Malam Pertama

"PS VR  nya kan hanya ada 1, bagaimana cara kita pakainya ber empat nanti?" Tanya ku

"Hm?, PS ku bisa sampai 7 orang kok"

"Ngeri njir"

Tak lama kemudian Harto bangun.

"Lah kok bisa bangun? Padahal belum 2 jam"

"Hm? Ada apa?"

Dia lalu menggaruk punggungnya.

""Aaargh!!"" Teriak aku dan Ira.

"Hmm?"

Kami berjalan dan melihat ke punggungnya dan luka nya sudah sembuh.

""Hah??""

Aku dan Ira terdiam.

"Pisau yang tadi mana?, Kita coba tusuk lagi" ucap Ira.

"Eh jangan asoo" ucap Harto.

Kami berempat kemudian memakai VR itu.

"Ok, kalian siap?"

""Ya""

Tiba tiba mataku melihat nama nama perusahaan lalu tiba tiba di lapangan luas.

"Uhuuuuuy" ucap Harto.

Aku melihat karakter nya seperti om om brewokan, dia berlari lurus dan kemudian dia terpental.

"BODOH!! Kalau VR nya rusak kamu mau ganti??"

"Aduh duh"

"Haaah..."

Aku melihat ke tanganku ada pedang kayu.

"Hmm... Ini sensor kita?" Ucap ku sambil mengayunkan pedang itu.

"Iya"

Aku melihat ke arah Sika, dia menjadi wanita pemburu dengan panah.

Dia terlihat sedang membidik sesuatu, lalu dia melepas panah nya dan anak panah nya melesat dan mengenai boneka jerami yang terletak agak jauh.

"Woaaah hebat" ucap Ira sambil menyeret Harto ke barisan.

Tiba tiba VR kami mati.

Aku melepas VR ku dan melihat ruangan menjadi redup.

"Cih, mati lampu, Rein bantu aku" ucap Ira.

Aku mengikuti dia ke belakang rumah nya.

"Bentar aku ambil bensin dulu"

Aku melihat generator.

"Haah...."

Dia kembali membawa dirigen kecil.

Dia menuangkan isi itu ke tangki generator.

"Ok lakukan"

"Iya"

Aku menarik tali di generator itu, hampir 30 kali baru generator itu baru nyala.

"Sip, kita tunda dulu main VR nya"

Kami masuk ke rumah lagi.

"Soal mati lampu kurasa aku tahu penyebab nya" ucap Sika.

Dia memperlihatkan hp nya, dia membuka aplikasi medsos dan terlihat kabel kabel listrik yang terputus.

"Sepertinya ini karena burung merah yang tadi siang"

Kami melihat ke jendela, dan langit sudah agak malam.

Dia ke salah satu kamar dan keluar membawa se ember ayam drumstick.

"Makan dulu, sosis nya si Rein kurang bikin kenyang"

Saat kami makan Sika melontarkan 1 pertanyaan.

"Kita kok bisa tenang begini?, Di tv maupun medsos pada panik"

""...""

"Mungkin karena senapan nya si Ira dan kucing mu?" Ucap Harto.

Setelah agak malam kami tidur, tenang Sika dan Ira di kamar khusus.

"Aku tidak terbiasa tidur dengan baju sekolah"

"Haah..... Hmm?"

Kami mendengar suara yang berisik.

Kami melihat keluar dan mungkin ribuan zombie berjalan, ada beberapa orc juga, dan zombie berlarian di dinding dan pagar.

"Wah.."

Kami langsung pergi ke kamar Ira dan Sika.

"Cepat bangun!!"

Kami melihat Ira dan Sika sedang duduk di melihat ke arah jendela.

"Kita semua naik ke atas atap" ucap Ira.

Dia berjalan keluar dan mencari cari sesuatu di dinding.

Dia kemudian mendorong dinding itu lalu dinding itu berputar.

"Cepat ke sini"

"..."

Kami mengikuti dia, mataku melihat komputer khusus mining.

Dinding itu dia tutup kembali lalu dia menarik tali.

Laku sebuah tangga gantung terguling ke bawah.

