Saat Aurora sampai , ibunya menyambut dengan hangat dan menyajikan makanan dengan penuh kasih sayang,ibunya terus memandangi anak yang sudah lama tidak disuainya itu
"Kenapa ibu menatapku terus?"tanya Aurora
"Karna ibu heran,bagaimana bisa mahluk beda alam sepertimu kemari,tau juga pulang. Akukira lupa jalan pulang" sela Sakti. Dia hanya akan berbicara sesekali dengan Aurora karena malas mengurusi kakak yang asing baginya
"Kau kira aku anak SMP yang baru puber?"
"Sakti"ibunya memberi tanda agar diam "Lupaka dia,kau makan saja yang banyak"ibunya tersenyum hangat
"Ya ampun,makan tengah malam begini kau tidak taku diabetes?"geurut Sakti
"Kenapa? Kau khawatir padaku?"goda Aurora
Sakti berdecih kesal
Tok tok tok, sedeorang mengetuk pintu rumah mereka
"Permisi,nyonya!"orang diluar seperti tergesa-gesa
"Tunggu sebentar,ibu akan membuka pintu"
"Apa kau mengundang hantu lainnya datang?"kata Sakti
"Tutup mulutmu"ketus Aurora
"Nyonya! Nyonya tolong bantu aku...!"wanita itu menggenggam tangan ibu Aurora
"Kau siapa?"
"Aku...aku pemilik kedai yang dulu nyonya datangi"ujar wanita itu berderai,sepertinya ia menangis sepanjang jalan
"Pemilik kedai?"ibunya berusaha mengingat,pemilik kedai yang didatanginya bukan hanya satu
"Iya,nyonya"wanita itu menganguk keras berharap diingat
Aurora ikut menyambung "Pemilik kedai?" katanya mengamati "Ohow,kau" Aurora tersenyum sinis setelah mengingat bahwa wanita itu adalah pemilik kedai yang dulu menghina ibunya
"Iya,iya itu aku!"wanita itu tersenyum lega
"Kenapa kau bisa tau rumah ku? Padahal kami pindah cukup jauh"ujar Aurora tak suka
"Aku...bertanya pada tetanggamu. Nyonya tolong,tolong selamatkan anakku!"wanita itu memohon sambil menggenggam tangan ibu Aurora
"Kenapa dengan anakmu?"ibu Aurora menaruh perhatian
Aurora memotong "Sepertinya kau salah tempat,kami tidak membuka rumah sakit dan ibuku bukan dokter"lontar Aurora tajam
"Bu..bukan..aku mohon pinjami aku uang. Aku mohon, hiks anakku sedang sakit keras,nyonya...!"seorang ibu sedang bersujud memohon pada ibu lainnya. Pemandangan memilukan ini mengingatkan Aurora pada bayangan saat ibunya memohon ditengah genangan lumpur,hatinya terasa sesak. Begini...negini baru benar! Teruslah memohon sampai aku puas! Seringainya
"Anakmu sakit keras?! Baiklah ayo bawa-"ibu Aurora menarik bangkit wanita itu
"Ibu"cegah Aurora "Apa ibu tidak tau banyak penipuan saat ini,ibu juga tidak mengingat wanita inikan"
"Benarkah? Ya...itu"kata ibunya ragu
"Tidak..tidak! tolong aku nyonya,ku mohon!"wanita itu memohon dengan memegangi kaki ibu Aurora
"Apa yang kau lakukan,berdirilah. Jangan seperti ini"ibunya merasa kasihan
"Biarkan saja wanita ini bersujud bu"seringai Aurora
"Apa yang kau katakan,Aurora!"bentak ibunya
"Ibu mungkin sudah melupakannya,tapi aku tidak. Wanita yang tidak tau malu ini,aku mengingatnya dengan sangat!"hardik Aurora
"Aurora!"ibunya membulatkan mata,sekalipun tidak pernah dilihatnya sosok Aurora yang sekang
"Aku! Aku pemilik kedai yang waktu itu nyonya mintai tolong..hiks yang..yang mengusirmu..."ucap wanita itu,berfikir kalau ia mengatakannya mereka akan mengingat kebaikan hatinya yang pernah menghutangi beberapa bahan makanan pada ibu Aurora
