Tengah malam, Reyn masih terjaga sembari menonton TV. Sejenak, Reyn melihat ke arah Elena yang sudah terlelap di bahu kirinya. Tidurnya tampak pulas, sehingga ia tidak tega melepaskan dekapan tangan Elena di tangan kirinya.
Reyn mengusap rambut Elena, lalu ia menyadari sesuatu. Tiba-tiba ia menelan ludahnya sendiri ketika melihat pemandangan yang cukup membuatnya risih. Paha Elena cukup terekspos karena bagian bawah gaun tidurnya sedikit terangkat.
Reyn bergegas mengambil bantal sofa yang ada di sisi kanannya dan menaruhnya di atas paha Elena. Setelah itu, ia menghela nafas untuk menenangkan diri.
***
Terlihat sebuah mobil masuk ke halaman depan. Orang tua Elena keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu depan rumah.
Saat sudah berada di dalam rumah, mereka mendengar suara TV yang cukup pelan.
"Pah, kayaknya dia belum tidur, deh."
"Semoga dia gak marah, karena kita pulangnya kelamaan."
Mereka berjalan menuju ruang tengah.
"Sayang, kamu masih bangun gak?"
Tidak ada jawaban dari Elena.
"Elena?"
Mereka cukup terkejut ketika melihat Elena dan Reyn yang terlelap di sofa.
"Pah?"
Papanya Elena sedikit tidak senang dengan apa yang ia lihat.
"Bangunin mereka dan suruh Elena pindah ke kamar."
"Baik, Pah."
Mama Lina membangunkan Elena dengan menepuk pipinya.
"Elena. Bangun, sayang."
Elena terbangun seraya mengucek kedua matanya.
"M-mama? Mama udah pulang?"
Reyn juga ikut terbangun dan ia langsung tergugup melihat Mamanya Elena. Dan ia semakin bergeming karena Papanya Elena memandangnya dengan tatapan tajam.
"Tidurnya pindah ke kamar, ya! Mama temenin."
"Iya, Mah."
Elena beranjak dari sofa.
"Rein, aku tinggal, ya."
"I-iya."
Elena berlalu bersama Mamanya.
Papanya Elena duduk di sofa menghadap ke arah Reyn. Reyn masih terdiam tidak berani berkata apa-apa. Tatapan beliau jadi tampak sedikit menghangat.
"Kamu tidur lagi. Besok aja kita bicaranya, ya. Biar gak canggung."
"I-iya, Om."
Reyn sedikit heran, dan tidak menyangka hanya itu yang dikatakan oleh Papanya Elena. Setidaknya untuk saat ini. Dan tak terlihat marah sedikit pun.
Beliau kembali beranjak dan berlalu meninggalkan Reyn yang masih dalam keadaan deg-degan dan bingung.
***
"Besok paginya, gue bicara sama Om Nino dan ngejelasin sama beliau kalo kita memang gak ngelakuin hal yang enggak-enggak. Om Nino pun percaya. Karena, Elena juga ikut ngejelasin."
Riandra dan yang lainnya langsung merasa lega ketika mendapat penjelasan tersebut.
"Terus mereka bertiga tau dari mana lo nginep di rumahnya Elena?"
Evan masih penasaran.
"Ah, gue baru inget. Waktu itu gue papasan sama Kak Mei, saat balik dari kantin. Pas Elena bilang makasih sama gue, karena udah nemenin dia malam itu. Nah, ada kemungkinan dia denger dari situ. Dan dia ngiranya gue udah berbuat yang enggak-enggak sama Elena."
"Ternyata itu penyebab mereka makin jadi nyebarin gosip ini."
Riandra sedikit ketus.
"Nah, sekarang gimana cara kita buat klarifikasi gosip ini sama mereka."
"Menurut lo, apa mereka mau ngedengerin kita?"
"Iya juga, sih."
Vino merasa apa yang dikatakan Evan ada benarnya juga.
"Yang jelas bukan sama mereka kita klarifikasinya, tapi sama orang-orang yang termakan sama gosip ini."
"Udah, kalo soal itu gak usah dipusingin. Yang penting kalian tau kebenarannya, itu udah cukup bagi gue."
"Tapi, Rey…"
"Gak pa-pa."
Reyn memegang pundak Riandra seraya meyakinkannya.
"Semuanya bakal baik-baik aja, asal kita gak kebawa suasana yang mereka timbulkan."
***
Mereka berempat berjalan di lorong kelas.
"Yang lo lakuin itu bahaya, tau."
"Mana gue tau, dia bakal minta gue buat nemenin dia sampai nginep di rumahnya."
Reyn dan Vino berlalu lebih dulu. Evan dan Riandra masih merasa cemas dengan yang akan terjadi selanjutnya.
"Kita tetep harus ambil tindakan, meski Rey bilang kayak gitu."
"Lo bener, Van. Ini demi kebaikan dia juga."
***
Riandra melihat ketiga orang itu tengah membicarakan gosip tersebut kepada salah satu kakak kelas mereka. Ajeng, mantan ketua OSIS sebelumnya.
