Jantung Ralisya berdegup kencang ditatap seperti itu, apalagi kini Raydan memeluk tubuhnya.
Ralisya mencoba melepaskan dirinya dari pelukan Raydan.
"Lepas, Ray. Kamu benar-benar lancang! Apa ini hasil dari selama ini kamu Sekolah di Jerman? Menjadi kurang ajar terhadap wanita!" kesal Ralisya.
Raydan melepaskan Ralisya dan Ralisya bernapas lega. Ralisya akan membuka pintu mobil tetapi lagi-lagi Raydan meguncinya. Raydan memakai seatbelt-nya kembali dan melajukan mobilnya menuju Rumah Sakit.
Sebetulnya, Rumah Sakit itu tak jauh. Namun, bagi Ralisya waktu terasa lama. Dia benar-benar kesal karena Raydan sudah lancang menciumnya. Ralisya bahkan tak pernah mengizinkan Demian menciumnya, tetapi Raydan justru mencuri ciumannya.
Selama ini, Raydan lah satu-satunya pria yang pernah mencium Ralisya. Ralisya sudah merelakan ciuman pertamanya diambil oleh Raydan, yaitu seseorang yang melukainya begitu dalam. Dia sudah menganggap segalanya sebagai masa lalu yang tak ingin dia kenang lagi. Tak disangka, ciuman itu kembali terulang.
****
Sesampainya di Rumah Sakit.
Ralisya bergegas turun, Raydan pun ikut turun dan mendekati Ralisya.
Ralisya menatap Raydan dengan tajam, tangannya terkepal.
Plak!
Sekali lagi Ralisya melayangkan tamparan di pipi Raydan.
"Jangan menunjukan wajahmu di hadapanku lagi!" tegas Ralisya.
Raydan mengerutkan dahinya.
"Sudah aku katakan, aku tak sengaja melakukannya," ucap Raydan.
Raydan meringis menahan perih di pipinya. Dua kali Ralisya melayangkan tamparan di pipi yang sama.
"Kamu pikir, aku bodoh! Jangan menggangguku lagi!" tegas Ralisya dan akan masuk ke Rumah Sakit tetapi dia menghentikan langkahnya ketika mendengar ucapan Raydan.
"Kamu hanya gugup setelah bertahun-tahun, dan kita kembali melakukannya. Kamu tidak benar-benar marah," ucap Raydan.
Ralisya mulai melangkahkan kakinya, tetapi lagi-lagi langkahnya tertahan.
"Ngomong-ngomong, terimakasih untuk rasa yang 6 tahun lalu aku pernah rasakan di bibirmu, rasanya masih sama. Aku yakin, tak ada pria lain selain aku," ucap Raydan tersenyum.
Ralisya mengepalkan tangannya. Dia tak mengatakan apapun setelah mendengar ucapan Raydan yang begitu lancang dan bergegas masuk ke Rumah Sakit.
'Dia diam saja ketika aku menciumnya. Lalu, setelah itu dia marah seolah aku yang paling bersalah. Bahkan sejak awal dia tak menolakku,' gumam Raydan.
Raydan tak habis pikir karena setelah ciuman itu berakhir Ralisya justru melayangkan tamparan di pipinya. Sedangkan ketika mereka berciuman di mobil tadi, Ralisya sama sekali tak menolaknya.
Raydan masuk ke mobilnya, dan meninggalkan area Rumah Sakit.
***
Di Rumah Sakit.
Ralisya bergegas masuk ke ruangannya, dia mengunci pintu ruangannya. Dia perlu menenangkan dirinya, terlebih detak jantungnya masih saja berdegup tak beraturan.
Ralisya duduk di kursi kerjanya, dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia tak menyangka kejadian 6 tahun lalu terulang lagi.
Ralisya pergi kamar mandi, dia membasuh wajahnya. Dia menatap dirinya di cermin, seketika teringat semalam dia baru saja bertunangan dengan Demian. Ralisya melihat cincin tunangan yang melingkar di jari manisnya. Dia memegang cincin itu.
"Maaf, aku tak berniat mengkhianati pertunangan kita," ucap Ralisya.
Ralisya teringat pada Demian, dia merasa bersalah pada Demian. Dia merasa sudah menodai pertunangannya dengan Demian.
Sedikitpun tak pernah terlintas di pikiran Ralisya untuk berbuat hal gila dengan pria lain. Selama dekat dengan Demian, Ralisya tak pernah dekat dengan pria manapun selain hanya dengan teman-teman pekerjaannya. Itu pun masih dalam batas wajar.
Ralisya kembali teringat ucapan Raydan tadi.
'Tidak, aku sudah melupakannya sejak adanya Demian,' batin Ralisya.
