Ke esok harinya, cuaca sepertinya tak mendukung untuk keberangkatan Laudir.
Laudir bangun dari kasurnya dan menuju kamar kecil.
"selamat pagi nona" sapa pelayan dari depan pintu kamar Laudir.
Laudir hanya mengangguk kemudian masuk ke kamar kecil.
"apa Laudir sudah bangun?" tanya pria tua itu sambil mmembaca koran.
"sudah tuan"
Setelah beberapa jam, Laudir pun turun dari lantai atas.
"keberangkatan mu pukul 10:00, jadi bersiaplah" ujar ayah sambil menikmati sarapannya.
Laudir hanya mengangguk sambil menatap sarapannya.
Verga sedari tadi hanya menatap cangkir kosong itu.
"woi! Ngapain lo?" kaget Davin.
Namun Verga hanya menatap dengan tatapan lesu.
"lo pasti mikirin cewek itu kan?" tanya Davin.
Verga hanya mengangguk.
"yah, mau gimana lagi itu udah perintah ayahnya" jelas Davin sambil
menepuk pelan pundak sahabatnya itu.
Verga menghela nafas panjang, lalu menyandarkan kepalanya pada kursi kerja.
"kenapa gue ngak ikhlas ya kalau dia pergi?" rintih Verga.
"itu karna lo suka sama dia" ujar Davin santai.
Verga hanya menatap bingung.
"hah, Ver kalau lo ngerasa berat saat seseorang ingin pergi, itu tandanya lo suka sama orang itu" jelas Davin panjang lebar.
"e-entahlah, aku ingin keluar" ucapnya sedikit gugup.
Melihat tingkah sahabatnya seperti itu, membuat seorang Davin tertawa hebat.
"yah ela malu lo!" teriak Davin sambil tertawa.
Verga pun masuk ke mobil dan pergi dari kedai itu.
Selama perjalanan Verga terus saja memikirkan apa yang di katakan oleh Davin tadi.
"apa benar gue suka sama gadis dingin itu?" tanyanya pada diri sendiri.
Bandara soekarno-hatta
"sesampainya di sana, ayah akan menyuruh kakakmu untuk menjemput" tukas ayah.
Namun Laudir hanya dia dan tak menghiraukan perkataan ayahnya.
"jangan sampai kau mempermalukan ayah dan ibu lagi, mengerti?" ancam ibu.
Lagi-lagi Laudir tak menggubris, ia langsung membawa koper dan berjalan masuk ke bandara itu.
Ayah dan ibu hanya bisa menghela nafas melihat tingkah anaknya.
Dengan fashion korea dan earphone yang terpasang di kedua telinga itu, membuat gadis berumur 17 tahun itu di pandangi banyak orang.
"selamat pagi, boleh tunjukkan tiket terbangnya?" sapa Ground Staff itu.
Laudir pun menujukkan tiket penerbangan.
"apa kita tak terlalu kejam suami ku?" tanya wanita tua itu pada suaminya.
"ini yang terbaik untuknya" jawabnya sambil mengecek berkas-berkas.
"aku hanya takut ayah marah bila kita seperti ini, dan akan mengambil Laudir dari kita" cemas ibu.
Laudir adalah kewarganegaraan Korea Selatan, tapi karna perkerjaan bisnis ayah membuat mereka harus pindah ke Indonesia.
"tenanglah" ucap ayah menenangkan ibu.
Pukul 10:00
Pesawat pun mulai terbang meninggalkan Indonesia.
Laudir menatap arah luar melalui jendela.
"apa kau tak takut melihat kearah luar?" tanya seorang pria disebelahnya.
Laudir hanya menggeleng pelan.
"dari mana aja lo?" tanya Davin yang melihat Verga baru datang.
"cari angin" ujarnya sambil berbaring di kursi kedai itu.
"galau lo?"
Mendengar hal itu, Verga pun bangun dari baringnya.
"apa gue suka dengan cewek itu?" tukas Verga secara tiba-tiba.
"uhm?"
"ngak" ucap Verga sambil meremas rambutnya.
"kalau emang lo suka sama dia, yah kejar" usul Davin.
Plak! Verga memukul pundak Davin dengan sangat kuat.
