Kunjungan pertama di awal bulan. Kali ini halaman Gedung Sate menjadi lokasi pameran seni lukis yang diadakan rutin setahun sekali oleh salah satu perusahaan di Bandung. Sekat-sekat papan dengan lukisan digantung rapi bersisian. Di ujung depan terdapat meja yang digunakan sebagai daftar hadir pengunjung.
Art and Craft Expo tahun ini menjadi salah satu event yang diadakan oleh Terampil.id yang bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM, Pemerintah Daerah Kota Bandung, dan Food Centrum.
Menghadiri event seperti ini menjadi salah satu kegiatan yang menyenangkan. Art & Craft Expo ini merupakan event yang diselenggarakan sebagai tempat berkumpulnya para pegiat seni dan kerajinan tangan dengan masyarakat luas. Acara ini memadukan antara pameran, mini workshop seni, dan kerajinanan yang akan diisi para pengajar Terampil.id. Kegiatan yang selalu membuat tertarik, mengenal lebih seni untuk memaknai apa yang sedang di sampaikan.
Jam diponsel menunjukkan waktu pukul sembilan pagi. Masih ada sedikit waktu untuk berkeliling memperhatikan panitia yang sedang menyelesaiakn tugasnya. Kakiku melangkah menuju meja depan. Nametag di dada kiri panitia yang kebetulan perempuan itu tertulis Novia. Aku semakin mendekatkan jarak.
"Siapa gues star untuk acara kali ini"
"Oh selamat pagi kak, untuk gues star kali ini berasal dari Manado, Mr.Pande"
"Oke, terimakasih"
Memutuskan untuk berjalan ke depan. Beberapa stand makanan dan minuman juga disediakan dalam event ini. Lima meter sisi kiri dari meja tamu tersedia photobox dan beberapa swafoto menarik bertema local history dari Kota Bandung.
Memasuki pukul sebelas siang, para peserta dan pengunjung sudah memenuhi gedung. Acara dimulai dengan Opening Ceremony dengan perwakilan dari Terampil.id sebagai pembawa acara. Seperti pada umumnya, acara pembuka Art & Craft Expo ini dibuka dengan memukul gong tiga kali.
Dari sisi aku berdiri, riuh suara tepuk tangan seperti menggema, meskipun acara dilakukan secara outdoor. Antuasias pengunjung dan peserta menjadi semakin sorai ketika master of ceremony mengumumkan acara selanjutnya. Aku meninggalkan tempatku dan pergi mengelilingi stand dari masin-masing workshop.
"Katanya Guess star hari ini gak bisa hadir ya?"
"Terus yang didepan itu tadi siapa?"
"Katanya sih kakaknya si Mr.Pande"
Suara bisik-bisik itu terdengar dibelakang. Diselingi suara beberapa anak kecil yang berlari membawa craft ditangan masing-masing. Lagi-lagi kenapa gues star itu dihadiri kakanya. Sesibuk apa sebenarnya lelaki ini.
Tiga orang anak kecil perempuan berlari mengelilingi tubuhku. Satu diantaranya terjatuh tepat disamping kaki kananku. Bukan suara tangisan yang kulihat dibawah. Tapi mata bulat berwarna cokelat itu menatapku lucu dengan menampakkan gigi-gigi kecilnya.
"Maafin Caca, kakak cantik," gadis kecil itu mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya. Tidak lama kemudian, tangan gadis itu terangkat.
"Mau apa?"
"Minta tolong bangunin, kakak cantik," ucapnya dengan wajah menggemaskan. Akupun tertawa. Kenapa gadis kecil ini sudah pandai melawak.
"Kalau kakak nggak mau?"
"Nggak jadi cantik dong," lagi-lagi ia menunjukkan gigi-gigi kecilnya. Suara tawaku smeakin kerasa idtelingaku sendiri. Memilih menurunkan badan didepan gadis kecil ini.
"Hallo, litle nona?"
"Namaku, Caca,"
"Iya, litttle nona,"
"Caca!"
"Oke, Caca"
"Dimana orangtuamu?"
"Disana," jari telunjuk gadis kecil ini menunjuk ke podium di depan. Seseorang yang sepertinya tidak asing bagiku. Mungkin aku pernah bertemu, atau perempuan tigapuluhan itu mirip seseorang.
"Itu mamaku, kakak cantik,"
"Baju putih."
Kepala gadis kecil ini pun mengangguk. Tidak lama setelahnya, suara melengking terdengar jelas ditelinga kananku.
"MAMAAAA!"
"Uwaww"
"MAMA!"
Perempuan berbaju putih yang disebutnya mama berjalan mendekati kami.
"Kenapa duduk dilantai, Ca?"
"Jatoh"
"Kenapa bisa?"
"Karena jatuh, Ma," kudengar perempuan didepanku menghembuskan nafasnya sedikti keras. Mungkin jengkel dengan jawaban gadis kecil ini, ah maksudku anak perempuannya. Sungguh, bagiku gadis kecil itu sangat menggemaskan. Tidak jauh beda dengan anak keponakanku itu.
"Kau, Bella?"
Tubuhku berjengit kaget.
"Ups, kau benar Bella bukan?"
"Yes, I am"
"Oh Tuhan, aku bertemu lagi denganmu"
"Maaf"
"Kau tak ingat denganku?"
