Sabar

Riandra berjalan keluar dari rumahnya, namun langkahnya terhenti ketika melihat Reyn dan Elena yang tengah menyeberang jalan sambil bergandengan tangan. Ia pun termenung seraya mengingat masa lalunya bersama Reyn.

"(Gue emang udah ngerelain dia, tapi kenangan bersamanya gak mudah buat gue lupain.)"

Riandra menghela nafas panjang, lalu mulai berjalan ke seberang jalan.

Terlihat Evan datang dengan sepeda motornya. Hampir setiap hari Evan menyempatkan diri untuk menjemput Riandra.

Riandra berhenti dan menunggu Evan memutar balikan sepeda motornya.

"Ayo naik."

Riandra tersenyum semu ke arah Evan. Evan terlihat bingung dengan sikapnya.

"Ri?"

"Eh, iya-iya."

Saat melewati Reyn dan Elena, Evan membunyikan klakson dan menyapa mereka.

"Rey, Len, gue duluan, ya."

"Yok!"

Reyn sedikit termenung melihat Riandra yang menundukkan kepalanya. Ia tahu, saat ini Riandra masih dalam pemulihan hatinya.

"(Semoga lekas sembuh!)"

***

Riandra langsung turun dari motor ketika mereka sudah sampai di parkiran. Begitu juga Evan setelah ia mematikan sepeda motornnya.

Evan menegur Riandra yang malah melamun.

"Ri, lo baik-baik aja kan?"

Riandra tersadar dari lamunannya.

"Eh, iya. Gue gak pa-pa, kok. Gue duluan ya, Van."

Riandra berlalu dengan setengah berlari.

"Riandra, tunggu!"

Riandra tampak tidak menghiraukannya.

Evan menghela nafas panjang, berusaha untuk tetap sabar menghadapi sikap Riandra yang masih tidak menentu padanya.

***

Riandra masuk ke ruangan OSIS, lalu berjalan melewati tiga orang yang tengah bekerja. Mereka adalah Sonia, Mei dan Fitri. Kakak kelas dan juga seniornya di OSIS.

"Udah belum?"

"Sabar napa, sedikit lagi selesai."

"Dari tadi sedikit lagi aja terus."

Sonia mengeluh.

"Sabar napa."

Riandra terlihat duduk di meja sebelah mereka. Lalu Fitri berbisik pada kedua temannya.

"Eh, eh, gue denger-denger Riandra kena tikung ya sama anak pindahan itu. Bener gak, sih?"

Sonia menjawab.

"Beneran lah, kalo nggak, masa dia ikut OSIS sendirian."

Riandra sedikit terusik dengan obrolan mereka, tapi ia berusaha untuk tidak memedulikannya.

"Apa hebatnya, sih, si anak pindahan itu? Wajahnya gak cantik-cantik amat. Pendek, kecil dan lugu, lagi."

"Ya, mungkin karena lugunya itu kali Rey jadi kepincut."

"Maksud lo?"

Fitri cukup terkejut dengan penuturan Sonia.

"Lo berdua merhatiin gak, sih? Kalo mereka berdua itu lengket banget, kayak si Rara sama si Bima. Rara, kan, anaknya lugu banget. Pas mereka udah jadian, si Rara lengketnya bukan main sama si Bima."

"Bukannya si Rara sama si Bima udah gituan ya, makanya mereka lengket banget."

"Eh, jangan bilang kalo maksud lo mereka itu udah…"

"Apalagi kalo bukan itu."

Kemudian sonia berbisik.

"Gini, gue rasa, si Rey bosen pacaran gitu-gitu aja sama si Riandra. Terus si Rey liat ada anak pindahan yang lugu. Lo tau, kan, cewek lugu mudah dirayu. Nah, kayaknya tuh cewek udah "kena" sama si Rey. Makanya lengket banget tuh cewek sama si Rey."

"Ah, gue ngerti sekarang. Bukan si anak pindahan itu yang ngerebut Rey, tapi si Rey-nya yang berpaling dari si Riandra. Gara-gara ada mangsa yang lebih empuk. Gak nyangka gue."

"Eh, udah, si Riandra ngeliatin kita, tuh."

Riandra melihat mereka seraya menahan emosi, ia tidak suka ada yang menjelek-jelekkan Reyn.

"Kenapa, lo gak suka? Mau ngelawan kita?"

"Bukannya lo udah putus sama dia. Ngapain masih mikirin dia."

"Kalo gue jadi lo, gue bersyukur bisa lepas dari cowok kayak gitu."