"yak! Sakit bego!" teriak Davin.
"bodoh amat! Lo gila ya? Gimana caranya gue kesana? Naik delman? Yak gila lo!" ujar Verga mengomel panjang lebar.
"yah kan gue kasih saran!"
"saran lo gila!" Verga pergi dari kedai itu.
"tuh anak sensi amat?" batin Davin sambil memegang pudaknya yang di pukul oleh sahabatnya itu.
Matahari telah bersembunyi, dan Bintang pun telah bertaburan di langit.
"selamat malam, ini makan malamnya" pramugari itu memberi makan malam pada Laudir.
Laudir hanya mengangguk saja.
Di saat semua penumpang pesawat sedang menikmati makan malamnya, Laudir hanya memandang makanannya itu dengan tatapan kosong.
"kenapa ngak di makan?" tanya pria di sebelahnya itu.
Namun, Laudir hanya diam dan tak menjawab pertanyaan dari pria itu.
"sungguh wanita aneh" rintih pria itu pelan.
"lihat makananmu, bukan saya" ujar Laudir karna tau pria itu sedang menatapnya.
"ah?" pria itu langsung mengalihkan pandangannya.
Tak terasa senyuman manis keluar dari bibir gadis berambut bergelombang itu.
Verga membaringkan tubuhnya di kasur empuknya, ia menatap langit-langit apartemen itu dengan tatapan kosong.
"kenapa gue mikirin dia terus?" desah Verga bingung.
Tiba-tiba ponsel miliknya berdering kuat.
"ah, mengganggu saja" desah Verga kesal saat melihat sang ayah menelepon.
"hallo?"
"besok datanglah ke rumah" tukas pria tua dari telepon itu.
"aku sibuk" jawabnya dingin.
"ini menyangkut kakekmu" ucap ayah lalu mematikan panggilan.
Verga melempar ponselnya dengan kasar.
"mau apa mereka!" marahnya.
22:00
Pesawat telah mendarat di kota Kanada.
"sini, biar aku yang bawa" ujar wanita berumur 22 tahun itu.
Laudir hanya mengangguk pelan.
Verga mulai beranjak dari kasurnya dan menuju kamar kecil untuk bersiap-siap.
"wis, tumben lo rapi" tukas Davin yang sudah di depan pintu kamarnya.
"lo? Sejak kapan lo masuk!" kesal Verga.
"baru, tadi" jawabnya santai.
Verga mendekati Davin, dan langsung memukul pundaknya.
"yak! Sakit bego!" teriak Davin.
"bodoh amat" ujar Verga, lalu pergi dari hadapan sahabatnya itu.
"gila tuh anak!" rintih Davin.
Selama perjalanan Laudir hanya diam saja.
"bagaimana kabar ayah?" tanya Yuka.
"baik"
"apa kau marah pada ayah?" ujar Yuka sambil fokus menyetir.
Laudir hanya tersenyum sinis mendengar itu.
"unnie sudah tau seperti apa ayah" jawabnya dingin.
"baiklah, aku tak akan membahas itu" ucapnya sembari tersenyum.
Verga sedikit gugup untuk masuk ke rumah mewah itu.
"huh, gue pasti bisa" desahnya.
Verga pun mulai memasuki rumah mewah dan megah itu.
"selamat pagi Tuan" sapa pengawal rumah itu.
Verga hanya mengangguk, kemudian masuk ke rumah megah itu.
Verga pun langsung menuju ruang makan.
"kau sudah datang nak" ujar wanita tua itu sambil memeluk anak laki-lakinya itu.
Verga membalas pelukan ibunya itu.
"mari duduk, ibu sudah buatkan makanan kesukaanmu" tukas ibu.
"makasih ya ma" ucap Verga sambil memegang erat tangan ibunya.
Sesampainya di apartemen, Laudir pun langsung membaringkan tubuhnya pada kasur yang sudah sangat ia nanti-nanti sedari datang.
"suasana yang sejuk" desah Laudir sambil menarik nafas panjang.
"apa kau lapar?" tanya Yuka pada adiknya itu.
"lumayan"
"kajja! Kita makan" ajak Yuka dengan semangat.
