Aurora in the Afternoon

Ruangan yang remang tampak lebih menyeramkan dari biasanya, kamar mayat memang sering kali terasa mistis. Tetapi bagi Aurora Karisa yang berusia 11 tahun,kamar itu adalah mimpi buruk yang nyata dalam hidupnya,disana terbujur ayahnya yang kaku dan dingin. Aurora amsih tidak mengerti apa yang terjadi,bukan tidak mengerti,hanya saja hatinya msih belum siap. Matanya meratap kosong kearah ayahnya yang tertutup kain putih. Langkahnya terpaku didepan pintu. Dunianya seakan berhenti,dia terperangah diam melihat ibu dan adiknya yang menangis kejar,tangisan mereka bergema. Sementara Aurora seperti orang linglung,barang kali ini mimpi. Dia tampak berfikir sambil berjalan mendekati mayat ayahnya. Tiidak,gumamnya seraya berjalan lebih dekat. Aurora mengangkat tangannya yag bergetar, ti,tidaaakk!! Teriaknya ketika tangannya menyentuh wajah ayahnya yang dingin itu. Tidak...ayaahhh!! a-ayahh...tidaakk! isak tangisnya pecah ketika dirinya tidak bisa lagi menyangkal.

"Dok..dokter! suamiku baik-baik saja kan? Iyakan!" ibunya berlari kearah dokter dan menarik kerap jasnya

Dokter itu menunduk "Maaf,nyonya. Kami sudah berusaha sekuat tenaga"

Ibunya melepaskan tarikannya,dengan mata yang terperangah untuk kesekian kalinya mendapati harapannya yang sirna. Dia tertatih mudur, "Tidak! Tidaakk!!"Histerisnya menarik rambut,dia tersentak kemudian berlari kearah suaminya

"Sayang...suamiku! Bangun! Lihat Aurora sudah datang! Kau bilang ingin melhatnya kan? Buka...buka matamu!"lanjutnya mengguncang tubuh yang terbujur itu

Sementara adiknya yang masih berumur 8 tahun keheranan tak mengerti situasi,dia tidak menangis dan berdiri kebingungan.

"Suamiku..bawa,bawa aku jugaaa! Bawa aku juga sayang..."histeris istrinya sesegukan. Aurora yang melihat ibunya seperti itu isakannya semakin menjadi-jadi

"Nyonya, jangan seperti ini nyonya,tenangkan dirimu"perawat mengangkat ibu Aurora memeluk erat suaminya. Perawat lainnya berbisik "Kasihan sekali, anak-anaknya masih kecil,kau lihat anak laki-laki itu tidak menangis,apa dia tidak mengerti?"

"Aku harap begitu. Jika dia mengerti tapi tidak menangis,itu malang sekali"tanggap perawat lainnya dengan raut iba

Sekeluarga itu sibuk dengan kalap masing-masing. Perawat membawa mayat mayat dari suami dan kedua wanita yang terisak itu untuk dimandikan. Mereka meraung-raung ketika hospital bed itu semakin menjauh ditandai dengan bunyi roda yang samar. Uluran tangan yang tak dijamah,raungan yang tidak terbalas,isakan kepedihan seperti berputar memenuhi ruangan. Aurora terselonjor lemas begitu saja,dia termenung kosong berharap semua kepedihan ini adalah mimpi,tapi lagi-lagi kenyataan mengartikan dirinya,bahwa yang pahit dan menyakitkan ini adalah sungguhan yang tak terelakan. Bersandar dengan ratapan seperti dunia berakhir saat itu juga. Keadaan sang ibu lebih parah terguncang darinya. Pendampingnya selama 14 tahun kini berpisah dipersipangan alam. Rasanya ditinggalkan begitu saja tanpa kata-kata terakhir,tanpa mendengar suaranya untuk yang terakhir kali,tanpa sempat mengenang senyum terakhirnya,begitu berat penyesalan.