"Ahh, kamu Roseline"
Perempuan yang memakai gawn putih itu memeluk tubuhku erat. Aku tersenyum ikut mememeluk tubuhnya yang lebih tinggi satu jengkal denganku. Roseline melepas pelukannya denganku ketika gadis kecil disampingku memanggil namanya.
"Bella, perkenalkan gadis kecil usil itu adalah putriku satu-satunya. Namanya Marsha, tapi aku lebih mudah memanggilnya Caca saja"
"Kakak cantik sudah tahu, Mama, telat"
Aku tersenyum mendengar jawaban gadis kecil itu. tingkahnya sungguh menggemaskan.
"Lucu sekali"
Kami berbincang di sisi gedung dengan menikmati jajanan tradisional yang disediakan pada stand khusus. Roseline membawa combro dipiringnya, sedangkan aku memilih jajanan misro. Kedua jenis jajanan ini memiliki komposisi bahan makanan yang sama. Hanya saja combro berisi sambal oncom sedangkan misro memiliki isi gula merah, tentu karena aku tidak menyukai makanan pedas.
"Kenapa lagi-lagi adikmu tidak datang, Rose?" aku berinisiatif membuka pembicaraan terlebih dahulu.
"Entahlah, setiap kali aku mengirimkannya undangan dia selalu saja beralasan"
"Apakah adikmu tidak suka dengan keramaian?"
"Tidak-tidak, hanya beberapa undangan saja yang ia tolak. Tapi aku belum tahu pasti mengapa ia juga menolak acara disini."
"Atau dia tidak menyukai kota Bandung"
"Aku tidak menemukan jawaban atas pertanyaan itu. Tidak menyukai Bandung?"
Roseline bertanya kembali padaku, dengan memiringkan kepalanya seperti mencari jawaban atas pertanyaanku yang tidak bisa ditemukan. Mungkin Mr.Pande itu memiliki jadwal yang padat, dan itu bertabrakan dengan acara amal ini.
"Membuka luka lama," Roseline mengucapkan kalimat lebih lirih, namun cukup terdengar oleh telingaku.
"Apa?"
"Entahlah, aku tidak yakin. Kupikir adikku itu pernah bercerita, hanya saja aku lupa apa yang dia ceritakan," jawabnya diakhiri dengan senyum ringisan. Sekarang aku tahu darimana senyum jahil gadis kecil, Caca, tentu saja dari ibunya. Aku menggelengkan kepala, lucu sekali.
"Kau tidak berminat megikuti salah satu workshop stand craft, Bell?"
"Aku tidak mahir dalam hal itu," jawabku sedikit malu.
"Biar kuajarkan. Ayo ikut aku"
Tangan kiri Roseline menarik lenganku, sedangkan tangan kanannya digunakan untuk menggeondong Caca. Kami melangkah menuju stand yang dimaksud oleh Roseline. Ada beberapa peserta dan pengunjung yang sedang membuat suatu kerajinan, aku tidka tahu namanya, tapi itu terlihat menarik.
"Kau tahu kenapa namanya Art and Craft?"
Roseline bertanya dari samping kananku yang kujawab dengan menggelengkan kepala.
"Sebenarnya aku lebih menyukai craft, sedangkan adikuu, Pande, lebih menyukai hal-hal yang berbau dengan lukisan"
"Jangan katakan jika acara ini adalah milikmu?" aku bertanya dengan sedikit terekejut. Lagi-lagi senyuman jahil itu yang dia berikan.
"Wahh, aku yakin kau pasti pandai membuat kerajinan seperti ini," aku mengambil salah satu kerajinan vas bunga dari kancing baju.
"Ya begitulah"
Kami duduk disalah satu meja kosong stand kerajinan stik eskrim. Roseline mengajariku membuat kerajinan sederhana miniatur rumah panggung dari stik eskrim. Ia menjelaskan setiap prosesnya dengan sangat baik. tidak ada nada kesal ketika aku melakukan kesalahan merekatkan stik yang telah disusunnya. Roseline memiliki sifat mentoring yang menyenangkan. Sedangkan Caca sibuk mengikat stik eskrim yang akan kamu susun dengan menggunakan karet gelang.
"Kok diikat sih, Ca, stik eskrimnya?"
"Berantakan, Mamaa"
"Kan memang mau dipakai, Ca, yang berantakan. Kalau sudah disusun jadi rumah nanti juga enggak. Kamu ini"
Si gadis kecil, Caca, menautkan kedua lengannya di depan dada. Kurasa ia sedang kesal dengan jawaban ibunya. Menggemaskan sekali.
Kami menikmati acara amal ini hingga menjelang senja. Kami berpisah di halaman parkir, Roseline dan Caca akan pergi terlebih dahulu untuk berbelanja.
Memasuki mobil, tiba-tiba saja melintas tentang dirinya. Ketika kami pergi bersama ke American National History Museum. Ia pernah mengatakan bahwa sangat senang berkunjung ke museum yang terletak di Manhattan itu. sebuah kompleks yang terdiri dari 27 bangunan yang saling berhubungan dan memiliki empat puluh lima aula pameran, satu aula planetarium dan satu ruang perpustakaan. Ia sangat menyukai bagian aula planetarium, akupun juga begitu.
Tapi itu adalah masa lalu, aku lebih menyukai alam dengan hijau daun muda hingga tua dan menguning. Aku tahu, ketika aku mengingatnya, maka aku akan menyesal.