Secangkir Kopi Pahit (Bab Xi)

Kring kring~~

Laudir pun terbangun dari lelapnya.

"hah! pasti aku menangis sangat hebat" rintih Laudir memegang kepalanya yang terasa sakit.

Saat hendak bangun dari tempat tidurnya, tiba-tiba Yuka masuk ke kamar membawa segelas susu hangat untuk Laudir.

"unnie?"

"ini, unnie buatkan susu hangat untuk kamu" ujar Yuka sambil memberikan segelas susu hangat itu.

Laudir pun mengambil gelas itu dari tangan Yuka, dan mulai meminum secara perlahan.

"bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Yuka duduk di sebelah Laudir.

Laudir menghembuskan nafasnya panjang.

"sudah mulai membaik" tukasnya tersenyum.

Yuka pun nampak lega setelah mendengar itu.

"siap-siaplah, sebentar lagi sudah waktunya berangkat sekolah" suruh Yuka.

Laudir pun mengangguk sembari tersenyum.

Setelah beberapa menit Laudir pun keluar dari kamarnya.

"kau yakni tak mau sarapan?" tanya Yuka.

"ngak usah aja, aku udah telat apalagi ada kelas tambahan sebelum mulai sekolah" jawab Laudir sibuk memasang tali sepatu.

"kelas tambahan?"

Laudir mengangguk, kemudian berdiri.

"ayah memasuki ku ke kelas tambahan bisnis" jelas Laudir.

Karna ayah hanya memiliki kedua orang Putri, mau tidak mau mereka harus mengikuti apapun yang di perintah oleh ayahnya. Yah, seperti belajar tentang bisnis, karna mereka yang menggantikan posisi ayah mereka sebagai pemilik perusahaan keluarga.

"tidak hanya denganku, kau malah terjebak juga" ucap Yuka merasa malas.

Laudir hanya tertawa kecil mendengar hal itu.

"ayo unnie!" ujar Laudir ceria.

Yuka nampak sangat bahagia saat melihat raut wajah ceria adiknya itu.

Mereka pun sampai ke sekolah Laudir.

"unnie hari ngak kerja?" tanya Laudir.

Yuka menggeleng pelan.

"seharian kemarin aku sudah banyak bertemu klien, jadi aku ingin istirahat hari ini" tukas Yuka panjang lebar.

Laudir mengangguk paham.

"kalau begitu aku turun, bye unnie!"

Akhirnya pesawat telah mendarat di Kanada.

Setelah turun dari pesawat, Verga pun langsung menuju bagasi untuk mengambil barang-barangnya.

"huh, akhirnya sampai juga" gumam Verga melihat kota Kanada.

Verga pun memanggil salah satu mobil taxi dan langsung menuju apartemen yang telah disiapkan untuknya.

Setelah beberapa jam, akhirnya Verga pun sampai ke apartemen itu.

"selamat pagi, ada yang bisa kami bantu?" sapa resepsionis apartemen itu.

"pagi, kalo ngak salah atas nama Verga Wijaya" ujar Verga tuduh poin.

"oh baik, ini kuncinya pak"

Verga pun langsung menuju lantai 3.

Saat sudah sampai pada kamar, sepertinya Verga nampak kesulitan saat membuka pintu kamar.

"perasaan di Jakarta enggak sesusah ini" kesal Verga saat pintu apartemen miliknya tak bisa dibuka.

Gimana pintunya bisa terbuka, Verga menempelkan kartu yang terbalik.

Untung saja ada Mbak-mbak yang lewat, Verga pun memanggil dan meminta tolong.

"maaf Mbak, bisa minta tolong?" pinta Verga dengan ramah.

"ada apa?" wanita itupun membalikkan tubuhnya, dan betapa terkejutnya Verga saat melihat siapa wanita itu.

"Y-Yuka?"

Yuka hanya terdiam sejenak.

"ada apa?" ulangnya lagi.

Verga yang masih terpaku melihat Yuka pun, mengalihkan pandangannya.

