57

Awu buru-buru bangkit dari tubuh Galih, mematung sejenak, sebelum memekik, “Maafkan aku! Maafkan aku! Karena kebodohanku ini kita celaka…”

Galih segera berdiri seraya membantu Awu bangkit. “Sembunyi.”

Awu menoleh ke belakang, melongo sejenak karena melihat beberapa pengejar berkuda yang mulai mendekat, kemudian lari menuju pepohonan di pinggir jalan. Namun, tak lama ia kembali lagi, mendatangi kereta kuda yang mulai dilahap api dari lentera yang pecah, demi menyeret kantung berisi zirah.

“Eeh! Api! Api!” Awu segera menginjak-nginjak api kecil yang mulai membakar kantung tersebut, lantas kembali bersembunyi.

Galih memusatkan perhatian kepada salah satu pengejar terdepan, sekaligus memaksimalkan ajian dalam tubuhnya, membuat matanya menyalakan cahaya ungu kebiru-biruan yang lebih terang dari sebelum-sebelumnya, kontras dengan cahaya api yang makin membesar di belakangnya