9

"Kamu kan cewek nih Pril, menurut kamu ini bagus nggak?" Jodi nanya ke aku sambil nunjukin sebuah kemeja.

"Nggak, lebih bagus ini" tunjukku pada kemeja lain yang ada didekatnya.

"Serius?" tanyanya meyakinkan.

Aku memandang Ali "Iya kan Li?" Ali mengangguk singkat.

"Jangan tanya ceweknya, nanti cowoknya marah" sindir Daniel melirik Ali.

"Yaudah-yaudah, sebagai temen yang pengertian, aku ngga nanya lagi. Udah sana kalian keliling berduaan aja" usir Jodi pengertian sekaligus sarkastis.

Ali segera menarik tanganku keluar dari toko pakaian pria itu. Aku tersenyum ketika ia memelankan langkahnya untuk menyamai langkahku.

"Kamu mau beli apa?" tanyanya, mengeratkan tautan jemari kami.

"Ngga ada"

"Kalau mau beli sesuatu bilang aja" ujarnya.

Aku menaikan sebelah alisku sambil memandangnya, juga mengulurkan telunjukku tepat didepan wajahnya "Aku ngga mau nerima apapun dari kamu secara cuma-cuma. Kecuali itu hari spesial" tegas ku.

Dia tersenyum kecil "Iya-iya, aku ngerti" ujarnya singkat.

Aku menggelayut manja di lengannya yang berotot sambil sesekali melirik ke arahnya "Oh iya, nanti aku tidur gimana dong?"

"Di asrama" jawabnya singkat.

"Loh, kamu sepemikiran sama aku untuk buat kita ketangkep kumpul kebo terus aku sama kamu di nikahin cepet cepet gitu?"

Ali menatapku heran sambil menggelengkan kepalanya, ia menunjuk keningku dengan jari telunjuknya sambil menghela nafas kasar "Aku mau tau isi pikiran kamu apa aja sih Pril?" desisnya.

Aku mengerjapkan mata beberapa kali "Selain uang sih, yang ada dipikiran aku itu liat roti sobeknya kamu"

Ali mengusap wajahnya kasar "Aku bingung kenapa dulu bang Yael mau sama kamu?"

Aku mengernyit sejenak kemudian mendecih sinis "Aku lebih bingung kenapa kamu mau sama mantannya abang kamu" Ia tertawa singkat menanggapi ucapan ku.

⭐⭐⭐

Pagi ini ketika Ali mengetuk pintu asrama, aku tidak berulah seperti semalam yang repot repot berdandan dan berparfum biar tampak tetep cantik di depan Ali.

Karena perkataan Ali semalam

"Kamu ngga perlu lakuin itu tau ngga. Toh, nanti juga kalau kita nikah aku bakal tau baik buruknya kamu", aku jadi lebih percaya diri untuk tampil apa adanya didepan dia.

"Nih makan dulu, nanti di lanjutin lagi ibadahnya"

Aku terkekeh kecil mendengar Ali mengucapkan nanti di lanjutin lagi ibadahnya "Apaan sih?" desisku

"Ya itu, kamu kan senyum-senyum. Kata orang kan senyum itu ibadah" ujarnya membela diri.

Aku hanya menggelengkan kepala singkat kemudian membuka bungkus nasi yang berisi nasi goreng yang menggugah selera. Namun, saat ingin menyantapnya sesegera mungkin, ada tangan yang nahan aku.

Tangan siapa lagi kalau bukan Ali. Aku menatapnya bingung sembari mengangkat sebelah alisku seolah bertanya 'apaan'.

"Biasain ya sayang, nyiapin nasi aku dulu. Nanti kalo mama liat kamu gini, dia ngga bakal restuin kamu jadi menantunya" katanya.

Aku membelalak menatapnya "Ihhh, kamu apaan sih"

"Ya aku cuma ngingetin" alibinya.

"Aahh, kamu bikin aku jadi keliatan buruk" protesku kemudian memberikan nasi yang hampir ku santap tadi padanya lalu membuka yang baru dan menaruhnya di piring.

Ali terkekeh kemudian mengacak rambutku gemas "Kamu yang terbaik buat aku. Aku bilang gini supaya kamu juga jadi yang terbaik di depan mama"

Aku meneguk ludah kasar karena merasa tersentuh dengan ucapan Ali "Maaf" ucapku menatapnya lekat.

