Ali menutup kembali Tupperware yang berisi brownies buatanku setelah makan hampir setengah isinya.
"Kok nggak dihabisin?" tanyaku sambil mengangkat alis.
Ia tersenyum miring "Gak sanggup lagi, browniesnya kemanisan, ditambah lagi makannya sambil liatin kamu. Takut diabetes"
Aku berusaha kuat menahan senyuman malu-maluin ini. Sumpah, susah banget rasanya ngontrol mimik muka aku untuk nggak terpengaruh dengan gombalan receh Ali. Sayangnya gombalan receh itu mampu membuat jantungku berdebar-debar mau copot. Jiaaahh alayyy
"Apaan sih, receh banget" Cetus ku tak tahu malu. Padahal mau lagi haha.
"Receh begitu juga bikin pipi kamu merah"
"Apaan, nggak ada ya" hindarku malu, hal itu malah makin membuat pipiku memanas.
"Laper nggak?" tanyanya sambil memainkan ponselnya.
"Kalau lapar kenapa?" tanyaku padanya.
"Biar kita keluar"
"Aku sih ngga laper tapi nggak papa deh keluar. Yuk, aku pengen tau di Pekanbaru ada apa aja"
"Aelah, kayak nggak pernah ke Pekanbaru aja" ledeknya.
"Ya kan jarang, kalau kamu kan selalu disini pasti udah tahu semua wilayah"
"Ya udah yuk aku ajak keliling"
☀☀☀
Setelah mengunci pintu asrama, Ali kemudian berjalan ke arah mobil hitam kilat miliknya yang masih kredit. Jiahhh, sok tau amat ya. Engga-engga, aku ngga tau itu masih kredit atau sudah lunas atau bahkan punya orang.
"Mobilnya bagus. Udah lunas atau masih kredit?" tanyaku terus terang tanpa basa-basi dan tanpa tahu malu.
Ali terkekeh geli mendengar pertanyaanku sambil menyetir, ah, biarin ajalah kalau dia mikir aku cewek matre. Aku kan harus mastiin kalau doi nggak punya banyak hutang sebelum ngeresmiin aku.
"Udah lunas. Tenang aja"
"Enggak, aku cuma bercanda kok" padahal nanyanya serius banget tadi.
Ali tetap fokus menyetir meski ia terkekeh. Aku sesekali meliriknya dan melihat ke arah jalan.
"Kita nonton ya Li"
"Nonton apa?"
"Film horor"
"Berani?"
"Iya. Kan aku penyuka film horor"
"Aku enggak pula tuh" ujar Ali
"Terus, kamu sukanya apa? Romantis, action atau misteri?"
"Kamu. Aku suka-Nya kamu"
Siallllllll.
Dia bisa banget sih buat aku mati kutu. Jangan-jangan dia sebenarnya punya kamus khusus yang isinya ajaran-ajaran untuk menaklukkan wanita dari kakek buyutnya. Mungkin itu juga yang bikin aku kemaren sampe jadian sama Yael. Aduhhhh, kok jadi inget mantan sih.
Jadi ngga yakin kalau dia jomblo.
"Ali, kamu beneran jomblo ngga sih?" tanyaku.
Tampak, ia mengernyit setelah mendengar pertanyaanku "Kenapa nanya gitu?"
"Ya kayak ngga mungkin aja gitu kalo kamu jomblo padahal kamu tukang gombal"
"Kalau aku udah punya pacar, kenapa aku harus repot deketin cewek lain"
"Ya siapa tau kamu kurang cukup dengan satu cewek"
"Apa aku terlihat kayak orang yang brengsek?"
Aku terkekeh kecil mendengar kekesalan Ali karena pertanyaan ku barusan "Aku bercanda. Maaf"
***
Setelah sampai di transmart pekanbaru kota yang begitu ramai dengan pengunjung yang menikmati suasana menjelang malam ini, aku bersama Ali ikut bergabung dengan keramaian itu.
"Kita mau kemana dulu?" tanya Ali.
"Langsung nonton aja" usulku menatapnya dengan senyum sok manis.
"Ngga makan dulu? Nanti kamu laper loh"
"Nanti beli cemilan buat nonton aja"
"Yaudah" pasrah Ali kemudian menyusul langkahku.
Ketika kami sampai dilantai khusus tempat menonton dan beberapa tempat makan, kami segera berbaris di belakang beberapa orang yang sedang memesan tiket.
"Duduk dimana?" tanya Ali padaku ketika giliran kami memesan tiket.
"Disini aja" tunjukku pada kursi nomor 3 dari belakang pada layar monitor yang ditunjukkan oleh pelayan cinema tersebut.
"Masih ada sejam setengah lagi, mau makan ngga?"