Ucapannya membuka luka lama ibu Aurora. Hari dimana harga dirinya sebagai ibu terluka,hari dimana putrinya melihat kenyataan dari sifat manusia,hari dimana dia memohon dibawah kaki orang lain
"Baiklah. Kau mau uangkan? Baiklah,kemari. Merangkak kemari dan cium kakiku!"Aurora memandang rendah dari atas
"A...apa?"ucap wanita itu mendongak,dia menatap sepasang mata yang dulu pernah ia tujukan pada mereka
"Kau sudah dengar. Merangkak dan cium kakkiku"Aurora tersenyum sinis ,ada perasaaan lega dihatinya yang selama ini mengganjal
"Berikan uang padanya"ujar ibu Aurora yang baru tersadar dari lamunannya
"Ibu"kata Aurora menentang
"Kita harus menolong anaknya,Aurora! Dia tidak tau apa-apa,nyawanya sedang terancam!"bentak ibunya mengingat posisi Sakti saat itu yang demam tinggi karna belum memakan apapun
"Lalu...bagaimana dengan Sakti? Yang waktu itu sakit karna belum memakan apapun,bagaimana kalau saat itu dia tidak bisa bertahan?"mata Aurora berkaca-kaca dipenuhi kebencian
"Aurora..."ibunya apa yang harus dikatakan
"Jangan harap dapat sepeserpun dari kami!"Aurora mendorong wanita itu dan menarik ibunya masuk
"Aurora apa yang kau lakukan?!"ibunya mencegah Aurora saat mengunci pintu
"Biarkan,biarkan saja ibu!"teriak Aurora
Sakti tidak angkat bicara,karan tidak tau persoalan apa dan kesalahan apa yang memunculkan kebencian mendalam dimata kakaknya itu
"Nyonya! Nyonya tolong anakkuuu! Nyonyaaaa!"teriak wanita itu sesegukan sambil menggedor pintu
"Buka pintunya!"perintah ibunya
"Tidak"bantah Aurora menghalangi
"Saat itu.."suara Aurora parau "Ibu dilarikan kerumah sakit! Bagaimana jadinya jika saat itu kita yang tidak memeiliki sepeserpun uang...jika saat itu kita tidak memilikijaminan kesehatan? Bagaimana jadinya jika saat itu ibu tidak bisa bertahan? Bagaimana...? apa yang harus aku lakukan!?"disetiap kata Aurora mengingat kebencian,dendam,air mata,ketidak berdayaan,jeritan,keputus asaan
Ibunya diam sejenak me,ahami perasaan yang selama ini disembunyikan oleh putrinya. Putri kecil yang menggendongku kerumah sakit...ternyata disetiap langkahnya dipenuhi ketakutan "Tapi...kalau kita melakukan ini,maka kita akan sama saja dengannya. Kau tidak ingin itu kan,anakku?"ibunya mencoba menenangkan kemurkaan putrinya itu
"Tidak. Walauapun aku harus sama dengannya,aku tetap akan melakukan ini. Biar dia tau akibat,rasa,penghinaan, dan ketidak berdayaan yang dihasilkan oleh sikapnya. Biarkan dia melihat drinya padaku dan aku melihat keputus asaaan yang menyedihka padanya sekarang"
Sakti yang mendengar itu berfikir. Ternyata inilah yang mengubah kakakku menjadi orang yang tidak berperasaan,berapa banyak orang menjijikkan yang mengelilinginya
"Sakti,bawa uang dan berikan pada ibu itu"kata ibunya
"Jangan!"ujar Aurora
"Sakti!"ibunya melirik
"Baiklah,bu"turut Sakti
Saat akan mendekati pintu, Aurora memecahkan vas dan mengambil pecahannya "Jangan berikan! Kalau kau memberikannya aku akan memotong pergelangan tanganku!"ancam Arora tak main-main
"Apa?"Sakti terpaku. Kakaknya bukan orang yang suka mengancam
"Letakkan! Aurora,letakkan!"teriak ibunya
"Jangan berikan uangnya!"teriak Aurora pula
Ibunya menggeram melihat tingkah Aurora "Sakti,abaikan saja dia"katanya kemudian
Sakti menuruti ibunya "Dia tidak mungkin seriuskan?" batinnya ragu
"Tidak..tidaakkk!"teriak Aurora dan kemudian
SRET...