"Ngga usah ngerasa bersalah. Ayo makan"

⭐⭐⭐

Setelah selesai sarapan, aku hanya tiduran sambil memainkan ponselku, sedangkan Ali duduk tak jauh dariku sambil menghitung benda kesukaanku, yaitu uang.....hahaha..apalagi yang warna pink-pink getohhh.

"Li?"

"Hm"

"Kamu nanti berangkat jam berapa?"

"Setengah dua belas" jawabnya singkat kemudian kembali fokus menghitung uang.

"Oh ya, Jodi sama Daniel itu kerjanya apa?"

Ali menatapku singkat "Engineer kapal"

"Wah keren, terus mereka lagi libur gitu?"

"Bentar Pril, aku ngga fokus ngitung uangnya, takut salah"

Aku kemudian mengangguk dan diam seperti permintaan Ali karena tidak ingin mengganggunya. Namun karena teringat sesuatu tentang kepulanganku nanti, aku kembali berbicara.

"Oh ya Li, Nanti kamu bisakan anterin aku ke terminal bus?"

"Hm"

"Tapi sebelum itu, nanti anterin aku beli roti dulu ya. Soalnya si Selina kalo ngga dibawain oleh-oleh pasti ngambek, terus ngga mau lagi ma----"

Aku mengerjapkan mata beberapa kali dengan gugup, bahkan salivaku tak dapat melewati tenggorokanku karena rasa terkejut. Aku menyentuh bibirku yang baru saja di kecup singkat oleh Ali.

"Ciuman pertama?" goda Ali karena melihat keterdiamanku.

"Ahh, Ali" aku seketika memukul dadanya berulang kali setelah sadar dari keterkejutanku "Pokoknya kamu harus tanggung jawab udah nyium aku"

"Nikahin kamu?"

Aku seketika gelagapan karena tak tau harus jawab apa. Kalo aku jawab iya, nanti dia kegeeran lagi ngira aku yang pengen cepet-cepet nikah sama dia. Tapi kalo jawab enggak, ya nggak mungkinlah padahal aku mau.

"Ah pokoknya tanggung jawab" tuntutku.

"Iya, tiga bulan kedepan kita bakalan resmi" ujarnya.

"Apaan sih" desisku menghindari candaannya. Takut baper.

"Aku tadi lagi ngitung uang sayang, takut salah sedikit aja, tapi kamu malah ngajak aku ngomong terus, jadi ya akhirnya gitu cara buat kamu diem"

"Maaf" ujarku menyadari kesalahan karena membuat Ali sulit berkonsentrasi menyelesaikan tugasnya.

Dia menggenggam tanganku "Aku yang minta maaf karena udah lancang" katanya sungguh-sungguh. Aku mengangguk singkat.

Ali duduk di ranjang yang sama dengan tempat aku berbaring, ia menyenderkan tubuhnya di dinding

"Sebenarnya aku mau ngomong sesuatu sama kamu"

"Ngomong apaan?"

"Kalo kamu mau, aku bener-bener mau nikahin kamu dalam waktu dekat ini"

"HAHH? APA?" lagi-lagi aku terkejut. Kayaknya Ali ini ahli membuat orang sakit jantung.

"Aku serius mau nikahin kamu"

"Aku ngga hamil Li, ngapain buru-buru" protesku.

"Siapa yang bilang kamu hamil? Orang ngelakuin aja belum." kekehnya kemudian kembali serius "Tapi dalam waktu empat bulan ke depan, aku bakalan lanjut studi di Semarang kalau lulus dua tes terakhir"

"ALI"

"Apaan?"

"Ngga lucu ah becandanya"

"Aku ngga lagi bercanda. Aku bilang ini dari sekarang supaya kamu ngga terkejut"

Ngga terkejut katanya? Jadi sekarang ini aku lagi apa namanya? Kaget?

Ah...kaget sama terkejutkan ngga ada bedanya.

"Atau kamu mau nunggu aku selama 1 tahun 3 bulan?" ia memberikan pilihan.

"Pilihannya ngga ada yang lebih berat lagi?" ketusku.

"Atau kamu bisa cari cogan yang lain" godanya.

Aku memukul dadanya beberapa kali kemudian mendekapnya erat "Aku udah mantepin hati di kamu tau. Aku ngga mau lagi nyari cogan yang lain"

Ia terkekeh sambil membalas pelukanku "Aku juga ngga akan lepasin kamu lagi setelah menunggu selama ini" bisiknya "Jadi apa pilihan kamu?"