Aku berguling-guling sambil makan cemilan yang sempat ku beli dari alfamart disebrang jalan, menikmatinya di ranjang Ali karena tak tau harus apa dikesendirian ini. Ngubungin Ero tapi dianya ngga ngangkat karena sekarang belum jam istirahatnya.
Mau ngubungin Selina tapi kayaknya lagi mesum sama si Dave. Ehhh, enggak-enggak. Maaf saudara, Selina itu cewek baik-baik ya. Dia pacarannya kudus dan diberkati...eakk.
Maksud aku, kalo ngubungin Selina sekarang ada kemungkinan dia lagi sibuk sama Dave atau orangtuanya.
Mau nonton tv, tapi gatau mau nonton siaran apa, lagipula di kontrakan aku juga jarang nonton tv, soalnya lebih enak nonton oppa-oppa drakor.
Aduh jadi ingat D.O oppa dan kawan-kawan.
Kalo nelpon Ali, kira-kira dia marah ngga ya? Takutnya lagi sibuk sama selingkuhan ehhh maksudnya pekerjaan. Tapi ini penting banget lagi. Gimana ya?
Aku kemudian dengan beberapa pertimbangan memutuskan menelpon Ali.
"Halo Pril" sapanya dari sebrang sana dengan suara bas seksi yang bikin telinga segar.
Suaranya ini kayak obat menghilangkan rasa kantuk dan bosan wahai saudara.
"Prill" tegur nya
"Eh iya, Li aku nggak ganggu kan?"
"Enggak, kenapa?"
"Aku bosen nih disini" sendiri tanpa kamu
"Terus maunya gimana?"
Ya kesini kek.
"Ya ngga gimana-gimana, tapi aku mau minjem laptop kamu"
"Buat?"
"Nonton"
"Kan ada tv"
"Nggak ada drakornya"
"Drakor?"
"Iya, drama korea"
"Oh, itu.. Di laptop aku juga nggak ada drakornya"
"Ya kan bisa di download"
"Oh, yaudah, pake aja, aku letak di tas yang diatas kursi sama modemnya juga"
"Oke. Makasih"
"Iya, yaudah, aku lanjut kerja dulu"
"Iya, semangat" sayang
Aku segera mengeluarkan laptop Ali dan modemnya, membawanya ke tempat tidur untuk menemani kesepian ku.
"Mau nonton apa ya?" gumamku sendiri.
Setelah download aplikasi drakornya, aku kemudian memilih satu drama yaitu 100 Days With Prince, dramanya suamiku-Do Kyungsoo di alam mimpi. (sekalian promosiin dramanya suami)
Aku hanyut dalam drama tersebut hingga tidak sadar waktu sudah menunjukkan jam 5 sore, dan aku masih menyelesaikan 5 episode saja.
Aku membuka pintu ketika ada yang mengetuk pintu dari luar dan terkejut melihat Ali yang datang bersama dua pria tampan.
"Emh bentar ya" ujarku kepada teman-teman Ali, aku menarik Ali masuk kemudian menutup pintu.
"Astaga Pril, kok berantakan gini?" tanya Ali terkejut melihat sampah makanan berserak diatas matrasnya.
"Kamu sih ngga bilang mau datang sama temen-temen kamu. Aku kan ngga ada persiapan"
"Persiapan apaan, ini kamu aja ngga mandi dari pagi" ujarnya.
Aku meneliti bajuku yang masih sama dengan tadi pagi. Ya abis gimana, namanya juga libur ya wajarlah malas mandi.
Aku merapikan segala yang berserak diatas tempat tidur sedangkan Ali memasukkan bungkus cemilan ku ke sebuah kantong plastik dan mengikatnya dengan rapi.
"Maaf" kataku pada Ali.
Ali menoyor kepalaku menjauh ketika aku menunjukkan wajah sok imut-imut "Udah, sana mandi. Bawa baju sama handuknya ke kamar mandi"
"Iya, tapi aku salam temen-temen kamu dulu. Kan ngga sopan kalau aku langsung mandi gitu aja" aku mengedipkan sebelah mata padanya dengan senyum menggoda.
"Dasar genit" cibirnya. Aku tetap melangsungkan niatku membuka pintu untuk mempersilahkan teman-teman Ali masuk.
"Maaf ya lama, soalnya agak berantakan" ujarku menunjukkan senyum semanis mungkin.
