Jangan!

Januari 2013...

Reyn, Evan dan Vino berkumpul di kantin. Berbincang dan bercanda.

"Eh, lo pada nyadar gak, sih, kita ini baru aja selamet dari kiamat, loh?"

"Kiamat? Ki amat tetangga gue maksud lo?"

"Haah, lemot-lemot."

Reyn mencoba menjelaskan apa yang dimaksud oleh Evan.

"Yang dia maksud itu, kiamat 2012. Kan, di tv heboh beritanya. Dan ternyata itu gak kebukti. Itu joks, anjir, yang diomongin sama si Evan."

Vino baru ngeh ketika Reyn sudah menjelaskannya.

"O-oh, itu. Anjis, gue kira apa."

"Dah lah, lo emang lemot."

"Jangan ngambek gitu, lah."

Elena dan Saly lewat depan mereka. Lalu, Vino mengajak mereka untuk bergabung.

"Sal, sini gabung lah sama kita," ajak Vino.

"Gak. Kalian tuh suka jail, terutama lo."

Evan dan Reyn tertawa mendengar penolakan dari Saly. Vino tampak cemberut karena reaksi kedua temannya tersebut.

Elena duduk berseberangan dengan Reyn. Sehingga mereka saling menghadap satu sama lain.

Selagi menunggu pesanan, Elena memperhatikan Reyn. Reyn sadar, lalu melemparkan senyuman kepada Elena. Alhasil, Elena sedikit salah tingkah karenanya.

Saly datang membawa pesanan mereka. Mendapati sikap Elena yang aneh, Saly pun menengok ke arah Reyn, yang baru saja selesai tersenyum ke arah Elena.

"Lo suka sama Rey?"

"Eh, apa? Enggak. Gue gak suka sama dia."

"Terus kenapa lo senyum-senyum kayak gitu diliatin sama dia."

"Apa sih, ah, udah. Gue udah laper."

Elena segera menyantap makanannya.

"Gue kasih tau lo, lo jangan sampe suka sama Rey."

Seraya menyantap makanannya, Elena tidak mengerti kenapa Saly memperingatinya seperti itu.

***

Karena Guru-guru ada rapat mendadak, kegiatan belajar mengajar dihentikan. Siswa jadi punya keleluasaan, namun tetap tidak boleh ada yang pulang. Alhasil, suasana kelas jadi riuh.

Reyn dan teman-temannya asyik bermain kartu. Lalu, datang Riandra yang menghampiri mereka.

"Hey, guys! Gue boleh gabung, gak?"

Evan bergegas beranjak dari tempat duduk dan mempersilakan Riandra untuk duduk di sebelah Reyn.

"Boleh lah, masa nggak, sih."

"Eh, gak usah lo kan lagi maen."

"Udah, gak pa-pa. Gue udah selesai, kok. Tinggal mereka aja yang belum."

Riandra duduk dan menyapa Reyn.

"Hey, kok, kalah?"

"Belum, aku belum kalah. Liat aja habis ini kartuku bakal habis lebih dulu dari si Vino."

"Eh, gak bisa begitu. Nih liat, kartu gue tinggal dua."

Reyn menaruh kartu dua hati di atas meja.

"Tapi, kalo ini lo gak ada kan?"

Vino terdiam dan cenderung kesal.

"Ambil tuh kartu."

Ketika Vino hendak mengambil kartu tersebut. Riandra mendahuluinya.

"Yang ini buat aku aja, soalnya dua hati. Hati aku sama hati kamu, Rey."

"Ah elah, malah ngegombal," celetuk Vino.

Vino memutuskan untuk menyerah saja.

"Udah, lah, gue nyerah aja. Kartu lo pasti yang gue gak ada lagi."

Rey menunjukkan sisa kartunya.

"Nih."

"Tuh, kan, Cuma satu yang sama. Itu juga lebih gede dari gue."

Reyn tertawa cukup lepas.

"Ayo maen lagi, gue ikut sekarang."

"Ayo siapa takut."

Vino mengocok kartu tersebut, lalu membagikannya kepada Reyn, Riandra, Evan dan juga dirinya sendiri.

Elena hanya menundukkan kepala di atas meja, seraya melihat ke arah Reyn dan teman-temannya.

