WebNovelOrphex22.50%

Chapter 8: Kerusakan, Serangan Terkuat, dan Pengikut

Hoctum membuka jubahnya dan melepaskan perban yang membalut sekujur tangan kanannya. Dia mengecek busur panahnya dan juga memeriksa berapa anak panah yang dimiliki olehnya.

“Lambang sihir di tangan. Dia sama uniknya sepertiku ternyata. Lambang garis hitam seperti layaknya gelang dan memiliki jarak yang berbeda-beda antar garisnya. Jangan-jangan, garis itu seperti tahapan seberapa kuat sihir yang akan digunakannya. Sebaiknya, aku lihat saja terlebih dahulu.” gumam Orph dengan tersenyu setelah melihat lambang sihir yang ada di tangan Orph.

Orph menyilangkan kedua tangannya di dada dan menatap Hoctum dengan tajam. “Bagaimana? Apa kau sudah siap? Aku akan mulai kalau kau sudah siap.”

Hoctum melakukan sedikit peregangan pada leher dan tangannya, kemudian menyelampangkan tas anak panahnya dan menyiagakan tangan kanannya di dekat kumpulan anak panah itu.

“Aku sudah siap,” ucap Hoctum dengan tegasnya.

“Baiklah kalau begitu. Kau sudah bisa mulai menyerangnya, Bahamuth.” ucap Orph dengan tersenyum, menunjuk Hoctum dengan telunjuk tangan kanannya.

“Grooooarr!”

Auman Bahamuth menggetarkan tanah dan menerpa dedaunan pohon yang ada di sekitarnya. Namun, hal itu sama sekali tidak membuat Hoctum bergeming. Bahamuth membuka mulutnya, sehingga kumpulan mana yang tersebar di udara mulai berkumpul dengan warnanya yang hitam pekat.

Hoctum menarik sebuah anak panah, bersiap untuk melesatkan anak panahnya pada Bahamuth. Dia mengarahkan anak panahnya ke area leher Bahamuth yang sedang mendongak ke atas.

“Aku Hoctum, meminta bantuan pada kau wahai Dewa Jardzach. Baluti anak panah ini dengan angin yang berhembus di sekitarku, Panah Pemecah Badai!”

Anak panah Hoctum melesat sangat cepat dan kuat membelah angin yang berada dalam jalur lesatannya. Anak panah itu tepat mengenai leher Bahamuth, sehingga mana di sekitar mulutnya menghilang dan menyatu kembali dengan udara.

“Meskipun anak panahnya tidak menembus leher Bahamuth, tapi serangannya berhasil menggetarkan lehernya. Membuat konsentrasi mana pada mulut Bahamuth menjadi berantakan karena perubahan posisi mulutnya. Cerdas memang, tapi kalau hanya dengan itu, masih terlalu dini untuk mengalahkan naga ini.” gumam Orph yang terus memperhatikan pertarungan itu dengan saksama.

Bahamuth menghempaskan kedua sayapnya dengan kencang ke arah Hoctum, sehingga ayunan kedua sayapnya yang besar itu menghempaskan Hoctum jauh ke belakang. Namun, Hoctum dapat tetap mendarat dengan posisi berdiri. Dia pun langsung menyiapkan kembali anak panahnya untuk menyerang balik Bahamuth, tapi belum sempat panahnya tertambat pada busur panahnya, Bahamuth sudah terbang menerjang ke arahnya sehingga dia pun menghindar.

“Aku harus menghindar sambil menyerang agar bisa mengalahkannya. Tapi, kalau tidak berpijak saat melesatkan panah, kekuatannya jadi berkurang jauh. Mau bagaimana lagi, tidak ada cara lain selain itu.” gumam Hoctum yang mulai terdesak.

Setiap kali Hoctum menghindar dari terjangan Bahamuth, dia selalu melesatkan anak panahnya yang sudah dibaluti dengan sihir. Namun, serangannya tak ada satupun yang berhasil menembus kulit Bahamuth yang keras.

Melihat pertarungan yang kurang seimbang itu, membuat Orph lama-lama bosan melihatnya. Lehernya selalu mengikuti ke mana Hoctum melompat dan menghindar, hingga tanpa dia sadari, lehernya mulai pegal.

“Aku ingin sekali bilang padanya untuk segera menyerah saja, tapi kalau begitu aku sama saja telah menyurutkan semangatnya yang berapi-api itu.” ucap Orph dengan lesunya sambil memijat-mijat bagian belakang lehernya.

