Meski tubuh mereka begitu letih, perjalanan dilanjutkan malam itu juga. Ada kemungkinan sisa anggota Nagrasala masih berkeliaran. Bisa juga anggota pasukan Suket Seta sudah mencium huru-hara itu dan mulai memeriksanya. Risikonya terlalu besar untuk berdiam di tempat.
Dengan bantuan lentera minyak di dalam kereta kuda, Manur membebat luka di lengan kiri Daru dengan begitu tekun.
“Kau benar-benar tak merasakan sesuatu yang salah pada tubuhmu?” tanya Manur.
“Sudah kubilang, Selaq itu tak punya racun atau apa pun yang berbahaya di mulutnya. Gigitannya sama saja seperti gigitan biasa, tapi lebih kuat daripada gigitan manusia.” Daru sedikit meringis kesakitan saat Manur menyelesaikan bebatannya.
“Begitu, ya… Ah, sekarang giliranku,” gumam Manur, untuk kesekian kalinya menyeka cairan bening dari matanya, kemudian berbalik dan mulai melepaskan bebatan darurat di tubuhnya.