"eh, b-bisa bantu bukan pintu ini?" tukas terbantah-bantah.

Yuka pun hanya mengangguk dan mengambil kartu itu dari tangan Verga, lalu membalikkan kearah yang benar.

"kok gue bego banget sih!" batin Verga saat sadar kartunya dari tadi terbalik.

"sudah" ujar Yuka lalu pergi.

"terimakasih!" ucap Verga dan membuat langkah Yuka terhenti.

Yuka membalikkan badannya, kemudian mengangguk dan pergi.

Yuka langsung menutup pintu apartemennya, dan langsung memegang dadanya dengan erat.

"kenapa terasa panas sekali?" rintihnya saat hatinya merasa panas bertemu dengan Verga.

Verga pun masuk kedalam apartemen, ia mendudukan dirinya di sofa apartemen itu.

"hah, kenapa harus bertemu dengannya?" desah Verga sambil menatap langit-langit apartemen itu.

Tak lama, ponsel genggamnya pun berdering.

"hallo?" sapa ibu dari balik layar ponsel.

"iya bu, Verga baru aja sampai apartemen" jawab Verga dengan lembut.

"syukurlah, kamu udah makan?" tanya ibu.

Verga sempat tersenyum saat mendengar seperti ibunya sedang sangat khawatir.

"belum bu, ini bentar lagi Verga pergi untuk makan" ujar Verga menenangkan ibunya.

"baiklah, nanti ibu telepon lagi oke?" tukas ibu lalu mematikan panggilan.

Verga pun tersenyum manis, ia pun berniat ingin pergi untuk mencari makan siang.

Di sekolah Laudir terus saja melamun menatap arah luar melalui jendela kelas.

"kim Laudir? Kau baik-baik saja?" bisik Kim Hye Si menepuk bahu Laudir pelan.

Laudir sempat terkejut dan menoleh pada sumber suara tersebut, ia hanya mengangguk pelan.

Staven yang meresa Kim Laudir tak mendengarkan penjelasannya itu, ia pun memanggil Laudir.

"Kim Laudir" panggilnya.

Laudir menaikkan satu alis.

"kemarilah" perintahnya.

Laudir sempat ragu, namun mau tak mau ia harus maju karna itu perintah.

"ada apa?" tanyanya dingin.

Steven memberikan spidol pada Laudir.

"lanjutkan ini" suruh Stevan.

Laudir pun mengangguk, kemudian mulai mencoret papan tulis itu.

Stevan sangat terkejut saat melihat Laudir bisa melanjutkan apa ia jelaskan dari tadi.

"dia tidak mendengar saat aku sedang menjelaskan, tetapi dia bisa mengingat apa yang belum sempat aku jelaskan" batin Stevan saat melihat Laudir yang sedang fokus menulis itu.

"sudah" ujarnya santai, lalu mengembalikan spidol itu pada Stevan.

Stevan hanya terpaku diam.

"Mr Stevan? Mr baik-baik saja kan?" tanya salah satu murid.

"ah? i-iya mari kita lanjut"

Saat jam istirahat tiba, semua siswa keluar untuk makan siang.

Laudir memilih tempat duduk yang paling ujung dan paling jauh dari keramaian.

"aku boleh gabung?" tanya Kim Hye Si pada Laudir.

Laudir yang sedikit kaget itu mengangguk pelan.

"gomawo" gumam Kim sembari tersenyum.

Namun saat mereka sedang asik makan, tiba-tiba sosok pria berparas Korea itu lewat didepan mereka.

"itu bukannya Jung Verton ya?" tukas Kim melihat sosok pria tersebut.

Laudir hanya mengangguk sambil tetap fokus pada makanannya.

"kamu dekat dengan dia kan?"

Laudir mengangguk lagi.

"mau bantu aku ngak?" pinta Kim.

"apa?" ujar Laudir bingung.

"tolong bantu aku untuk dekat dengannya, sebenarnya aku udah lama suka dengan dia dari awal dia pindah kesini, tapi aku ngak berani untuk memulai duluan" jelas Kim panjang lebar.