Dia naik duluan lalu kami menyusul.

Setelah tiba di tempat seperti gudang kecil dia menurunkan tuas kecil dan lampu langsung mati semua.

"Kita sembunyi dulu di loteng ini"

Ada jendela kecil di ujung loteng itu, aku mengintip dan melihat para goblin dan orc memasuki 1 1 rumah yang bercahaya.

"..."

"Untung barang barang kalian sudah aku taruh di sini sore tadi" ucap Ira.

Kami ber empat teringat sesuatu lalu segera mute hp kami.

"Hiuuh"

Tiba tiba HP Harto berdering.

"Papa?"

Dia mengangkat telepon itu.

"Halo papa, kamu selamat???"

"Maaf kan aku To, ayah tidak akan pernah bisa bertemu dengan mu lagi"

"Maksud papa apa!?"

"Papa menemani pak presiden ke pulau karangtina, tapi saat tiba di sana tiba tiba ribuan monster aneh menyerang, ayah kebetulan berhasil kabur, dan sekarang ayah bersembunyi di tempat aman"

"Pulau karangtina!? Itu dimana!?, Aku dan teman teman ku akan menjemputmu!!"

"Selamat tinggal anakku"

Tiba tiba terdengar suara ledakan dan sambungan telepon itu hilang.

Harto menjatuhkan hp nya lalu terdiam.

"...."

"Dinas luar kota tapi menemani presiden??, Kamu bahkan tidak pernah memberitahukan apa pekerjaanmu yang sesungguhnya"

"Tapi aku tahu" ucap Ira.

Dia mengambil HP nya.

"Ini profil ayahmu"

Terlihat foto ayahnya Harto, serta nama lengkap, dan pekerjaannya.

"Di rahasiakan?" Ucap Sika

"Benar, jika kita cari di artikel artikel internet, ada kemungkinan, ayahmu adalah ajudan rahasia presiden yang sering digosipkan"

"...."

Harto terlihat ingin tertawa, tetapi dia menahannya.

"Apa segitunya sampai anak sendiri pun tidak boleh di beritahu??"

Kami semua terdiam dan hanya terdengar suara seretan dan langkah kaki

Tiba tiba Ira menyemprotkan gas ke kami dan kami tertidur.

Saat sadar kami melihat langit sudah agak cerah dan terlihat Ira yang tertidur.

Tak lama kemudian dia bangun.

"Maaf aku membius kalian" ucap nya

"Kamu membius dirimu juga?" Tanya Sika.

"Iya"

Aku mengucek mataku dan berjalan ke jendela.

Jalanan menjadi sepi, rumah rumah berantakan, bahkan ada yang hangus.

Kami ber empat mengambil barang kami lalu turun.

Saat tiba di ruang tamu, kondisinya sudah hancur lebur.

"Hah!!, 80 juta terbang, dah lah"

Yang menarik perhatian kami adalah tas kain berwarna merah yang ada 4 buah.

"....."

Kami melewati tas kain itu karena ukuran nya yang kecil.

"Ui bonyek!! Jangan kalian abaikan ini tas!!"

Kami melihat kebelakang ada gadis berambut putih itu lagi.

"Lihat ini"

Dia memasukan sebuah panah ke kantong kain yang lebar tapi pendek, dan masuk semua.

"Nih"

Dia melempar kantong itu ke arah Sika, lalu dia memasukan sebuah gada besi ke kantong dan melemparkan itu ke arah Harto.

"Lah punya ku mana?"

"Kau pikir tuh 200 amunisi nongol dari Nirvana??"

"Oooh!!!"

Dia kemudian melemparkan dua kantong itu ke kami.

"Semoga hari kalian menyenangkan"

"Tunggu" ucap Sika

"Hmm?"

"Ini panah?"

"Anak panahnya?, Pikir saja sendiri"

Dia lalu berjalan pergi dan memudar.

"Apa dia juga membantu orang lain?"

"Tanya aja ke dia kalau dia muncul lagi"

Lalu kami membuka pintu kami dan melihat 7 orc sedang duduk di teras rumah seberang.

"Ok, kita lewat pintu belakang saja"

--------------