"Iya, gapapa, kita ngerti" kata si tampan 1.
"Aku Prilly" ujarku mengulurkan tangan.
Si tampan 1 balas mengulurkan tangan "Daniel, temennya Ali"
"Nama panjangnya buka Danielllaa kan?" godaku. Ia tertawa ganteng.
"Bukan"
Si tampan 2 kemudian juga mengulurkan tangan "Aku Jodi"
"Yahh, kupikir kamu mau bilang aku jodohmu"
"Gausah bercanda deh Pril" tegur Ali.
"Hehehe...oh yaudah masuk"
"Genit banget sih" bisik Ali kepadaku. Terdengar dari suaranya bahwa ia agak kesal.
Aku kemudian berjinjit dan balas membisiki telingannya "Aku sayang kamu" godaku membuatnya tersenyum.
"Maaf ya, aku permisi mau mandi, takutnya kalian ngga nyaman menghirup bau bangke"
Setelah kepergianku ke kamar mandi, kudengar suara tawa yang cukup riuh di depan. Karena asrama ini tidak terlalu besar, jadi pembicaraan mereka diruang tamu bisa terdengar di kamar mandi.
"Pacar Li?"
"Bukan. Calon istri"
"Wahhh, aku ngga nyangka Kamu dapatnya yang gitu"
Maksudnya apaan tuh
"Secarakan kamu itu kalo sama cewek ngga banyak bicara, dapetnya malah yang bawel gitu. Pasti deh dia buat kamu lebih berwarna"
Apa bener ya Ali ngga banyak bicara sama cewek? Kok sama aku ngga gitu ya?
"Karena aku nyamannya sama dia, udah kenal lama juga. Aku cuma bisa nunjukin sisi lain aku sama dia"
"Masa sih?"
"Kalo ngga percaya tanya aja sama dia. Dia nggak akan percaya kalo kalian ceritain aku cuek sama cewek"
"Apaan? Ngomong sama cewek aja kamu kayak anti gitu"
"Iya, tapi sama dia beda"
***
Malam ini aku bersama tiga pria ganteng akan makan malam diluar karena di asrama Ali ngga punya peralatan masak, dia cuma punya piring, gelas, sendok dan mangkok kecil. Terus tadi itu, teman-temannya Ali pengen sekalian beli beberapa kemeja untuk besok ada pernikahan temen kuliah gitu katanya, jadi ya kami sekalian keluar aja.
"Jadi besok pulangnya?"
Aku menatap Ali ketika ia melirikku sekilas karena harus fokus menyetir "Iya, jadi"
"Jam berapa?"
"Sorean gitu"
"Aku ngga bisa nganter"
"Siapa juga yang mau dianter sama kamu" desisku untuk membuatnya tidak merasa bersalah.
Kudengar suara tawa dari kursi belakang dimana Jodi dan Daniel duduk.
"Biasanya cewek itu penuh dengan kode, Li" kata Jodi
"Awas aja kalo kami sampe denger kabar putus karena kamu ngga mau nganterin Prilly" tambah Daniel mencoba menyindirku.
Aku mengusap lengan Ali lembut "Aku ngga papa berangkat sendiri, ngga usah dengerin omongan mereka"
"Beneran, nggak apa-apa sendiri?" tanyanya
"Iya, nggak papa. Biasanya juga SENDIRI" desisku menekan kata Sendiri. Toh memang benarkan kalau selama ini aku terbiasa sendiri.
Lagi-lagi teman-teman Ali tertawa dibelakang. Aku tidak menghiraukan mereka yang tertawa mengejekku.
"Kamu nggak marah kan?"
"Ya ampun, enggak Ali. Kan aku udah bilang sama kamu, jangan terlalu mikirin pendekatan kalau memang kamu sibuk. Aku bakal ngertiin tuntutan tugas kamu"
"Uhhh so sweet" goda dua mahluk gaib dibelakang lagi dan lagi. Aku juga lagi lagi tidak menghiraukan mereka.
Setelah kami sampai di pusat perbelanjaan, aku segera keluar dari mobil bersama tiga cogan.
Ali segera menggenggam tanganku ketika kami akan masuk.
Aku tersenyum kecil sambil melirik Ali, mengeratkan genggaman tangan kami. Kami berjalan mengikuti dua curut yang akan berbelanja kemeja dan pakaian untuk pesta pernikahan itu.