“Sampai sekarang, kami tak menemukan empu Paser di kota Srempeng Kulon,” lapor bayangan hitam yang muncul dari baskom tanah liat di hadapan raja.
Raja yang mengusap wajahnya. “Itu karena dia sudah pergi meninggalkan Narekta. Aku tak bisa merasakannya lagi.”
“Maafkan kami, Yang Mulia. Ada lagi yang bisa kami bantu?”
“Cukup. Selanjutnya kembali ke tugas utamamu. Rakyat semakin panik. Sebagai anggota Suket Seta, kau harus menenangkan mereka, sebelum terjadi sesuatu yang tak diinginkan.”
Bayangan itu membungkuk. “Baik, Yang Mulia. Saya pamit dulu.”
Sedetik kemudian, bayangan itu lenyap, menyisakan baskom berisi cairan hitam mengilat. Raja memerhatikan pantulan wajahnya di cairan tersebut. Napasnya memberat. Otot-otot wajahnya menengang. Puncaknya, ia menendang baskom kuat-kuat. Benda dari tanah liat itupun menghantam tembok dan pecah, menyebarkan cairan hitam ke lantai.
“Ada apa, Yang Mulia!?” Suara Asrita terdengar dari luar.