Keesokan harinya.
Ralisya sudah berada di Rumah Sakit. Dia bertemu lagi dengan lansia yang kemarin dia periksa. Lansia itu sudah jauh lebih baik dan hari ini sudah diperbolehkan pulang.
"Anda sudah sehat, selamat ya sudah bisa pulang hari ini," ucap Ralisya.
"Terimakasih, Dokter. Saya menunggu jemputan," ucap nyonya Dias.
"Baik kalau begitu. Apa mau Saya urus untuk kepulangan Nyonya?" tanya Ralisya.
"Tidak perlu, anak Saya saja nanti, mungkin sebentar lagi dia akan sampai," ucap nyonya Dias.
Ralisya mengangguk, dia tersenyum.
"Ma!"
Seseorang masuk ke ruang rawat nyonya Dias, tampak seorang pria bertubuh tinggi tegap memasuki ruangan itu. Ralisya melihat pria itu, pria yang tampan memakai stelan jas formal. Sepertinya pria itu seorang pekerja kantoran. Atau mungkin pemilik sebuah perusahaan, entahlah.
Ralisya pamit dari ruangan itu, tetapi nyonya Dias menahannya.
"Nah ... Ini Putra Saya, Dokter. Namanya Baskara. Apa Dokter mau menikah dengannya?" tanya nyonya Dias tersenyum melihat Ralisya.
Baskara adalah seorang pengusaha muda di bidang properti. Di usia mudanya, dia sudah bekerja keras hingga dia terlalu terlena dalam pekerjaannya dan belum juga tertarik untuk menikah, bahkan di usianya yang kini menginjak 32 tahun.
Ralisya dan Baskara terperangah mendengar ucapan nyonya Dias. Baskara sontak memperhatikan penampilan Ralisya. Ralisya wanita yang sederhana, penampilannya saja begitu sederhana dan Ralisya bukan wanita yang termasuk ke dalam kategori yang Baskara sukai. Baskara tak sengaja melihat cincin di jari manis Ralisya.
"Apa-apaan Mama ini? Dia sudah bertunangan sepertinya," ucap Baskara.
Nyonya Dias melihat jari manis Ralisya, tersemat cincin di sana. Seingatnya, sebelumnya Ralisya tak memakai cincin di jarinya.
"Benarkah begitu, Dokter?" tanya nyonya Dias.
Ralisya tersenyum mengangguk.
"Ah, Baskara terlambat jika begitu," ucap nyonya Dias sedikit kecewa.
"Lagi pula, siapa yang mau dengannya? Aku bahkan tak mengenalnya," ucap Baskara tampak dingin.
Nyonya Dias hanya diam. Sedangkan Ralisya hanya tersenyum.
"Ya sudah, aku akan urus kepulangan Mama. Setelah ini, jangan lagi membicarakan pernikahan," ucap Baskara dan pergi mengurus surat kepulangan sang mama.
"Maafkan anak Saya, Dok. Dia memang dingin seperti itu," ucap nyonya Dias merasa tak enak hati pada Ralisya.
"Tak apa Nyonya. Kalau begitu, Saya permisi," ucap Ralisya dan keluar dari ruangan itu.
Di perjalanan menuju ruangannya, Ralisya menggelengkan kepalanya. Ada-ada saja jaman sekarang, dan apa kata Baskara? Dia tidak mau menikah dengan Ralisya. Ralisya menghela napas panjang seraya tersenyum.
'Lagi pula, siapa yang mau menikah dengannya?' gumam Ralisya.
Ralisya melanjutkan pekerjaannya.
***
Dua hari berlalu.
Ralisya tengah di kamarnya. Dia tampak cantik menggunakan kebaya biru dongker dengan kain batik. Rambutnya disanggul bawah membuatnya terlihat tampak manis.
Malam ini, keluarga Demian akan datang ke kediamannya untuk melamar dirinya. Senyuman tak terlepas tersungging di bibir mungilnya. Bahagia sekali rasanya meski jantungnya tak bisa berdegup beraturan. Jantungnya berdegup kencang menanti Demian dan keluarganya datang untuk melamarnya.
Sedangkan di ruang tamu, sudah berkumpul keluarga Ralisya. Rayna dan Kevano bersama ketiga anak kembarnya ada di sana. Rayna tampak cantik menggunakan kebaya senada dengan keluarga lainnya. Rambutnya disanggul bawah membuat aura keibuannya tampak semakin terlihat. Al, El, dan Gev menggunakan batik senada dengan sang papa. Mereka bertiga tampak tampan, calon pria idaman para wanita saat besar kelak.
Di sana juga sudah ada Dania dan Randy. Dania juga tampak cantik menggunkan kebaya berwarna senada dengan batik yang Randy kenakan. Dania tetap cantik meski tak muda lagi, memang dia sudah cantik sejak dia dilahirkan, karena itu meski usianya sudah tak lagi muda, kecantikannya tetap terpancar di wajahnya. Mereka di undang oleh orangtua Ralisya karena mereka besan orantua Ralisya.
Hanya satu orang yang tak ada di sana, yaitu Raydan. Raydan tak tahu jika hari ini Ralisya lamaran. Sudah sejak semalam Dania dan Randy tak bisa menghubunginya. Dia memang tengah sibuk bekerja. Di awal tahun memang selalu seperti itu, banyak pekerjaan yang harus dikerjakan.
