OHM 12

Raydan kembali membaca surat itu, surat itu dia simpan baik-baik, sedikit pun tak pernah terlintas dipikirannya untuk membuang surat itu. Entah mengapa, dia sendiri tak mengerti akan hal itu. Ketika itu, hatinya seolah tak rela membuang sesuatu yang Ralisya berikan bahkan hingga saat ini pun Raydan selalu menyimpannya.

Raydan menghela napas panjang. Ralisya kini bahagia di atas rasa yang Raydan sendiri tak mengerti karena dia terus saja memikirkan Ralisya.

'Aku tak mungkin tertarik kembali pada Ralisya. Bukan diriku, jika sampai aku tertarik kembali kepada masa lalu. Aku bahkan tak pernah ingin kembali ke masa lalu,' batin Raydan.

Raydan adalah pria yang memiliki komitmen dalam hidupnya untuk tak kembali kepada masa lalu. Selama dia mengenal wanita, dan hingga saat ini dia tak pernah melakukan hal itu. Bahkan Ketika beberapa mantan kekasihnya di Australia dulu meminta untuk kembali padanya, Raydan tak pernah tertarik. Dia hanya menyukai wanita yang sama sekali seumur hidupnya, ketika dia tak berhubungan lagi dengan wanita itu, artinya tak ada rasa apapun lagi. Karena itu, kemungkinan kembali pada masa lalunya takan mungkin terjadi dalam hidupnya.

Namun, dia merasa gelisah setelah pertemuannya kembali dengan Ralisya. Entah karena Raydan tertarik karena fisik Ralisya yang kini tampak jauh berbeda atau mungkin karena hal lain. Raydan sendiri mencoba menampik kemungkinan masih adanya rasa terhadap Ralisya.

Raydan pergi ke kamar mandi, dia membasuh wajahnya. Dia tak ingin terus memikirkan Ralisya, apalagi Ralisya sudah akan menikah dengan kekasihnya. Raydan tak mungkin menyukai kekasih orang lain, apalagi sampai merebut kekasih orang lain. Wanita bukan hanya Ralisya, tak mungkin Raydan gagal move on dari Ralisya.

****

Keesokan harinya.

Raydan tengah diperjalanan menuju Kantor, dia berangkat dari kediaman orangtuanya karena semalam menginap di sana. Di perjalanan, Raydan melihat Ralisya tengah berdiri di samping mobilnya. Raydan yang melewati Ralisya pun memundurkan mobilnya. Dia hentikan mobilnya tepat di dekat Ralisya. Dia membuka kaca mobil penumpang depan, dan menyapa Ralisya.

"Ada apa, Sya? Apa yang terjadi?" tanya Raydan.

"Oh, Ray. Mobilku mogok," ucap Ralisya.

Raydan melajukan sedikit mobilnya, dia menghentikannya di tepi jalan tepat di depan mobil Ralisya yang tengah mogok.

Raydan turun dari mobil dan mendekati Ralisya.

"Coba kulihat," ucap Raydan dan meminta Ralisya membuka kunci bagasi depan. Raydan akan mengecek mobil Ralisya karena kebetulan dia mengerti tentang mesin mobil.

Ketika melihat mesin mobil Ralisya, Raydan tak sengaja melihat Ralisya yang kini tengah memperhatikan apa yang dia lakukan.

Ralisya tersenyum, senyuman yang begitu manis terlihat dari pandangan Raydan. Raydan menelan air liurnya ketika rambut Ralisya tertiup angin dan Ralisya mengibaskan rambutnya ke belakang. Tampak terlihat leher Ralisya. Jantung Raydan seketika berdegup lebih kencang. Dia mencoba kembali fokus pada mesin mobil Ralisya.

"Em ... Sya. Aku tak bisa memperbaiki ini, sebaiknya kamu bawa saja ke bengkel. Karena, ini tampak serius. Ya, setidaknya begitu yang aku lihat. Kebetulan, aku mengerti mesin mobil," ucap Raydan.

Entah mengapa Raydan justru mengatakan semua itu. Padahal yang dia lihat tak ada masalah serius dengan mobil Ralisya. Hanya perlu langkah perbaikan kecil, maka mobil Ralisya akan hidup kembali.

"Benarkah? Ya ampun. Aku akan menghubungi bengkel langganannku kalau begitu," ucap Ralisya.

Raydan mengangguk dan menutup bagasi depan. Sedangkan Ralisya menghubungi bengkel langganannya. Selesai menghubungi bengkel langganannya, Ralisya mengambil tasnya yang masih berada di dalam mobil. Dia juga mengambil jas putih miliknya dan menutup pintu mobil kembali.

"Apa kamu akan ke Rumah Sakit?" tanya Raydan.

"Ya," jawab Ralisya.

"Aku akan mengantarmu," ucap Raydan.

"Tak perlu, Ray. Aku takut merepotkanmu," ucap Ralisya.

Ralisya tersentak ketika Raydan memegang lengannya.