"Yey, giliran gue lagi."

"Ah elah, gue yang terakhir mulu dah?"

Elena berpikir, kenapa Saly memperingatinya soal perasaannya kepada Reyn. Ternyata ada orang lain yang sudah bersama dengan Reyn. Yaitu, Riandra.

"Hore, aku menang! Maaf ya, Rey, kamu kali ini kalah."

Elena menutup kepalanya dengan kedua tangannya.

***

Reyn menghampiri Elena ke mejanya. Elena sedang membereskan buku dan alat tulis lainnya.

"Hey, gak ke kantin?"

Elena menjawab dengan jutek.

"Ini gue mau ke kantin."

Elena berlalu dengan cepat. Sehingga Reyn menjadi heran dengan sikapnya.

***

Pak Asep meminta satu orang ke depan untuk mengerjakan soal di papan tulis, sekarang hanya Reyn yang mengangkat tangan.

"Ya, Rey, coba kerjakan soal ini."

Reyn maju ke depan sembari melihat ke arah Elena, yang tampak membuang muka.

***

Elena bergegas berjalan melewati Reyn. Reyn mencoba menghentikannya.

"Elena, tunggu!"

Namun, Elena tidak menggubrisnya sedikit pun.

Reyn semakin heran dengan sikap Elena yang jadi acuh akhir-akhir ini.

***

"Kenapa ya, si Elena gak mau ngobrol lagi sama gue? Apalagi saingan kayak dulu?"

"Sekarang, elo yang lemot."

Reyn tidak mengerti maksud omongan Evan.

"Apaan?"

"Ngapain lo ngejar-ngejar Elena? Lo mau nyakitin hati dia?"

Reyn masih tidak mengerti.

"Apaan, sih? Gue gak ngerti."

"Lo, kan, lagi deket sama Riandra. Ngapain ngejar Elena? Yang ada lo malah nyakitin hatinya dia."

Lalu, Reyn merenung.

***

Reyn kecil tengah bermain kejar-kejaran dengan Riandra. Dan ia yang dikejar oleh Riandra.

"Awas ya, aku kejar kamu sampai dapat."

"Ayo, kejar kalau bisa. Nanti juga kamu nyerah."

"Aku gak bakalan nyerah, sampai aku dapatin kamu."

Riandra terus mengejar Reyn, yang berputar-putar mengelilingi pohon. Lalu, Reyn berlari ke arah Ibunya yang sedang duduk dan bersembunyi di belakang Ibunya. Riandra mencoba menangkap Reyn, namun ia selalu bisa menghindar.

Setelah beberapa saat, ternyata Reyn kelelahan. Lalu, berhenti berlari. Akhirnya, Riandra menangkapnya. Karena keduanya kelelahan, mereka pun terjatuh.

Mereka berbaring bersebelahan dalam kondisi terengah-engah.

"Kamu... Hah... Akhirnya bisa nangkap aku juga."

"Kan, sudah aku bilang, aku gak bakal nyerah sebelum aku dapatin kamu."

***

Riandra membawa kotak P3K untuk Reyn. Yang baru saja terjatuh karena disenggol saat bermain bola dan lututnya berdarah.

Riandra membersihkan luka Reyn dengan kapas yang sudah dibasahi alkohol. Reyn sedikit meringis seraya memegangi kakinya tersebut. Lalu, Riandra memplester luka Reyn tersebut.

"Udah."

"Makasih."

Riandra tersipu malu.

Reyn kembali berdiri dan berlari ke tengah lapangan untuk kembali bermain bola dengan teman-temannya.

"Rey! Baru juga aku plester luka kamu, kok, langsung main lagi, sih?"

Riandra berteriak kepada Reyn, seraya mengeluh dan khawatir.

"Tanggung, lagi seru," ujar Reyn sambil berlarian ke sana ke mari mengejar bola.

***

"Rey, apa kita bisa seperti ini terus?"

Reyn sedikit tidak mengerti dengan perkataan Riandra.

"Aku mau kita bisa terus bersama-sama. Sampai kapan pun."

Reyn merenung.