Laudir sempat terkejut mendengar permintaan dari Kim. bagaimana tidak, Verton adalah orang yang sangat Laudir cintai.

"gimana?" tanya Kim, karna Laudir hanya diam.

Laudir hanya mengangguk sambil meneguk kopi pahitnya.

Kim sangat senang dengan jawaban Laudir.

Di kedai senja, makin hari sangat padat di kunjungi oleh penikmat kopi.

"huh, gara-gara Verga nih gue turun tangan" tukas Davin mengomel.

Tak lama, ada perempuan cantik masuk ke kedai itu dan membuat mata Davin tertuju padanya.

"wow! Asik juga tuh body" batin Davin melihat wanita itu dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"ini kedai kopi senja ya?" tanya Krystal.

"ah? Iya Mbak ini kedai Senja" jawab Davin sambil tersenyum malu.

"besar juga ya cafe kak Verga" gumamnya sambil melihat kondisi kedai itu.

Davin yang tak sengaja mendengar pembicaraan gadis itu langsung bertanya.

"maaf, tadi Mbak nyebut nama Verga ya" ujar Davin.

Krystal mengangguk dengan wajah polos.

"Mbak kenal dengan Verga?" tanyanya.

"aku adiknya" jawab Krystal polos.

"adik? Perasaan Verga anak tunggal" bisik Davin pada dirinya sendiri.

"adik sepupu" jelas Krystal.

Davin mengangguk paham.

"oh iya perkenalkan, nama gue Davin teman baik Verga" Davin memperkenalkan dirinya.

"oh iya satu lagi, gue masih jomblo hehe" sambungnya sambil tersenyum malu.

"iya, tapi aku ngak tanya" ucap Krystal polos.

"ah? i-iya hehehe" tukas Davin sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal itu.

"pesan ice americano ya" ujar Krystal, lalu pergi untuk mencari tempat duduk.

"gue kira adiknya beda, ternyata sama kayak kakaknya" batin Davin kesal sambil melihat Krystal yang sedang duduk menunggu pesanan itu.

Verga pun keluar dari apartemen untuk mencari makan, namun ia tak sengaja bertemu dengan sosok wanita yang dulu sangat spesial di hidupnya.

"hai" sapa Verga dengan canggung.

Yuka cuma mengangguk pelan, kemudian pergi dari hadapan Verga.

"tunggu!" cegah Verga.

Yuka pun membalikkan badannya.

"a-ada apa?"

"a-aku lupa menukar mata uangku, mau bantu aku?" tukas Verga sedikit malu.

Yuka sempat tertawa sedikit saat mendengar penjelasan Verga.

"apa?" tanyanya.

"aku..." belum selesai bicara, tiba-tiba perut Verga mengeluarkan suara yang sedikit kuat.

"sepertinya, cacing di perutmu sudah lapar" ucap Yuka sedikit tertawa, kemudian berjalan duluan.

Verga mengejar Yuka dengan raut wajah malu.

"kau masih ingat jalannya kan?" ujar Yuka melempar kunci mobil pada Verga.

Verga mengangguk pelan, lalu masuk kedalam mobil mewah itu.

"kita mau kemana?" tanya Verga.

"aku lapar, jadi kita makan dulu baru menukar uangmu" tukas Yuka sambil sibuk memainkan layar ponselnya.

Verga pun mulai menyalakan mobil dan mulai melaju.

Setelah berapa menit, mereka pun sampai ke restoran itu.

"kau ingin makan apa?" tanya Yuka sambil melihat-lihat buku menu itu.

"pasta carbonara" pesan Verga pada pelayan itu.

"bukannya kau alergi susu sapi?" ujar Yuka bingung.

"ah, alergi ku sudah lama hilang" jawab Verga dengan sambil tersenyum.

Yuka pun mengangguk paham.

"pasta carbonara 2" pesan Yuka.