"Aku...harusnya tidak tidur...tapi,entah mengapa aku mengantuk. Bodoh...!! ini salahku...biasanya aku akan mengamatinya sampai pagi! Tapi...tapi...kenapa aku tertidur!!"ibunya kembali meraung. Matanya sembab,bibirnya pucat

"Tolong..Tuhan tolong,bangunkan aku dari mimpi ini! Aku janji akan jadi anak yang baik,aku mohon...!!"jeritan hati Aurora. Baginya semua seperti mimpi yang menyeramkan,mimpi terburuk dalam hidupnya. Meski tidak bisa disangkal tetapi harapan kosong itu begitu mendesak

````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````

Dua hari setelah pemakaman,rumah terasa pengap mencekam seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Ibunya meratap sepanjang hari,mata yang penuh kekosongan itu digenangi air mata,begitu pula Aurora yang mengurung diri dikamar. Sedangkan adiknya yang tidak tahu apa-apa bersandar merengek pada ibunya. Suasana begitu menyesakkan.

Aurora yang berderai air mata yang juga tengah berusaa menumpahkan lukanya tetapi tidak bisa. Sesuatu yang hilang itu tidak bisa dilupakan atau digantikan. Aku benci kehilangan apapun dari sisiku! Kau merenggut masa kecilku yang harusnya kujalani dengan bahagia seperti anak-anak lainnya! Ratapnya menghardik keatas.

Dua bulan kemudian, ibunya mulai membenahi diri. Dia terlihat tegar seperti tidak pernah mengalami masa kelam. Aurora yang setiap harinya murung mulai kembali riang seperti dahulu. Rumah tidak lagi dikelilingi awan hitam melainkan langit sebiru lautan. Alasan ibunya berubah adalh tumpukan biaya hidup yang harus ia cari. Semasa suaminya hidup,ia tidak kekurangan apapun,tidak mengerjakan apapun,paling berat hanya mengurus rumah dan anak-anak ketika pergi dan pulang sekolah. Karena terbiasa hidup senang,sekaraang ia kebingungan menghadapi lingkungan luar. Ia tidak tahu mencari pekerjaann apa,bisa dilihat dari tangannya yang lembut bahwa ia tidak pernah bekerja. Akhirnya dia bekerja sebagai pembantu dirumah orang lain.

"Ibu pergi kerja dulu ya Sakti, jadi anak yang baik dirumah ya. Makanan sudah ibu siapkan. Ketika kakak pulang jangan bertengkar ya"kata ibunya seraya mengelus kepala anak laki-lakinya itu. Sungguh berat hatinya meniggalkan anak kesayangannya seorang diri

Tangan mungil sakit meraup baju ibunya "Ibu,ibu. Boleh tetap dirumah? Sakti takut sendirian"kata si kecil berharap

Hati ibunya bertambah gelisah. Bagaimana ini,aku tidak ingin meninggalkannya sendiri. Dia juga tidak ingin sekolah karena tidak bisa jauh dariku,mungkin belum terbiasa dengan keadaan ini. Aku harus bagaimana? Ibunya tampak risau sambil menggigit bibirnya

Karena melihat kerutan didahi ibunya, si kecil berkata "Tidak apa, Sakti akan tinggal sendiridan jadi anak yang pemberani"senyumnya

Melihat senyuman yang mekar itu,sang ibu merasa nyaman dihatinya

"Ibu pergi bekerja saja,Sakti akan menunggu ayah dirumah"lanjut si kecil

Perasaan nyaman itu berubah kecut direlung hatinya. Ditengah perasaan kacau itu, Aurora pulang dari sekolah "Ibu, Aurora pulang!"serunya

Ibunya bernafas lega "Syukurlah. Aurora tolong jaga Sakti selagi ibu bekerja ya"pesan ibunya

"Oke. Ibu tenang saja. Sakti,kalau kau nakal aku akan memukul pantatmu"usil Aurorra

"Aaaaa ibuuuuuu"rengek si kecil