Ariesta yang berdiri agak jauh di belakang Oprh pun berjalan menghampirinya dan berdiri tepat di sampingnya. “Daripada menyurutkan semangatnya, kenapa tidak kau coba berikan dia motivasi? Berikan saja saran untuk mengalahkan Bahamuth seperti yang sudah kau lakukan.”

Mendengar saran Ariesta, Orph pun menatapnya balik dengan tatapan serius. Namun, setelah itu dia kembali tertunduk lesu dan menghela napasnya.

“Aku saja mengalahkannya dengan terus mengeluarkan sihir tingkat tinggi sampai dia tidak bisa melawan lagi. Jadi, aku rasa … elf itu tidak bisa menggunakan sihir seperti yang aku miliki.”

Pertarungan antara Hoctum dengan Bahamuth terus berlangsung. Pertarungan itu membuat hutan menjadi porak poranda dan pohon-pohon yang ada di dalamnya tumbang. Menyadari hal itu, Orph pun mengambil langkah untuk menghentikan pertarungan yang hanya akan merusak wilayah di sekitarnya ini.

“Bahamuth, kembali.”

Bahamuth yang sedang terbang menerjang Orph pun berhenti, dan terbang kembali kepada Orph. Hoctum yang sudah kelelahan menggenggam kuat busur panahnya, seakan kesal dengan tindakan yang dilakukan oleh Orph yang tiba-tiba saja menghentikan pertarungannya. Dia pun menghampiri Orph dan berdiri beberapa meter di depan Bahamuth.

“Apa maksudnya ini? Kenapa kau menghentikannya?” tanya Hoctum dengan kesalnya.

Orph menunjuk ke daerah sekitar pertarungan Hoctum dan Bahamuth, membuat Hoctum pun ikut melihat ke arah yang dituju oleh tangan Orph.

“Lihatlah kerusakan yang telah kalian berdua lakukan. Setahuku, Elf adalah makhluk yang sangat dekat dengan alam dan sangat mencintainya. Kalau kau terus melakukan hal ini, kau hanya akan merusak sesuatu yang kau cintai.” ucap Orph dengan tatapan tajamnya.

Mendengar hal itu, Hoctum terlihat semakin kesal. Namun, kali ini di sangat kesal dengan dirinya sendiri. Hanya karena dendam, dia sampai merusak alam sampai menjadi seperti yang dia lihat saat ini. Dirinya pun hanya bisa tertunduk dan menggertakkan giginya, terus menahan rasa kesal yang bergejolak.

“Begini saja, Hoctum, mantan kepala suku Elf Maxima. Aku tawarkan sesuatu yang mungkin akan membuka matamu lebar-lebar.”

Hoctum menegakkan kepalanya dan menatap balik Orph yang sedang menatapnya dengan tajam. Keduanya saling bertatapan mengutarakan maksudnya masing-masing. Hoctum dengan tekad balas dendamnya, sementara Orph dengan mood-nya yang sudah mulai hilang.

“Aku mendengarkan,” ucap Hoctum dengan seriusnya.

“Lambang sihir yang ada di tanganmu itu adalah lambang sihir tingkatan. Aku belum tahu bagaimana cara kerjanya, tapi yang kutahu, kau belum mengeluarkan serangan terkuatmu. Jadi, aku akan biarkan Bahamuth hanya diam saja menerima serangan terkuatmu. Kalau dia bisa bertahan dari serangannya, maka kau kalah. Tapi, kalau seranganmu berhasil merobohkannya, dendammu akan terbalas dan aku tidak akan manaruh dendam padamu karena sudah mengalahkan nagaku. Bagaimana?”

Orph tersenyum begitu selesai menawarkan tawarannya kepada Hoctum. Sementara Hoctum yang sudah tenang, kembali memuncak emosinya.

“Apa maksudmu? Kau meremehkanku, hah?!” teriak Hoctum dengan penuh amarah.

Orph pun menghilangkan senyumannya dan menyilangkan kedua tangannya di dada. “Bahamuth adalah naga terkuat, bahkan diibaratkan sebagai raja dari segala naga yang ada di Aculla. Serangan, kecepatan, kekuatan dan kecerdasannya berada jauh di atas rata-rata naga pada umumnya. Apa kau pikir, kau yang sekarang bisa mengalahkannya?”