***

Reyn memegang dada kirinya. Ada rasa sakit yang tak bisa diungkapkan kata-kata. Tapi yang jelas, di hatinya pernah ada perasaan terhadap Riandra. Namun, perasaan itu hilang entah ke mana.

"Lo benar, gue harus menjaga perasaan Riandra."

Evan tersenyum lega.

"Nah, udah. Ayo kita ke kantin."

***

"Dari awal juga gue udah ngira, kalo mereka pacaran."

"Nah, itu lo tau."

Elena menghembuskan nafas. Merenung.

"Eh, gue belum tau, deh. Kenapa si Rey gak sekolah saat gue pindah ke sini?"

"Oh itu, Ayahnya meninggal dan si Rey sempat kehilangan semangatnya buat sekolah. Tapi, ya karena ada Riandra, si Rey jadi mau sekolah lagi."

Saly meminum minumannya sejenak lalu kembali berbicara.

"Orang terdekat emang sangat berarti bagi hidup kita. Dan itu yang terjadi sama Rey."

Elena dan Saly melihat ke arah datangnya Reyn dan Riandra.

"Ri, kamu mau makan apa?"

"Gak ah, minum aja. Aku lagi gak laper."

"Ya udah, aku pesenin kamu minuman aja kalo gitu."

"Ok, aku tunggu."

Riandra duduk di salah satu meja di depan Elena. Riandra menyapa Saly dan Elena, yang tengah memperhatikannya. Lalu, mengajak mereka untuk bergabung.

"Hai, Sal. Elena. Ayo gabung sini."

Saly menolak dengan alasan ada tugas.

"Gak, makasih. Kami udah selesai. Dan ada tugas yang harus dikerjain habis ini."

Saly bangkit, lalu mengajak Elena untuk pergi.

"Ayo, El. Kita ke kelas sekarang."

"Iya."

Saly melambaikan tangan ke arah Riandra seraya berlalu, dan dibalas oleh Riandra seraya tersenyum.

***

Elena tengah membawa buku-buku tugas semua siswa, yang sudah selesai diperiksa dari ruang guru. Dan tampak kesusahan.

Reyn hendak menolong, namun Evan sudah lebih dulu menawarinya.

"Sini El, gue bantu."

Dari kejauhan Riandra memanggil Reyn.

"Rey!"

Evan dan Elena masuk ke dalam kelas. Riandra menghampiri Reyn yang masih duduk di bangku teras.

"Ada apa?"

"Ini aku punya tugas yang belum selesai. Bantuin, ya!"

"Ya sudah sini, kamu ikut duduk. Aku cek dulu soal-soalnya."

Reyn membaca dengan saksama soal-soal yang ada di buku tugas Riandra.

"Oh, ini. Kamu pake cara ini aja, biar cepet."

"Yang mana?"

"Bentar aku catet dulu."

Di dalam kelas Evan dan Elena tengah membagikan buku-buku tersebut ke pemiliknya. Buku terakhir tengah Elena berikan kepada siswa yang duduk di dekat pintu.

"Ini punya lo."

"Makasih, El."

Elena melihat ke arah Riandra dan Reyn. Mereka tengah asyik mengerjakan tugas punya Riandra. Sambil sesekali bercanda.

Riandra tertawa saat Reyn memeriksa hasil pekerjaannya, yang salah menuliskan rumus.

"Maaf, maaf. Aku salah nulisnya. Pantesan, kok, beda hasilnya."

Elena berlari menuju mejanya. Dan menyembunyikan wajahnya di balik buku dan tasnya.

Vino dan Evan keheranan dengan sikap Elena.

***

"Lo kenapa, sih, tadi? Evan sama Vino cerita sama gue, kalo lo tiba-tiba murung waktu istirahat."

"Gue juga gak tau kenapa."

"Ih, gak jelas banget, deh."

Elena semakin erat memeluk bantal.

"Aneh aja, gue ngerasa ada yang ngeganggu gue, gitu. Kalo ngeliat mereka lagi berduaan."

"Hah? Siapa? Rey sama Riandra?"

"Iya, itu mereka."

Saly menduga-duga.

"Jangan-jangan, lo?"

"Nggak lah, masa gue cemburu sama mereka. Gue siapanya Rey, sih. Cuma saingan dia aja."

Saly memikirkan sesuatu.