"Aurora. Jangan mengganggu adikmu" ibunya memeluk Sakti lalu mendelik jam "Astaga! Ibu terlambat! Jaga adikmu baik-baik,makanan ada dimeja! Ibu pergi dulu"sorak ibunya sambil berlari

Sangat sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri. Istri yang tadinya adalah nyonya dirumah besar,anak-anak yang dimanja, sekarang berusaha keras hidup ditengah-tengah manusia yang belum pernah mereka lihat tabiatnya.

Di sekolah Aurora

Seperti sekolah pada umumnya selalu ada geng anak-anak populer dan anak biasa saja. Aurora yang tadinya adalah kalangan atas dan dipuja-puja orang sekarang dikucilkan

"Pulang sekolah langsung kerja kelompok dirumahmu ya"kata anak dari geng populer bercakap dengan anak lainnya

"Boleh. Apa kita ke mall dulu sebentar?"tanggap anak lainnya

Aurora yang memang merasa akrab dan baik-baik saja dengan mereka,ikut bergabung. Tapi juga ragu menyambung. Dengan menunduk ia mendekat, Aurora bukanlah anak yang pemalu. Mungkin beberapa waktu menyendirinya ia berubah canggung pada orang lain

"Em..teman-teman apa aku boleh ikut?"

Anak-anak yang kegirangan saat merencanakan kepulangan tadi, raut wajah nya berubah lebih cepat dari pada membalikan buku. Mereka menatap sinis

" aurora...be-gini, kelompok kita berbeda, jadi bagaimana kau bisa ikut " kata seoranga anak berusaha menyembunyikan ekspresi dan niat sinisnya. Mungkin ini yang di maksud emas adalah kenak dari lapisan tembaga alasan mulia bertabiat buruk. Padahal biasa nya mereka ada mendatangin aurora dengan seribu gula di mulut nya. Tapi sekarag situasi nya berbeda 180 derejat, semenjak rumah aurora di jual dan hidup serba kekurangan

"biasanya kalian tetap mengajakku walaupun berbeda kelompok, kalian mengerjakan nya dirumah ku, kali ini kenapa tidak? " tanya aurora seraya menindih-nindih jarinya dengan kuku

Seorang anak menyentak bahu aurora " hei... kau tak paham situasinya ya?ah sial, tadinya aku ngak mau ngomong gini, tapi, sadarlah dengan posisimu yang sekarang."ketus anak itu. Aurora tentu saja kebingungan, dia yang tidak pernah melihat wajah asli orang disekitarnya tiba-tiba mendapati ucapan pedas seperti ini

"a-apa maksudmu... " ucapnya pelan, ia tidak tau harus mengambil sikap apa dalam situasi ini

"bicara apasih!! Ngomong yang benar!" bentak anak tadi

Aurora terkejut, matanya memerah. Belum pernah sekalipun ada orang yang membentaknya. Ternyata selama ini ia di sebunyikan dari sifat asli orang-orang, dari dunia yang tidak bisa di tebak ini, selama ini ia hanya tau senyuman yang ditunjuk kepadanya. kepala semakin tertunduk dengan tetesan yang menitih di lantai

" kenapa.. kalian begini padaku? Kita kan teman!"teriak aurora sambil mengigit bibirnya menahan rengutan

Anak-anak tadi mencemooh Aurora dengan tawa mereka "Coba dengar apa katanya. Kenapa katamu? Karna kau sudah melarat!"cacinya

Aurora mengepal tangan mendengar hinaan. Jangan menangis,jangan menangis!. Tetapi air matanya terus mengalir. Kenapa aku bahkan tidak bisa mengendalikan diriku! Menyebalkan...

Anak tadi mengintip tundukan Aurora "Eh,menangis? Kenapa? Walaupun kami mengajakmu,apa ibumu bahkan sanggup membeli satu baju saja?"cibirnya

Deg! Hati Aurora seperti tertusuk,matanya terperangah. Padahal...padahal ibu sudah bekerja keras,padahal ibu berusaha tegar sendirian...padahal ibu selalu tersenyum,padaha ibu sudah sampai segitunya berusaha...! Tapi ibuku jadi bahan olokan anak-anak ini?. Aurora mengangkat kepalanya tegap "Sampah!" ucapnya