"Kita searah. Kantorku juga searah dengan Rumah Sakitmu," ucap Raydan.

Ralisya mencoba melepaskan tangan Raydan dan Raydan pun melepaskan tangan Ralisya.

"Baiklah. Tapi, tunggu Montir menjemput mobilku dulu,"ucap Ralisya.

Raydan tersenyum dan mengangguk. Suasana terasa canggung ditengah menunggu montir yang datang.

***

Setelah menunggu beberapa saat, montir pun datang. Raydan seakan tak ingin mengulur waktu dan mengajak Ralisya masuk ke mobil.

Ralisya pun masuk ke mobil Raydan.

Jarak dari mogoknya mobil Ralisya ke Rumah Sakit tidaklah jauh, tetapi pagi itu jalanan ditengah kota cukup padat.

Raydan dan Ralisya terkejut ketika mobil yang mereka tumpangi melaju, tetapi mobil di depannya justru mengerem mendadak, sontak Raydan menginjak rem secara tiba-tiba.

Brak!

Ralisya terkejut ketika ponsel Raydan yang ada di atas dashboard terjatuh karena Raydan berhenti tiba-tiba.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Raydan.

"Ya," jawab Ralisya. Beruntunglah mobil Raydan dan mobil di depannya tak bertabrakan.

Ralisya dan Raydan menunduk berniat akan mengambil ponsel Raydan yang tiba-tiba saja terjatuh ke dekat kaki Ralisya.

Cup.

Ralisya tersentak ketika merasakan sesuatu menyentuh kepala belakangnya.

Sontak dia mendongak melihat Raydan.

Cup.

Lagi-lagi Ralisya terkejut ketika bibirnya menempel di bibir Raydan. Tak hanya Ralisya, Raydan pun ikut terkejut merasakan semua itu.

Ralisya semakin terkejut ketika Raydan bukannya menjauh, tetapi justru menahan kepala Ralisya dan memperdalam kegiatan bibirnya, Raydan mencecap manisnya bibir Ralisya yang pernah dia rasakan beberapa tahun lalu.

Ralisya hanya terdiam, dia syok bukan main hingga tak mengerti harus melakukan apa dan Raydan masih terus memperdalam kegiatannya.

Tin tin!

Ralisya terkejut mendengar suara klakson mobil orang lain, dia mendorong kepala Raydan hingga bibir keduanya terlepas.

Plak!

"Lancang!" teriak Ralisya begitu sadar bahwa Raydan baru saja menciumnya.

Ralisya bergegas membuka pintu, tetapi Raydan menahan tangan Ralisya. Tangan satunya memegang pipinya yang baru saja terkena tamparan Ralisya.

"Tenaga mu masih kuat saja seperti saat SMA dulu," ucap Raydan.

Ralisya tak mengatakan apapun, dia bergegas mengambil tasnya.

"Kamu mau ke mana?" tanya Raydan.

Ralisya mencoba menyingkirkan tangan Raydan, tetapi suara klakson terus saja terdengar sehingga Raydan semakin menahan tangan Ralisya agar Ralisya tak keluar dari mobil. Raydan bergegas melajukan mobilnya.

"Turunkan aku!" pinta Ralisya.

"Tidak, ini belum sampai di Rumah Sakit," ucap Raydan.

Bugh!

Raydan terkejut ketika Ralisya memukul lengannya dengan tas milik Ralisya.

"Turunkan aku, atau aku akan memaksa turun sendiri!" ancam Ralisya.

"Astaga. Dengarkan aku, Sya! Aku tak sengaja melakukannya," ucap Raydan.

"Aku khilaf tadi," ucap Raydan.

Ralisya melihat Raydan yang masih mengemudi dengan pandangan fokus ke depan jalan. Ralisya tak habis pikir, bagaimana bisa seseorang mencium dengan tak sadar sementara Ralisya dapat merasakan tangan Raydan menahan kepalanya begitu kuat seolah Raydan tak ingin melepaskannya. Bahkan ketika Ralisya menyadari sesuatu menyentuh kepalanya, dengan cepat dia mencoba menghindari Raydan tetapi Raydan justru menciumnya lebih dalam.

Raydan menghentikan mobilnya di tepi jalan, Ralisya bergegas akan membuka pintu tetapi Raydan menguncinya.

"Ray! Jangan keterlaluan! Buka pintunya!" kesal Ralisya.

Raydan hanya diam melihat Ralisya. Dia tak mengatakan apapun.

Ralisya menghela napas panjang, dia akan memukulkan tasnya ke wajah Raydan tetapi Raydan menahan tangan Ralisya. Raydan membuka seatbelt-nya, Dia menarik tangan Ralisya hingga Ralisya kehilangan keseimbangan dan menabrak tubuh Raydan.

"Ray, jangan macam-macam!" teriak Ralisya.

"Maafkan aku," ucap Raydan dengan nada pelan seraya menatap dalam mata Ralisya.