Tak lama, keluarga Demian datang. Hanya kedua orangtua Demian dan Demian saja. Tak ada keluarga lainnya di karenakan semua sibuk dengan kegiatan masing-masing, terlebih saudara Demian tak banyak yang tinggal di Jakarta.
Demian duduk di kursi yang sudah di siapkan, dengan di dampingi kedua orangtuanya. Tak lama, Rayna menuntun Ralisya memasuki ruang tamu. Ralisya tersenyum pada semua orang, begitu juga pada Demian. Mereka saling tatap satu sama lain.
Demian kagum melihat betapa cantiknya calon istrinya itu, begitupun dengan Ralisya yang tampak kagum melihat Demian yang tak seperti biasanya. Demian memakai pakaian batik dengan celana bahan hitam. Penampilannya terlihat lebih dewasa dari biasanya.
Demian dan Ralisya duduk berhadapan. Acara lamaran dimulai. Papa Demian menyampaikan maksud kedatangannya datang ke kediaman Ralisya malam ini, yaitu ingin melamar Ralisya untuk putranya, Demian.
Jantung Demian dan Ralisya berdegup kencang. Benar-benar mendebarkan, Demian bahkan lebih gugup karena akan menyampaikan niat hatinya datang ke kediaman Ralisya.
Demian sedikit gemetar, dia mencoba mengatur napasnya agar tetap normal. Demian mengambil mic, dan Ralisya berdiri di hadapan Demian.
Mereka saling tersenyum.
"Selamat malam semuanya. Terimakasih untuk Ralisya dan keluarga yang sudah mau menerima kedatangan kami, khususnya Saya. Saya ingin bercerita sedikit, ya. Jadi, Ralisya ini adalah junior Saya di Kampus. Kami bertemu secara tak sengaja di sebuah kegiatan kampus. Awalnya, sulit bagi Saya mendekati Ralisya. Jujur saja, Ralisya ini tak merespon Saya sama sekali. Hingga akhirnya, Saya sempat menyerah. Lalu, setelah satu tahun tak saling bertemu, kami kembali di pertemukan di sebuah acara. Dan Saya merasa amat menyesal karena menyerah di awal dulu. Jadi, Saya mulai terus mendekati Ralisya, sampai suatu ketika Saya mengungkapkan perasaan Saya. Jujur saja, Ralisya mungkin lebih tahu ini, bahwa Saya bukan pria yang romantis seperti pasangan anak-anak muda jaman sekarang, tetapi apapun itu untuk orang yang Saya cintai, Saya akan berusaha melakukan yang terbaik. Malam ini, Saya berada di sini dengan maksud hati, ingin membawa hubungan kami yang sudah terjalin selama dua tahun ini ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu pernikahan," ucap Demian.
Demian menatap Ralisya. Tubuhnya semakin gemetar, begitu juga dengan Ralisya. Ralisya bahkan sudah ingin menangis mendengar setiap kata yang Demian ucapkan. Demian memang tak romantis, tetapi Demian selalu mengerti dirinya. Demian adalah pria kedua setelah Raydan. Demian lah yang menyembuhkan lukanya karena Raydan di masa lalu. Luka karena cinta pertama, bagi Ralisya tak mudah menyembuhkannya, dan perlahan Demian menyembuhkan luka itu. Demian mampu membawanya keluar dari keterpurukannya karena cinta pertamanya. Tak ada yang tahu, betapa hancurnya hati Ralisya saat Raydan mengkhianatinya. Meski itu hanya cinta masa remaja, tetapi Ralisya benar-benar mencintai Raydan ketika itu.
"Ralisya, terimakasih untuk dua tahun ini. Terimakasih telah menjadi wanita yang selalu membuatku bersemangat dalam melakukan segalanya. Apapun itu, ketika ada dirimu dalam hidupku, aku menjadi lebih bersemangat. Aku mencintaimu, dan maukah kamu menikah denganku? Menjadi Ibu dari anak-anakku, menjadi pendamping hidupku selamanya?" ucap Demian.
Ralisya menangis, dia terisak. Tak menyangka pria yang dekat dengannya selama dua tahun melamarnya dengan begitu manis ditengah ketidak romantisan Demian.
Demian tersenyum melihat Ralisya menangis, dia meminta tissue dan memberikanya pada Ralisya. Ralisya mengusap air matanya, setelah itu dia mencoba mengatur napasnya.
"Ya, aku mau," ucap Ralisya dan lagi-lagi Ralisya tak dapat menahan tangisnya.
Demian memakaikan cincin di jari manis Ralisya, setelah itu mama Demian memakaikan kalung di leher Ralisya. Semua tampak terharu melihat kedua pasangan itu.
Rayna juga ikut menangis. Kevano mengusap pundak Rayna, mencoba menenangkan Rayna agar tak terlalu terisak. Rayna terisak seolah sedih karena teraniaya.
"Sayang, sudah jangan menangis lagi. Kamu terlihat seperti tengah sedih dan teraniaya," ucap Kevano pelan.
"Aku memang sedih," ucap Rayna pelan.
Kevano mengerutkan dahinya.
"Sedih kenapa?" tanya Kevano.
"Aku sedih, kenapa Suamiku tak seromantis calon Suaminya Ralisya ketika melamarku dulu?" ucap Rayna.
"What?"
Kevano terperangah mendengar ucapan Rayna. Yang benar saja istrinya itu membandingkan dirinya dengan calon adik iparnya.