"Apa katamu? Sialan!" anak-anak itu memelototinya

Iya. Jika ini satu-satunya cara untuk melindungi harga diriku,kenapa tidak "Kau sampah! Apa yang kau banggakan,memiliki teman sesama penjilat atau uang hasil perselingkuhan ibumu?"Aurora menatap hina mereka

"Lacur sialan!"anak-anak itu menjambak dan mengeroyok Aurora

Aurora pulang dengan wajah penuh cakaran dan rambut berantakan. Bajunya juga sobek. Sial. Apa yang harus kukatakan pada ibu. Terjatuh? Dicakar kucing liar? Atau dikejar anjing? Arrghh,aku bisa gila! Eh, tidak. Hebat juga kau Aurora! Bisa memberi mereka pelajaran. Beraninya mengeroyokku,lain kali akan ku beri lebih!

Aurora berjalan dengan keheningan. Bodoh...harusnya kau tidak bicara begitu! Bodoh..harusnya aku bilang, mungkin saat ini ibuku belum sanggup membelinya,tapi nanti...nanti aku akan membelikan apapun untuk ibuku,semuanya! Kenapa aku malah balas mengatakan ibumu orang lain seperti itu,bodoh! ibu pasti kecewa padaku. Aaaa,hari ini ibu libur

"Ibu,aku pulang!"Aurora menutupi wajahnya dan mengenakan jaket

"Kau sudah pulang? Bersihkan dririmu dan makan..."ibunya memperhatikan

"Ada apa denganmu? Aurora,lihat ibu"ibunya menarik tangaan Aurora yang menutupi wajahnya. Ia mendengar desisan dari putrinya itu,dan terpatung melihat cakaran diwajahnya

"A...ada apa dengan wajahmu?! Apa yang terjadi!?"ibunya menyentuh wajah Aurora

Aurora meringis "A...ak ibu,jangan disentuh"

"Kemari,biar ibu obati"tarik ibunya

"Ibu,aku tidak apa,sungguh"ujar Aurora menenangkan ibunya

"Tidak apa apanya!? Lihat...lihat wajahmu penuh cakaran. Ada apa sebenarnya, katakan pada ibu "ibunya mengomel seraya mengobatinya. Ia tersentak "Apa, apa kau dikucilkan?"

Aurora diam sejenak "Dikucilkan apanya. Ibu terlalu banyak berfikir"dalihnya menggenggam tangan ibunya "Tadi...aku dikejar kucing liar"

Ibunya berdecak "Kucing liar apa. Bagaimana dia bisa menyentuh wajahmu!"

Aurora mendelik "Lompat! Dia lompat lewajahku. Ibu tahukan jalan digang itu banyak kucing liar yang gila"

"Jangan berbohong pada ibu! Jika ada yang mengucilkanmu katakan pada..."

"Ibu. Tidak ada,sungguh!"Aurora memotong ucapan ibunya

"Sungguh?" kata ibunya tak yakin. Sebenarnya dalam hatinya sangat,sangat pedih karen tahu anaknya dikucilkan,tapi ia tidak bisa merobohkan dinding yang sudah dibuat putrinya

"Sungguh,ibu" Aurora tersenyum hangat

Ibunya menatap sendu. Ternyata aku salah telah menutupi sifat manusia darimu. Ternyata aku salah tidak mengatakan dan menjelaskan yang perlu kau lakukan untuk menghadapi sisi lainnya dari orang-orang,dudlu aku terlalu berfikiran dangkal mengira kau tidak perlu mengetahui itu semua ,aku terlalu naif beranggapan akan bisa selalu melindungimu

"Aurora,apa kau tahu,bukan hanya kucing liar,kucing yang kau peihara juga bisa mencakarmu. Lain kali jauhi saja kucing itu ya"ibunya memeluk hangat Aurora

"Baiklah,bu"hati Aurora terasa ringan,ternyata dia bukan tidak merasa terbebani hanya saja perasaan itu tersembunyi. Tapi,aku tidak akan menjadi Aurora yang terlihat indah dilangit sana,tapi Aurora yang berwarna dimana saja. Aku tidak akan diinjak seperti rumput,aku akan menusuk seperti landak