78

Raja memasuki kamarnya, mengendap agar tak membangunkan Asrita. Dibantu cahaya remang dari sentir di sudut, ia melepaskan pakaiannya, menanggalkan segala atribut yang menunjukkan dirinya adalah pemimpin negeri ini, menggantinya dengan celana gombrang kain yang jauh lebih nyaman, jenis pakaian yang biasa digunakan rakyat biasa.

Dia pun duduk di pinggiran dipan. Tangannya mengusap lembut rambut Asrita yang tertidur pulas. Alih-alih ikut berbaring, dia justru menggeleng-gelengkan kepala, menghela napas panjang. Tak berapa lama, dia bisa merasakan sentuhan lembut nan hangat di punggungnya.

“Ada apa, suamiku?” tanya Asrita pelan.

“Ah, maaf aku membangunkanmu. Aku juga minta maaf karena waktu kita berdua menjadi semakin minim. Kau tahu, tetek bengek itu menyita waktuku…”