Adrenalin Hoctum tersentak. Genggaman kuat tangannya pada busur panah, dia kendurkan seakan terpaksa harus menerima perkataan Orph yang memang benar adanya. Namun, karena sudah sampai sejauh ini, tidak ada salah baginya untuk menerima tawaran Orph.

“Baiklah, aku akan terima tawaranmu. Tapi, aku tambahkan satu syarat di dalamnya. Jika aku kalah atau menang nantinya, izinkan aku menjadi pengikutmu. Alasannya, kalau aku kalah artinya aku harus banyak melatih diri. Karena kau adalah pemilik Bahamuth sekarang, jelas aku harus tetap berada di dekatmu sampai dendamku terbalas. Sedangkan kalau aku menang, anggap saja sebagai balas budi karena sudah mempermudah balas dendamku ini.”

Kini, giliran adrenalin Orph yang tersentak. Dia terkejut mendengar persyaratan tambahan yang diminta oleh Hoctum itu. Menang atau kalau, artinya Orph harus terus berurusan dengan dengannya. Karena tidak mau semakin repot karena sudah membawa wanita lemah yang tidak bisa apa-apa bersamanya, menambah elf yang menyimpan dendam jelas akan membuat hari-harinya tenangnya akan sirna.

“Heh? Apa kau yakin? Menjadi pengikut seorang penyihir itu banya kerugiannya.” ucap Orph agak panik, mencoba mengurungkan niat Hoctum itu.

“Aku tahu akan hal itu. Kalau kau mati, aku juga akan mati. Kurasa hal itu setimpal dengan alasan yang aku berikan padamu tadi. Kalau kau mati, maka mahkluk itu juga akan mati. Dengan begitu, seluruh warga desaku bisa hidup dengan tenang di alam nirwana. Selain itu, umurku sekarang sudah 345 tahun. Tidak ada hal lain lagi yang bisa kucari di dunia ini.”

Mendengar hal itu, Orph dan Ariesta sama-sama terkejut.

“Ti—ti—tiga ratus empat puluh lima tahun?!” teriak Ariesta saking terkejutnya.

“Bukankah, kau seharusnya sudah masuk ke dalam ketegori ‘tua’ untuk seorang Elf?” tanya Orph dengan sedikit gemetar karena masih terkejut.

“Karena terlahir dengan lambang sihir unik ini, tubuhku pun sedikit berbeda dengan Elf lain. Tubuhku menua sepuluh kali lebih lambat daripada Elf yang lain. Itu sebabnya aku baru menjadi kepala suku di usia dua ratus tahun, lima puluh tahun lebih lambat dari yang seharusnya.” jawab Hoctum dengan santainya.

“Itu sih bukan sedikit lagi namanya,” gumam Orph dan Ariesta bersamaan.

“Kalau itu maumu, aku terima. Tapi, aku hanyalah seorang pengelana biasa yang sedang mengelilingi Aculla. Jangan salahkan aku kalau kau akan bosan,” ucap Orph dengan memalingkan wajahnya.

Hoctum sedikit tertawa karena perkataan Orph. “Aku ragu kalau perjalanannya akan membosankan,” ucapnya dengan tersenyum.

Orph pun mempersilahkan Hoctum untuk menyerang Bahamuth dengan serangan terkuatnya. Dia dan Ariesta mundur menjauhi keduanya, menghindari dampak yang akan terjadi akibat serangan Hoctum.

Hoctum mengambil satu anak panahnya dan mengaitkannya pada busur, kemudian membidik Bahamuth tepat di dadanya. Dia menarik napas pelan dan menghembuskannya perlahan berulang-ulang untuk membuat dirinya fokus.

“Aku Hoctum, dengan tangan kanan ini aku aktifkan seluruh kekuatan yang ada di dalamnya. Berikanlah izinmu, wahai Dewa Worza, pemberi senjata mematikan ini.”

Pandangan Orph dan Ariesta membalalak melihat ke arah lambang sihir yang ada di tangan Hoctum. Garis-garis yang melingkari tangan Hoctum, mulai bersinar dari garis yang berada di area telapak tangannya. Hingga pada akhirnya, semua garis hitam lambang sihir di tangannya mengeluarkan cahaya.

“Aku Hoctum, meminta bantuan pada kau wahai Dewa Jordzach. Baluti anak panah ini dengan angin yang berhembus di sekitarku, Panah Pemecah Badai!”

Panah yang melesat dari busur panah Hoctum menyebabkan ledakan angin di sekitarnya, menciptakan hempasan angin yang sangat kuat. Dengan cepat, Orph berdiri di depan Ariesta untuk melindunginya dari dampak hempasan angin serangan Hoctum.