Laudir pun sedikit tersenyum melihat tingkah kakaknya itu.
"mau pesan apa?" tanya Yuka sambil melihat menu di restoran itu.
"pasta iloilo" jawab Laudir.
"uhm? Bukannya kau tak bisa makan udang?" ujar Yuka sedikit bingung.
Laudir tertawa mendengar perkataan kakaknya itu.
"bukankah itu oppa? yang tak bisa makan udang" tukas Laudir tertawa.
"ah, aku lupa hehe.."
Tak terasa sebuah senyuman lebar keluar dari bibir gadis berambut ikal itu.
"bagaimana kedaimu?" tanya pria tua itu sambil sibuk membaca berkas.
"baik" jawab Verga sambil menikmati sarapan.
"lanjutkan perusahaan ayah" ujarnya dan sontak membuat Verga berhenti menyuapi makanan.
"aku tidak bisa" jawabnya dengan nada dingin.
Mendengar hal itu, sang ayah sangat marah dan menepuk meja makan dengan sangat kuat.
"kau ini anak satu-satunya! Tapi tidak bisa membanggakan orang tua!" teriak ayah pada Verga.
"aku ini manusia ayah! Bukan robot yang bisa kau suruh-suruh!" tukas Verga dengan mata memerah menahan tangis.
"kau!" pria tua itu memukul pipi anak laki-lakinya itu dengan sangat kuat.
Verga hanya tersenyum.
"aku kira ayah sudah berubah. tapi, ternyata salah kau tetap saja menganggap aku seperti budak" ucap Verga lalu pergi dari hadapan ayahnya.
"nak tunggu!" cegah ibu.
Wanita tua itu menghampiri putranya.
"tenanglah, kau tau ayahmu seperti apa kan?" ujar ibu sambil menangis.
Verga hanya diam saja dan tak menjawab perkataan ibunya.
"kakekmu akan datang dari Kanada, ibu mohon tetaplah disini untuk sementara" pinta ibu dengan lembut.
"aku ingin istirahat" tukas Verga lalu pergi ke kamarnya.
Selesai menikmati makan malam, Laudir pun beristirahat.
Laudir hanya menatap kosong langit-langit apartemennya.
"kau belum tidur?" tanya Yuka yang tiba-tiba sudah berada di depan pintu kamar Laudir.
"belum" jawab Laudir sedikit kaget dan bangun dari baringnya.
"nih, unnie buatkan susu hangat untukmu" Yuka memberikan susu hangat pada Laudir.
"aku tidak suka susu" tolaknya.
"uhm? Aneh sekali, padahal kau dulu sangat suka susu apalagi susu cokelat" tukas Yuka sedikit bingung.
"aku lebih suka kopi pahit" ucap Laudir dan membuat sang kakak sedikit terkejut.
"apa itu karena ayah" tanya Yuka dengan pelan.
Laudir sempat tersenyum dengan pertanyaan kakaknya itu.
"bukan, hanya saja itu sesuai dengan kehidupan ku" jawabnya sambil tersenyum memandang langit-langit apartemen itu.
Yuka menarik tubuh adiknya itu dan memeluk erat.
"maaf, karna kau harus merasakan yang kami rasakan dulu" ujar Yuka dengan suara yang sudah mulai serak menahan tangis.
Tak terasa, air mata Laudir pun sudah mengalir begitu deras.
"aku tak apa, sungguh" rintih Laudir kecil.
Yuka mulai melepaskan pelukannya dan menghapus air mata adiknya.
"baiklah, mari unnie buatkan kopi pahit yang spesial untukmu" tukas Yuka sembari tersenyum.
Laudir pun mengangguk sembari tersenyum.
Verga hanya diam sambil menatap layar ponsel miliknya.
"permisi Tuan Verga, Tuan besar memanggil" tukas pelayan itu dari luar kamar.
"saya akan turun" jawabnya.
Setelah beberapa menit Verga pun turun.
"kau sudah sangat dewasa Verga" ucap pria paruh baya yang duduk di kursi roda itu.
Mendengar sumber suara itu, ia pun menghampiri sang kakek.
"kakek apa kabar?" ujarnya sambil mencium tangan pria tua itu.