"Mau, yuk"
***
Aku menatap jam tanganku sambil menggelengkan kepala. Dengan enggan menatap polisi yang mengemudikan mobil Ali.
"Emang udah biasa ya, kalau Ali dapat panggilan mendadak?" tanyaku.
Flashback on
Ditengah makan malam kami, handphone Ali berbunyi agak nyaring. Ia segera menggeser icon hijau pada hpnya untuk menyambungkan telepon dengan sang penelpon
"Iya, selamat malam Brey. Ada apa?"
"-----"
"Oh yaudah, kalau gitu saya segera kesana"
"----"
"Eh, tapi saya butuh bantuan kamu. Tolong sampein sama Gio untuk ke transmart sekarang"
"-----"
"Saya perlu bantuannya untuk nganterin teman"
"----"
"Ok, makasih ya Brey. Saya tutup telponnya kalo gitu"
Setelah sambungan telepon benar-benar terputus, Ali menatapku dengan tak enak hati. Ya, aku sendiri sudah tau apa maksudnya.
"Maaf Pril, tapi ini benar-benar mendesak. Ada sedikit masalah darurat. Kamu masih mau nonton ngga?"
"Ngga usah jadi deh, nanti aja tunggu kamu ada waktu lagi"
"Kalau kamu bener-bener pengen nonton, gapapa nonton aja. Nanti bakal ada yang jemput kamu disini"
"Aku gapapa gajadi nonton Li, lain kali juga masih bisa. Yaudah gih, kamu pergi, hati hati ya"
Dia meraih tangan kanan ku dan menggenggamnya dengan tatapan bersalah "Aku bener-bener minta maaf"
Prilly terkekeh "Apaan sih, udah sana pergi tugas. Aku masih bisa cari cowok lain tau di transmart sebesar ini, pasti banyak cogannya"
Ali tersenyum kecil mendengar godaan ku "Yaudah, aku pergi. Hati-hati"
Flashback off
"Lumayan seringlah mbak, namanya juga polisi"
"Kamu ini siapanya Ali?"
"Komandan Ali itu atasan saya mbak"
"Emang pangkat Ali apa?"
"Perwira mbak. Mbak ini pacarnya Komandan ya?"
"Calon istri"
"Hah? Yang bener mbak?"
"Iya"
Percaya diri banget gue.
"Saya pikir komandan Ali itu ngga akan pernah punya pacar loh mbak"
Aku mengernyit heran. Yang bener aja tukang gombal kaya gitu dibilang ngga akan pernah punya pacar. Ah, jangan-jangan Ali sengaja nih nyuruh mas yang ini nganterin aku, biar sekalian promosiin bos-nya.
"Kenapa gitu?" tanyaku kepo maksimal.
"Ya soalnya komandan susah banget dideketin sama polwan-polwan yang naksir sama komandan. Bahkan kemaren waktu makan malam sama kapolres, kapolres sempet kayak ngode komandan gitu. Nanya-nanya udah punya calon atau belum. Soalnya kan kapolres punya putri tunggal yang seumuran sama komandan."
Wahh, saingan gue berat banget. Anak kapolres lagi. Ditambah lagi seumuran sama Ali.
Masa iya Ali lebih milih yang udah bau tanah kek gue, padahal ada yang masih bau kembang.
Ehhh, tunggu deh.
Biarpun umur gue lebih tuir, tapi kan muka gue masih unyu-unyu kayak pantat baby.
Lagipula kalo Ali nanti menyimpang ke anak kapolres itu, yaudah, aku balikan aja lagi ke pak tentara, Song jong-ki.
"Terus Ali jawab apa?" tanyaku setelah terdiam agak lama.
"Komandan cuma bilang untuk memisahkan urusan pribadi sama pekerjaan. Yah, emang komandan begitu sih mbak, kalau urusan pekerjaan bener-bener dipisahin dari pribadi."
"Terus, Ali pernah marah ngga?"
"Pernah lah mbak, dan marahnya komandan bener-bener bikin yang lain takut. Komandan itu kalo marah, ngga membedakan usia. Mau dia lebih tua dari komandan juga bakalan tetap ditegur kalo salah"
Ahhh, calon suami gue ternyata nakutin juga
"Eh, mbak, udah nyampe nih"
"Kok diantar ke asrama mas?"
"Tadi komandan nyuruhnya begitu mbak"
"Loh, entar dikira kumpul kebo lagi kalau saya nginap disini"
"Oh, enggak kok mbak. Komandan bilang supaya mbak tidur disini, nanti komandan nginap di tempat saya atau rekan yang lain"
"Oh, gitu, yaudah deh"
ahh, sedih deh gue. Padahal rencananya biar kita ketangkep kumpul kebo terus cepet-cepet dinikahin. Kan gue udah ga sabar...wuahh.. Gila, otak gue udah ngga ada benernya.