"ternyata dia belum berubah" gumam Verga pelan, sambil melihat wajah Yuka yang manis itu.

Laudir pergi ke perpustakaan untuk mencari buku pelajarannya, namun saat sedang sibuk memilih buku, tak sengaja matanya menangkap sosok pria yang sedang membaca buku.

"Verton?" rintihnya pelan.

Verton yang merasa sedang dilihat, langsung menoleh pada sela-sela rak buku itu.

Ia hanya menaikkan satu alisnya, Laudir yang tau bahwa Verton melihatnya langsung cepat-cepat membalikkan badan.

"ah, sial!" desah Laudir sambil menepuk dahinya dengan buku.

Laudir terus saja menepuk dahinya dengan buku itu, namun tiba-tiba tangan seseorang menutup dahinya.

"dahimu sudah memarah" ujar Verton sambil menghalangi buku itu menyentuh dahi Laudir.

Laudir sontak terkejut dan sedikit menjauh dari  Verton.

"aku bukan hantu, kenapa wajahmu seperti itu?" kesal Verton karna Laudir melihatnya seperti hantu.

"maaf"

Verton mengambil buku yang berada di tangan Laudir.

"Dunia Bisnis?" ucap Verton membaca sampul buku itu.

Laudir hanya mengangguk pelan.

"kau sedang belajar tentang bisnis?" tanya Verton.

Laudir hanya mengangguk, kemudian mengambil buku itu dari tangan Verton.

"kau ingin mengambil kuliah bisnis?" tukas Verton.

"bukan urusanmu" jawab Laudir lalu pergi dari hadapan Verton.

Namun saat Laudir hendak pergi, tiba-tiba Verton menahan tangannya.

"aku lupa, bahwa kau menyuruhku untuk menjauh" gumam Verton dengan nada dingin.

Laudir terdiam sejenak mendengar perkataan itu.

"baguslah kalau kamu ingat" ucap Laudir sambil melepaskan genggaman Verton, kemudian pergi dari perpustakaan itu.

Verton hanya menghela nafas kasar, melihat tingkah Laudir.

Yuka dan Verga pun, sampai ketempat tujuan mereka.

"masuklah, aku akan menunggu disini" suruh Yuka pada Verga

Verga mengangguk pelan, kemudian bergegas masuk ke bank itu.

Saat sedang menunggu, ponsel milik Verga berdering di mobil Yuka.

Awalnya Yuka berniat untuk menjawab panggilan itu, namun langkahnya terhenti saat melihat nama penelepon tersebut.

Yuka menjawab tanpa mengeluarkan sedikitpun suaranya.

"hallo? kamu sudah makan nak?" tukas wanita dari layar ponsel itu.

Ternyata yang menelepon Verga adalah ibunya, Yuka hanya terdiam dan tak menjawab pertanyaan itu.

"hallo? Verga?"

Verga yang baru saja selesai itu, dengan cepat mengambil alih ponselnya dari Yuka.

"hallo ma, nanti aku hubungi lagi" ujar Verga lalu mematikan panggilan itu.

Verga yang sadar bahwa Yuka masih terdiam, langsung menoleh pada Yuka.

"kau baik-baik saja?" tanya Verga sedikit gugup.

Yuka masih terdiam dan menjawab pertanyaan Verga.

"sial! pasti dia teringat kejadian itu" desah Verga.

"aku ingin pulang" pinta Yuka dengan nada dingin.

Verga mulai menyalakan mesin mobil dan mulai melaju.

Laudir baru saja sampai apartemen, dan langsung membaringkan tubuhnya di kasur empuknya.

Namun belum lama ia membaringkan tubuhnya, tiba-tiba bel apartemennya berbunyi.

"hah, mengganggu saja" desah Laudir kesal, lalu menuju ruang utama.

Laudir pun membuka pintu itu, dan betapa terkejutnya Laudir melihat sosok di hadapannya.

"unnie?" ujar Laudir sedikit kaget melihat sang kakak bersama sosok pria yang dulu sangat sering ia temui.