Ralisya tak habis pikir, Raydan mengatakan semua itu. Dia tak menampik, memang tak mudah melupakan Raydan. Bahkan ketika dirinya sudah menjalin hubungan dengan Demian pun terkadang masih teringat pada Raydan. Meski akhirnya perlahan dia mulai terbiasa tanpa semua hal tentang Raydan karena kehadiran Demian di hidupnya.
****
Di sisi lain.
Raydan baru saja memasuki ruanganya. Kini dia sudah sampai di Kantor.
Raydan mengusap wajahnya, ucapan Ralisya yang memintanya untuk tak mengganggu Ralisya lagi terus terngiang di telinganya. Dia merasa tak suka mendengar ucapan itu keluar dari mulut Ralisya. Bahkan rasa penasaran yang muncul ketika masa SMA dulu kembali hadir di hati Raydan. Bukannya takut, Raydan justru semakin ingin mendekati Ralisya.
'Gila! Aku bisa sampai seperti ini hanya karena seorang mantan!' kesal Raydan.
Raydan gelisah, takut Ralisya benar-benar tak ingin bertemu dengannya lagi.
Terdengar suara ketukan pintu, Raydan menyuruh orang yang berada di luar pintu itu untuk masuk ke ruangannya.
Tampak sekretaris Raydan memasuki ruangan. Dia mendekati Raydan.
"Maaf, Pak. Apa Saya bisa meminta waktu Bapak sebentar? Ada yang ingin Saya sampaikan," ucap sang sekretaris.
"Ya, ada apa? Duduk dulu!" ucap Raydan.
Sekretaris Raydan duduk, dia menyerahkan sebuah amplop putih ke hadapan Raydan. Raydan mengambil amplop itu.
"Maaf, Pak. Saya ingin mengundurkan diri."
Raydan terkejut, di awal tahun ketika banyaknya pekerjaan sekretarisnya itu justru akan keluar dari perusahaan dan mengundurkan diri sebagai sekretarisnya.
"Kenapa? Apa kamu ada masalah?" tany Raydan bingung.
"Ada masalah pribadi, Pak. Dan mohon maaf, Saya tak dapat memberitahukan pada Bapak."
"Saya perlu alasan logis!" tegas Raydan dan mengembalikan amplop putih milik sekretarisnya. Raydan terus memperhatikan sekretarisnya itu.
"Hm ..."
Sekretaris Raydan menghela napas. Dia sudah mengatakan alasan pribadi, tetapi Raydan jusru tak mengerti.
"Sebelumnya, Saya minta maaf. Suami Saya dipindah tugaskan oleh Perusahaan tempatnya bekerja. Karena itu, Suami Saya meminta Saya ikut dengannya. Jadi, dengan berat hati Saya harus meninggalkan pekerjaan Saya di Jakarta, dan Saya juga tak dapat mengikuti prosedur pengunduran diri, karena besok Saya sudah harus ikut dengan Suami Saya."
Raydan terdiam, dia tak mengatakan apapun dan akhirnya Raydan menyetujui surat pengunduran diri sekretarisnya dengan aturan Perusahaan. Sekretarisnya takan mendapatkan apapun dari Perusahaan. Tak dapat berbuat apapun, sekretarisnya memilih keluar dari ruangan Raydan. Hari ini adalah hari terakhir dirinya bekerja sebagai sekretaris Raydan.
Raydan sudah membayangkan betapa repotnya dia bekerja tanpa sekretaris yang membantu pekerjaannya.
Raydan meminta bagian HRD untuk segera mencarikannya sekretaris yang baru.
***
Tiga hari berlalu.
Raydan memasuki ruangannya, dia mengerutkan dahinya ketika melihat seorang wanita di ruangannya.
Raydan mendekati meja kerjanya, wanita itu sontak berdiri. Dia tersenyum canggung melihat Raydan.
Pertama kali Raydan melihat bagian sepatu wanita itu. Sepatu heels tak terlalu tinggi, berwarna cokelat. Raydan memperhatikan kaki wanita itu perlahan naik. Kaki jenjang yang berkulit kuning langsat itu itu terus dia perhatikan. Wanita itu memakai rok span dibawah lutut. Raydan beralih melihat wajah wanita itu.
"Anda Siapa? Ada yang bisa Saya bantu?" tanya Raydan.
Tak lama masuklah seseorang, dia adalah Bambang. Bagian HRD yang mengurus pencarian sekretaris baru untuk Raydan. Bambang membawa sebuah berkas ditangannya dan mendekati meja Raydan.
"Selamat pagi, Pak. Dia calon Sekretaris Bapak. Bapak bisa melihat riwayatnya dalam berkas ini," ucap Bambang.
Raydan mengambil berkas itu dan duduk di kursinya. Dia langsung membuka berkas tersebut dan membacanya dengan seksama.
Wanita di hadapannya, yang tak lain adalah calon sekretarisnya hanya diam seraya menunggu Raydan selesai membaca berkas riwayat pekerjaan milik dirinya.