Mereka bertiga tertawa meledek.

Riandra menggeprak meja, lalu ia berlalu pergi dari ruangan tersebut.

"Huuuh, aku takuuut. Hahahaha."

Mereka kembali tertawa puas.

***

Riandra berjalan sambil memasang muka kesal.

"Kalo aja mereka bukan kakak kelas, udah gue lawan mereka."

Reyn berpapasan denga Riandra, ia heran kenapa Riandra terlihat kesal.

"Ri? Kamu kenapa?"

Riandra terdiam. Ia bingung harus jawab apa. Apa Reyn harus tahu tentang ini atau tidak?

"Ah, ini. Aku lagi kesel sama senior aku di OSIS. Mereka suka nyuruh-nyuruh aku seenaknya."

"Oh, itu. Ya, kamu sabar aja. Di setiap organisasi pasti ada aja yang kayak gitu."

"Iya, aku sabar, kok. Tapi, ya gitu, deh. Suka gendok di hati."

Reyn hanya tertawa gemas sembari mengusap kepala Riandra.

"Kamu ini. Jangan suka nyimpen dendam di hati, gak baik, tau."

Riandra merasa tenang mendapat perlakuan seperti ini. Tapi, ia sadar, seharusnya Reyn tidak seperti ini lagi padanya.

"Rey, tangan kamu."

"Maaf, aku reflek megang kepala kamu."

Reyn juga sadar, tindakannya itu tidak boleh lagi ia lakukan kepada Riandra. Demi menghargai perasaan Elena.

"Iya, gak pa-pa. Kalo gitu, aku pergi ya, Rey."

"Iya."

Reyn memperhatikan Riandra pergi dan mulai termenung.

***

"Ri, Ri." Anita terlihat tergesa-gesa menghampiri Riandra. "Lo udah denger belum, gosip soal si Rey?"

"Dasar! Ternyata omongan itu mereka jadiin gosip gak jelas."

Riandra tampak menahan emosinya.

"Ternyata lo udah tau."

"Awalnya mereka cuman mau manasin gue aja, tapi ternyata dijadiin gosip sama mereka."

"Terus, apa yang bakal lo lakuin?"

Riandra berpikir sejenak.

"Eh, Nit, kira-kira lo tau gak gosip ini udah menyebar sampe mana?"

"Kalo menurut gue, sih, masih di kalangan kakak-kakak kelas kita. Itu juga banyak yang gak percaya."

"Syukur, deh."

Riandra sedikit merasa lega.

"(Berarti masih banyak waktu buat gue ngecegah gosip ini menyebar terlalu jauh.)"

***

Evan tengah berjalan, lalu ia mendengar ada yang memanggilnya.

"Van!"

Evan menoleh dan sedikit terkejut melihat Riandra tengah berlari ke arahnya. Evan memegangi bahu Riandra setelah Riandra ada di hadapannya.

"Eh, Ri, ada apa? Kok, lo lari-larian segala?"

Riandra mencoba menenangkan dirinya terlebih dahulu.

"Ini, apa lo udah denger ada gosip soal Rey?"

"Gosip apa?"

Riandra menerangkan semuanya kepada Evan dan Evan terkejut mendengarnya.

"Itu mana mungkin Rey yang gue kenal."

"Makanya itu, gue mau minta tolong sama lo. Tolong lo sampein juga sama yang lain, kalo semua itu gak bener. Tapi, jangan sampe Rey tau."

"Kenapa? Bukannya lebih baik dia tau."

"Gue gak mau perasaan Rey terusik sama gosip gak jelas itu. Jadi, tolong pastiin itu semua."

"(Meski udah ditolak sama Rey, Riandra masih peduli sama dia. Nggak, gue gak boleh egois. Rey juga sahabat gue, gue harus ngebantuin dia saat dia dalam masalah.)"

"Oke. Gue bakal bantuin lo."

"Thanks ya, Van!"

Evan menepuk pundah Riandra seraya tersenyum.

"Gak masalah."

Riandra merasakan adanya sedikit perubahan sikap yang Evan tunjukkan padanya. Apalagi semenjak ia dan Reyn tidak lagi bersama.

"(Apa mungkin? Dia suka sama gue?)"

***

Mereka berdua berhenti tepat di depan rumah Reyn. Lalu, saling berhadapan.

"Jangan lupa, nanti sore."

"Iya."

Elena tersenyum dan berlalu sambil melambaikan tangannya.

"Daah!"

Reyn juga tersenyum seraya membalas lambaian tangannya.