Misal dan Bagaimana.

Keterdiaman Adira menjadi bukti bisu bahwa semuanya kini sedang tidak baik-baik saja. Beberapa kali Aditya mengajaknya berbicara, tetapi selalu berujung dengan obrolan buntu. Gadis itu menggigit bibir bawahnya gusar, menundukkan kepala sembari memainkan ujung pakaiannya.

Aditya menghela napas, meraih ponsel Adira yang sedari tadi dipandang gadis itu dengan tatapan nanar. Ketika benda pipih tersebut ditarik dan sampai ke tangan Aditya, Adira bahkan tidak mengubah ekspresinya.

Laki-laki itu tahu pola layar kunci pacarnya, yang memang hampir beberapa tahun ini tidak pernah diganti. Iya, sejak mereka mulai kenal empat tahun lalu, perginya Adira ke Polandia, hingga kembalinya gadis itu ke pelukannya.

Itu adalah tarikan garis yang tidak begitu sulit untuk dihafal.

"Apa ada sesuatu yang ganggu pikiran kamu akhir-akhir ini?"

Yang didapatkan Aditya adalah bisu sebagai jawaban. Adira bahkan tidak mau mengangkat kepalanya barang sebentar.

"Ra..." Diraihnya jemari gadis itu, mengusap punggung tangannya lembut. "Tell me,"

"Semisal kejadian itu terulang dan aku pergi lagi, apa yang bakal kamu lakuin?"

Adira baru mengangkat kepalanya, tatapan kosong yang menusuk Aditya tepat di mata sekaligus relungnya. Kosong, meskipun dapat dia lihat setetes tirta bening itu mengalir pelan di pipi.

"If I'm the reason of your leaving, I won't ask you to stay."

"Kamu tahu? After having you back in my life, I have decided not to leave and letting you go eventhough it hurts me. I'll keep you stay."

"Gimana kalau aku yang maksa untuk tetap pergi?"

"Aku akan ikut kemanapun kamu pergi, seperti kemarin,"

"Gimana kalau Adiel kembali dan aku lebih memilih untuk sama dia daripada kamu?"

Aditya terdiam sejenak, mencerna pertanyaan yang dilontarkan Adira dalam satu helaan napas itu. Ditariknya sudut bibir membentuk senyum tipis, genggaman tangannya semakin erat.

Laki-laki itu lalu menjawab, "I'll let you go then."

Sepertinya, bukan itu jawaban yang Adira ingin dengar. Dan ternyata, bukan kalimat itu yang sebenarnya Aditya ingin katakan.

Jika boleh egois, maka dia akan tetap meminta Adira untuk tinggal, seperti yang dikatakannya tadi. Meskipun menyakiti, asal ada Adira, semua akan tetap baik-baik saja.

Adira menutup matanya, sesak di dada semakin menjadi-jadi setelah Aditya melepas genggaman tangannya.

"Aku biarin kamu pergi, karena aku tahu bahagiamu ada di sana," kata Aditya, dengan senyum yang bahkan belum dilunturkannya dari tadi.

Senyum yang menghangatkan, namun menusuk setiap sudut hati dan pikiran Adira.

"Kamu tahu, itu bukan jawaban yang aku mau."

"Semua jawaban dari aku pada akhirnya akan tetap buat kamu pergi, kalau dia benar-benar kembali."

"Katanya kamu ingin ikut kemanapun aku pergi,"

"Kalau sudah bersama Adiel, kewajibanku tergantikan, Ra."

"Kewajiban menjagaku?"

Aditya mengangguk sebagai jawaban.

"Sebenarnya, dengan siapa tuan putri akan merasa aman dan baik-baik saja?"

"Dengan pangerannya, dan posisi itu bukan lagi dengan namaku."