"baik"
Mendengar hal itu Verga pun tersenyum.
Keluarga Verga sedang menikmati makan siang bersama sang kakek, Verga begitu senang saat mengobrol dengan kakeknya sampai ia lupa akan insiden tadi pagi.
"Verga" panggil kakek dan membuat Verga mengurung kan niatnya untuk menyuapi makanan.
"ada?"
"mari kita pindah ke Kadana dan melanjutkan perusahaan keluarga kita" pinta sang kakek.
Verga terdiam saat mendengar permintaan kakeknya itu, ia sebenarnya sangat benci bila harus melanjutkan perusahaan yang telah membuat masa remaja terbuang sia-sia itu. Tapi, ia tak bisa menolak jika permintaan Itu sang kakek.
"baiklah" jawab sembari tersenyum.
Ayah dan ibu Verga pun tersenyum saat anak laki-lakinya itu setuju untuk melanjutkan perusahaan keluarga mereka.
Selesai makan siang Verga pun menuju kedai kopinya.
"datang juga tuh anak" tukas Davin saat melihat Verga baru memasuk ke kedai kopi itu.
Verga pun menyadarkan kepalanya pada kursi kerjanya.
"nih anak udah ngak bantu malah enak-enak, yang punya kedai gue apa lo sih" ujar Davin mengomel.
Verga pun menatap sahabatnya itu begitu lama dan membuat Davin sedikit ketakutan.
"kedai ini akan jadi milik lo" ucap Verga sambil mengalihkan pandangannya.
"a-apa? Maksud lo?" tanyanya sedikit kaget.
"kakek nyuruh gue untuk melanjutkan perusahaan keluarga gue" jelas Verga begitu frustasi.
"wis, akhirnya jadi Tuan Verga" tukas Davin menggoda.
Verga hanya menatap sahabatnya itu dengan tajam.
Kring~~ alarm berbunyi sangat kuat di kamar gadis berambut bergelombang itu.
Laudir pun bangun dari tidurnya dan menuju kamar kecil untuk bersiap-siap.
Laudir menatap dirinya dari cermin meja riasnya.
"aku pasti bisa" ucapnya pada diri sendiri.
Setelah beberapa jam akhirnya Laudir pun keluar dari kamarnya.
"kau sudah siap? Unnie sudah buatkan sandwich untukmu" tukas Yuka yang sedang sibuk memeriksa berkas-berkas.
Laudir hanya mengangguk sembari tersenyum dan langsung melahap sandwich buatan Yuka itu.
"bagaimana? Enak?" tanya Yuka dengan nada penasaran.
"nde" jawabnya sambil tersenyum.
Mendengar hal itu Yuka pun merasa lega.
"seperti aku tak bisa menjemputmu saat pulang sekolah, tak apa?" hari ini Yuka ada pertemuan dengan para client di perusahaan.
"iya, aku bisa pulang sendiri" ujar Laudir.
"benarkah?"
"unnie, aku juga lama tinggal di Kadana aku tau semuanya" jelas Laudir pada kakaknya itu.
"baiklah, ternyata Laudir ku sudah besar" tukas Yuka sambil mengelus rambut adiknya itu.
Sesampainya di sekolah, Laudir langsung menuju ke ruangan guru.
"kau Kim Laudir?" tanya wanita yang belum terlalu tua itu.
Laudir hanya mengangguk pelan.
"mari saya antar ke kelas" ujar wanita itu lalu berjalan duluan.
Mereka pun sampai ke kelas.
"permisi Mr Stevan, ada murid baru" ucap wanita itu pada pria yang sedang mengajar di kelas itu.
"kau?" tukas Stevan sedikit keget melihat Laudir.
Laudir hanya menaikkan satu alis bingung.
"ada apa Mr?"
"ah? Tidak, silahkan masuk" tukas Stevan.
"perkenalkan diri kamu" suruh Stevan.
"namanya saya Kim Laudir" ucap Laudir dingin sambil memasukan kedua tangannya kedalam kocek coat.
"sudah?" tanya Stevan bingung.
Laudir hanya mengangguk, lalu pergi ke kursi kosong.
"wanita aneh" batin Stevan melihat tingkah murid barunya itu.