50

Daru menempati kursi di ruang tengah rumah empu Paser, menikmati hangatnya cahaya matahari sore yang masuk lewat lubang-lubang udara dan jendela. Beberapa hari terakhir adalah saat-saat yang menguras fisik dan mental. Maka, dirinya dan Manur menyambut baik usul empu Paser untuk beristirahat total. Daru bahkan baru bangun dari tidur siang yang kedua kali.

“Siang.” Manur berjalan dengan rambut luar biasa berantakan, menguap begitu lebar tanpa menutupi mulutnya, membawa nampan berisi tiga gelas bambu yang menguarkan bau rempah-rempah.

“Sore.” Daru tersenyum hangat. Dilayani seorang ningrat? Sebuah kesempatan yang sangat langka.

“Kamu masih suka ini, kan?” Manur menaruh wedang uwuh yang dibawanya ke hadapan Daru.

Daru mengangguk pelan. “Terimakasih.”

“Berapa kalipun kau memohon, aku tidak akan melakukannya. Sudah kubilang, aku mau libur selama tiga bulan,” tegas empu Paser yang berada di luar.