang ada gunanya.

Napas Catra tertahan ketika sebaris asap hitam muncul dari cairan itu. Akhirnya, setelah disuruh berdiam di salah satu markas Nagrasala selama berhari-hari, yang ditunggunya datang juga.

Asap itu semakin banyak, menggumpal dan memadat, sebelum akhirnya membentuk sosok manusia. Lebih tepatnya, menjadi seperti bayangan hitam sosok manusia yang tak sempurna.

Catra segera bersimpuh di hadapan bayangan itu, menahan air matanya. “Maafkan saya, Yang Mulia Nagra. Saya siap menerima hukuman apa pun atas kegagalan saya.”