Serangan Hoctum tepat mengenai dada kiri Bahamuth. Namun, karena debu yang ada di sekitar keduanya beterbangan, Hoctum tidak bisa melihat dengan jelas apakah serangannya berhasil membuat Bahamuth roboh atau tidak. Tapi, dia bisa mendengar dengan jelas suara Bahamuth yang terdengar seperti meronta kesakitan.

Hoctum hanya bisa menunggu hasilnya dengan duduk bersimpuh di tanah karena tidak sanggup lagi berdiri karena kelelahan. Serangannya tadi, menguras stamina yang dimiliki olehnya.

“Aku Orph, meminta bantuan pada kau wahai Dewa Jordzach. Angin Pemecah Kabut.”

Dengan sihir yang dikeluarkan Orph itu, debu tebal yang beterbangan di sekitar ketiganya perlahan mulai hilang diterpa oleh angin yang diarahkan oleh tongkat sihir Orph.

Adrenalin Hoctum pun tersentak. Dia seakan tidak percaya setelah melihat Bahamuth masih berdiri kokoh tanpa sedikitpun bergeser dari tempatnya berdiri. Bahkan dada kirinya juga terlihat baik-baik saja tanpa terluka sedikitpun. Setelah melihatnya, dia membungkuk menatap ke tanah dan tertawa cukup keras.

“Kembalilah, Bahamuth.”

Begitu sudah membuat Bahamuth kembali, Orph dan Ariesta berjalan menghampiri Hoctum. Dia agak khawatir melihat Hoctum yang tertawa seperti orang yang sudah kehilangan kewarasannya.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Ariesta.

“Aku Orph, dengan tangan ini sebagai perantara. Aku meminta bantuanmu wahai Dewi Arsyill, sembuhkanlah.”

Sihir penyembuhan yang keluar dari tangan Orph, perlahan menyembuhkan luka-luka kecil yang ada di sekujur Hoctum akibat pertarungannya dengan Bahamuth tadi. Setelah dirasa cukup, Orph menjulurkan tangannya untuk membantu Hoctum berdiri. Tangan Orph pun digenggam kuat oleh Hoctum yang kemudian dapat berdiri karena bantuannya.

“Aku masih lemah. Artinya, aku harus melatih diriku dan menantang Bahamuth itu kembali. Dan juga, aku resmi jadi pengikutmu.” ucap Hoctum dengan tersenyum.

“Eh? Aku lupa dengan hal ini. Tapi, aku juga tidak bisa mengelak lagi. Lihat senyumannya. Terlihat sekali dia masih kesal karena serangannya tidak berdampak apapun pada Bahamuth.” gumam Orph sambil memegang dagunya.

“Aku tanya sekali lagi, apa kau yakin?” tanya Orph.

Tanpa menjawab pertanyan Orph, Hoctum langsung menjulurkan tangan kanannya, mengajak Orph untuk berjabat tangan dan memulai sihir pengikat.

“Baiklah, baiklah. Tapi, kalau sewaktu-waktu kau ingin lepas dari belenggu sihir pengikat, katakan padaku. Aku pasti akan melepaskannya dengan suka rela,” ucap Orph dengan sedikit tersenyum, meskipun terlihat agak terpaksa.

Keduanya pun saling berjabat tangan dan menatap dengan serius satu sama lain. Sementara Ariesta berdiri tepat di samping tangan keduanya yang sedang berjabat tangan. Kemudian, Orph mengangkat tongkat sihirnya dengan tangan kiri, dan mengarahkannya ke atas tangannya dan Hoctum.

“Aku Orph, dengan ini aku menyatakan bahwa, Fevernica Hoctum Maxima akan menjadi pengikutku sampai napasku berhenti berhembus. Berikanlah izin kalian, wahai Dewa-Dewi penguasa alam.”

Dari tongkat sihir Orph, keluar aura berwarna hitam yang kemudian menyelimuti tangannya dan Hoctum. Di tangan Orph, sebuah guratan sihir tergambar melingkari area di bawah telapak tangannya. Sementara di bagian belakang telapak tangan Hoctum tergambar guratan sihir berbentuk lingkaran, yang kemudian menjalar menyelimuti jari telunjuk tangan kanannya. Dengan begitu, Orph resmi memiliki seorang pengikut dengan tanda yang ada di tangannya dan Hoctum lah yang menjadi pengikut pertamanya.

Bersambung.