Aurora benar-benar memotong pergelangan tangannya
"Kau gila KAK!"bentak Sakti seraya merobek bajunya untuk menghentikan darah yang mengucur seperti deraiannya
Ibunya berlari menghampiri Aurora yang terduduk dilantai "Apa...apa yang kau lakukan,Aurora!"tangis ibunya pecah
"Gila? Apa kau tau rasanya saat ayah pergi meninggalkan kita? Saat semua orang menatapmu rendahan?apa kau tau rasanya melihat ibumu dihina? Melihat adiknya mengis kelaparan? Apa kau tau rasanya melihat dunia yang sama sekali bereda dengan dunia yang kau lihat dulunya? Beritahu aku,apa kebencian ini berlebihan? Apa perlakuan ku ini tidak panas dengan apa yang ku terima? Beritahu aku,aku yang gila atau dunia ini yang membuatku gila!!"
"Ini salah ibu...kau hanya anak malang yang menanggung semua beban..ini,ini salah ibu,maafkan ibu. Jangan menangis putriku yang cantik"ibunya memeluk putri yang menderita itu
"Iya. Kau hanya melihat ,ereka yang meredahkanmu,kau terobsesi dengan kebencianmu,sampai kau tidak bisa melihat kasih sayang dimataku dan ibu"lontar Sakti mengelus alis kakanya yang mengerut "Padahal kami menunggumu untuk membagi rasa sakitmu,keluhanmu,penderitaanmu, tapi yang kau pikirkan hanya uang uang uang! Mungkin kau pikir dengan uang kami akan bahagia,kau salah kak. Aku dan ibu hanya membutuhmu, kita bisa sama-sama mengadapinya. Bukan kemiskinan yang membawa penderitaan tapi kebencian yang membutakan. Kau seperti orang bodoh yang tejebak dan berfikir menderita sendirian"Sakti bergabung dalam pelukan mereka
The World and Humans
Humans: Dunia,mengapa begitu kejam meributkan prahara uang dan kedudukan?
World : Bukan aku,tapi kalian para mahluk fana hanya tahu mengiba tanpa tahu asal mula
Humans: Dunia,satu kepergian saja sudah menghilangkan jati diri,apalagi mahluk fana ini. Mengapa kau sampai hati memberi lalu menarik kembali?
World : Bukan aku,tapi kalian sesama golongan penuh kedengkian yang saling menjatuhkan
Humans: Mengapa kami? Begitu enggankah kau hingga menyiasati?
World : Pertanyaanmu terlalu sukar bahkan untu diakui
Humans : Jikalau begitu,mengapa kau menyesakkan kami dilingkaran keji ini yang apabila berkuasa ia tuan,apabila bertandak kesah ialah pion?
World : Aku tidak pernah membuat lingkaran,aku hanya memadupadankan. Kalianlah para sukma serakah yang berkelit artian. Yang aku inginkan mahluk kuat diri,tak getir sekalipun darah berdesir
Humans: Demi keinginamu kami berputih tulang,hasil tak setimpal masih jadi bayang-bayang dari jiwa yang berangan,layak kah?
World : Manakala begitu,selamat. Kau sudah jadi manusia, yang masih berdiri walaupun tahu hidup dalam mimpi,masih berani bertentangan walau tahu tak sepadan,yang bergeming raga tetapi tak jera