SYAKIRA POV
aku Syakira Ayuningtyas, aku terbiasa di manja ayah dan ibu, kecuali kakak ku si sosiopat gila buku itu.
melihat bahwa ibu seperti itu membuat ku tak mampu lagi berpikir waras. aku kecewa dengan keputusan runa. dia selalu mengambil keputusan hanya dengan otak dan logika nya. tak pernah ia memikirkan perasaan dan tak pernah peduli pada pendapat orang lain.
sejujurnya, aku lebih rela hidup bahagia walau di atas kebohongan sebuah hubungan, toh itu ayah dan ibu yang menjalaninya. sebagai anak, bukankah sepantasnya aku bahagia, tumbuh dengan gelimang kasih sayang, mungkin itu terdengar egois, tapi itulah adanya yang ada pada pikiran ku. itu komitmen mereka, melalui mereka aku ada, jika aku ada hanya untuk di siakan lalu kenapa mereka membuat ku terlahir, kenapa mereka melahirkan ku hanya untuk melihat kehancuran ini? itulah yang berkecamuk dalam benakku.
ntah kenapa aku merasa puas saat melihat Karuna di pukul ibu, walau aku terkejut tak menyangka ibu yang selama ini lemah lembut mampu mengayunkan tangannya pada putri yang selama ini ia banggakan.
"bagaimana rasanya tamparan ibu?"
tanyaku sarkas, karena aku juga menahan amarah atas tindakan Karuna.
/"apa maksudmu?"
"kau pantas mendapatkan itu runa!"
/"kau mendukung ibu?"
"aku tidak mendukung nya, tapi aku hanya ingin keluarga kita tetap utuh"
/" hmm.... benarkah? aku yakin bukan itu! ayolah Akira, jujur saja, kau yang begitu rakus dan haus perhatian serta kasih sayang, tak mungkin alasanmu tak setuju dengan ku se mulia itu.
ucapnya sombong, dia berjalan melewati ku menuju komputer nya,
/" kemarilah! aku punya pertunjukan bagus untuk mu!"
ucapnya sambil melambaikan tangannya untuk memintaku melihat komputer nya.
dan betapa terkejutnya aku melihat gambar di komputer itu. kulihat adegan panas ibu bersama pria itu.
"haaaah... kau gila runa! kau menyadap kamar ibu?"
/"yeps!, dan kau tau berapa lama? sejak kelas 2 SMP!"
sekali lagi aku tercengang di buatnya, entah kejutan apa lagi yang akan ku dengar, lihat dan rasakan, hati ini sudah tak berdaya untuk merasakan kekecewaan yang lebih lagi.
" dan selama itu kau pura-pura tak tau, bahkan kau tadi mampu berpura-pura terkejut?! hebat runa, kau memang hebat!"
/" pura-pura tak tau.. ya... hmh... bisa di bilang begitu, aku hanya menyembunyikan nya darimu dan ayah. asal kau tau, aku sudah berusaha mengingatkan ibu, terserah kau mau percaya atau tidak."
inikah sosok kakak yang ku sayangi selama ini? dia mampu bersikap seperti tak terjadi apapun padahal tadi baru saja di pukul ibu, dan dia masih santai dan tenang meladeni ku.
"benar-benar mengerikan! ntah titisan apa kau ini, hingga mampu berperilaku seperti tak punya perasaan."
/"bagaimana kau bisa mengatakan itu sementara kamipun egois?"
"apa maksudmu?"
/"berhenti pura-pura baik dan naif! kau itu sama denganku, bisa di bilang kau lebih buruk dariku! keputusan ku inilah yang terbaik, kalau kau waras, tentu kau akan memihak ayah! kau pikir, laki-laki itu mendekati ibu tanpa motif?
ayolah Akira gunakan otak mu, jangan kalah dengan otak Lumba-lumba!"
"oke! ku akui aku hanya tak ingin kenikmatan dan kesempurnaan hidup ku lenyap karena mu! iya! aku tak peduli dengan perasaan ayah dan ibu! tapi bukankah itu wajar?!"
ucapku dengan amarah yang meledak-ledak.
/"dasar bodoh! kewajaran itu hanya berlaku untuk orang tak berotak seperti mu! sekarang coba kau pikir, tanpa aku, apa mungkin ayah tak akan mengetahui nya? tanpa kejadian ini apa bisa di pastikan keharmonisan ini tetap berlangsung memupuk kita tumbuh sempurna?"
"apa maksudmu? apalagi yang belum ku ketahui?"
tanyaku bingung, aku sungguh tak siap dengan apa yang akan ku dengar dari saudariku ini.
/"berpikirlah, gunakan otak mu, jika tak mampu, gunakan lah mata, telinga dan perasaan mu!"
"berhenti berbelit-belit Karuna! aku memang bodoh! tapi tak sepantasnya kau perlakukan aku seperti ini! sedikit-sedikit menyuruh ku menggunakan otak! apa kau buta! aku enggan memikirkan hal rumit! aku tak sepertimu yang pandai dalam segala hal!"
/"oke! apa mental mu sudah siap untuk mengetahui semuanya?"
" ya! aku siap!"
lantang ku jawab pertanyaan Karuna yang mempermainkan ku.
/"ayah, sudah punya istri ke dua di Jambi!"
"jederrrr!!!!!" bak tersambar petir, hatiku Sangat kacau, kacau yang sesungguhnya. aku bahkan tak merasakan apapun yang terjadi di rumah ini selama ini, sangking tenggelam nya aku dalam gelimang kasih sayang yang memabukkan ini.
"stop! tunggu, tunggu sebentar!"
kaki ku lemas mendengar nya.
aku terduduk lemas di ranjang Karuna.
beberapa menit kami berdiam. dan tiba-tiba alarm Karuna berbunyi, yang artinya ini sudah jam 4pagi.
/"hmh, sudahlah, jangan terlalu di pikirkan! ayo kita wudhu bersiap sholat dan mandi, lalu sarapan untuk bersiap berangkat sekolah. bukankah hari ini kamu ujian akhir? nanti tidak lulus lhoh"
ucap Karuna tenang dan enteng, aku sungguh sangat iri dengan otak dan pengendalian emosi nya yang stabil itu. padahal dia tidak tidur sama sekali, dan bahkan aku yakin tadi malam adalah kali pertama bagi runa menerima tarian tangan ibu di pipi mulusnya.
"Karuna,,, bagaimana aku melewati ujian akhir sekolah jika saat ini saja ujian hidupku naik level yang artinya makin sengsara? hiks.... hiks..."
aku merengek padanya dan menangis, dia mulai memelukku, dan tangis ku makin pecah. tak bisa ku percaya dia masih bisa mengatakan,
/"cukup 15menit tidak lebih tidak kurang, ku ijinkan kau bersandar di bahu berhargaku ini!"
15menitpun habis, adzan subuh pun berkumandang, memang, keluarga ku masih sangat awam untuk pengertian agama, tapi untuk sholat yang merupakan kewajiban bagi agama kami tetap di utamakan.
sesudah semuanya, aku dan Karuna berangkat sekolah seperti biasa. tapi aku sungguh tak punya tenaga bahkan untuk bernafas, dalam sekejap semua nya hancur, dan aku harus menghadapi ujian akhir sekolah bersamaan dengan ujian hidup, untuk otak ku tentu aku tak bisa membaginya. saat kami sampai di sekolah ku tiba-tiba Karuna mengatakan sesuatu yang tak pernah keluar dari mulutnya, bahkan aku sendiri tak mengira ia mengatakan itu kepada ku.