"kau? b-bagaimana kau bisa ada disini?" tanya Verga dengan bingung.

"dia adikku" jawab Yuka dengan dingin.

"adik? kamu punya adik?" Verga masih tak percaya dengan apa yang ia dengar.

Yuka mengangguk pelan.

Laudir hanya menatap Verga dengan tatapan dingin.

"yak! k-kenapa menatap ku seperti itu!" ucap Verga sedikit ketakutan.

"bagaimana unnie bisa bertemu dengan dia?" tanya Laudir pada sangat kakak.

"dia tetangga kita"

"kau tidak kaget, bahwa aku dan kakakmu saling kenal?" tukas Verga.

Laudir hanya menggeleng pelan.

"aku sudah tau hubungan kalian, maka itu sebabnya aku selalu datang ke kedaimu" jelas Laudir.

Verga sontak membuka mata dengan lebar, saat mendengar penjelasan dari Laudir.

"kondisikan wajahmu" bisik Yuka dari sebelah Verga.

Verga yang mendengar bisikkan Yuka pun langsung mengkondisikan wajahnya.

"kau boleh pergi" suruh Yuka, lalu menutup pintu apartemen itu.

Verga membaringkan tubuhnya pada kasur empuknya.

"ternyata selama ini dia adik Yuka?"ucap Verga pada dirinya sendiri.

Saat hampir terlelap, ponsel milik Verga bergetar begitu kuat.

"ibu?" rintihnya.

Verga pun mengangkat telepon itu.

"hallo bu?" jawabnya.

"kamu bertemu dengan perempuan itu?" ujar ayah.

"ayah?" tukas Verga sedikit terkejut yang menjawab adalah ayahnya.

"ayah sudah bilang, jangan sampai bertemu dengan gadis itu!" ucap ayah sedikit marah.

Verga mengerutkan keningnya, ia bingung bagaimana ayahnya tau bahwa ia baru saja bertemu Yuka.

"b-bagaimana ayah tau?" gumamnya pelan.

"kamu tak perlu tau hal itu, intinya jangan pernah berhubungan dengan gadis itu lagi mengerti?" ancam ayah.

Verga menghembuskan nafas kasar.

"terserah ayah" jawabnya, lalu memutuskan panggilan itu.

Verga melempar ponselnya ke kasur, dan membaringkan tubuhnya kembali.

"sampai kapan aku akan bertahan?" gumamnya pelan.

Tak terasa mata Verga telah terlelap dalam tidur.

"unnie baik-baik saja?" tanya Laudir.

Yuka yang baru saja selesai mandi, hanya tersenyum mendengar pertanyaan adiknya itu.

"nde, unnie baik-baik saja" jawabnya dengan lembut.

Laudir pun menghela nafas lega.

"bagaimana, kau sudah tau ingin masuk universitas mana?" sambung Yuka.

"ayah sudah memilih beberapa universitas, lusa aku akan melakukan ujian" ujar Laudir pasrah.

Yuka mengelus kepala adiknya itu.

"maaf, kau harus merasakan apa yang dulu aku rasakan" tukas Yuka pelan.

Laudir mengangguk dengan raut wajah sedih.

"kau ingin ingin unnie buatkan kopi pahit?" tawar Yuka, dan mendapatkan anggukan dari Laudir.

Setelah selesai menikmati secangkir kopi pahit, Laudir pun membaringkan tubuhnya di kasur.

Laudir mulai meraih ponselnya, dan menelepon Verton.

"hallo?" jawab Verton.

Laudir hanya diam dan tak mengeluarkan sedikit kata pun.

"ada apa? kenapa kamu tidak bicara?" tanya Verton dengan bingung.

tak terasa, air mata Laudir telah jatuh membasahi pipinya.

"aku ingin bertemu" gumamnya sambil menahan tangis.

Verton sangat terkejut dengan permintaan Laudir.

"untuk?"

"besok kau akan tau" tukas Laudir, lalu mematikan panggilan itu.