"Terus, gue harus percaya sama semua yang lo omongin tadi?"
"Ya harus, dong."
"Secara kita udah punya bukti."
"Bukti apa? Mana buktinya? Kalo Cuma omongan doang gak bakal gue percaya."
Mereka bertiga terdiam sejenak.
"Tapi, kan, gue denger langsung dari si anak pindahan itu. Kalo mereka…"
"Kalo mereka apa? Siapa tau yang lo denger itu cuman soal nemenin doang. Gak mengarah ke sana."
"Lo sendiri gak tau, kan, si Rey gimana orangnya?"
"Gue emang gak tau sifat si Rey. Tapi, gue tau banget sifat kalian bertiga."
Mereka bertiga bergeming cenderung terpojok. Lalu, Ajeng pergi meninggalkan mereka.
Riandra mencoba menyusul Ajeng.
"Kak, tunggu."
Ajeng pun berhenti.
"Makasih ya, Kak."
"Buat apa?"
"Buat gak percaya sama gosip yang mereka sebarin."
"Oh itu, gak usah makasih kali. Gue emang udah gak percaya sama mereka bertiga."
Ajeng sedikit menghela nafas.
"Gue nyesel udah masukin mereka ke OSIS."
Riandra terlihat sedikit menunduk.
"Lo yang sabar aja ngedepin mereka bertiga. Kalo emang gak kuat, lo keluar aja. Daripada makan ati."
"Iya, Kak. Makasih buat sarannya."
"Ya udah, gue cabut kalo gitu."
Ajeng kembali berlalu. Meninggalkan Riandra yang terlihat semakin lega, karena semakin banyak ya tidak mempercayai gosip tentang Reyn dan Elena tersebut.
***
Reyn tengah berjalan melewati beberapa orang yang sedang nongkrong di depan kelas. Dan ada salah satu yang mencegatnya.
"Rey, apa bener soal gosip itu? Kalo lo…"
"Menurut lo?"
Reyn menanggapinya dengan tenang.
"Nggak, sih. Soalnya, gue udah kenal lo dari SMP. Mana mungkin lo ngelakuin hal sekejam itu."
Reyn tersenyum.
"Thanks, udah percaya sama gue," ucap Reyn sambil menepuk pundak Toni.
"Sama-sama. Selama gak ada bukti nyata, gue gak akan kemakan gosip begituan."
"Lo yang sabar, ya. Orang baik emang banyak cobaannya."
Salah satu teman Toni mencoba meyakinkan Reyn.
"Thanks!"
***
Elena dan Saly sedang makan siang di kantin. Di belakang mereka ada beberapa siswi yang tengah bergosip ria.
"Gue gak nyangka si Rey bakalan berpaling semudah itu. Padahal dia sama si Riandra udah deket banget, tau."
"Ya, namanya juga cowok, kalo ditawari hal begituan pasti dicaplok lah."
"Itu makanya gue gak suka cowok yang keliatannya baik-baik. Mending yang nakal aja sekalian. Nakalnya udah jelas ketauan."
"Emannya lo mau juga kalo digituin?"
"Enggak lah, gue masih punya harga diri, tau. Emangnya si Elena, lugu. Mudah dirayu dan digituin."
Mereka tertawa terbahak-bahak.
"Eh, jangan keras-keras. Ada orangnya."
Salah satu dari mereka merasa cemas.
"Biarin aja napa. Biar dia tau aja sekalian."
Elena hendak beranjak dari tempat duduk, tapi dihentikan oleh Saly.
"Udah, El, jangan diladenin. Lanjut makan aja."
"Tapi, Sal…"
"Udah."
Elena kembali duduk.
Saly sudah tahu semuanya dari Evan, sedangkan Elena tidak mengerti kenapa bisa ada gosip seperti itu tentang dirinya dan Reyn.
"Dia gak bakalan berani ngebantah, orang dia sendiri yang ngajak Rey buat tidur di rumahnya."
"Cewek lugu, sih, cewek lugu. Tapi jangan sebodoh itu lah."
Elena sudah tidak tahan dengan omongan mereka.
Kali ini Saly gagal mencegah Elena.
"Maksud kalian apa?!"
Elena terlihat marah.
Salah satu dari mereka berdiri menghadap ke Elena.
"Emang iya, kan, Rey tidur di rumah lo?"
"Tapi, kan, kita gak ngelakuin apa-apa. Cuman belajar aja buat ujian, tau."
"Heleh, ngeles aja lo."
Satunya lagi ikut bicara.
"Makanya jadi cewek, tuh, jangan lugu-lugu banget. Biar gak kerayu sama gombalan cowok kayak Rey."
"Udah gue bilang, kita gak ngelakuin apa yang kalian omongin."
Saly menghentikan Elena, sebelum terjadi keributan yang lebih parah di antara mereka.
"Udah, El. Gak usah ngeladenin mereka. Lo mau jelasin kayak apa pun, gak bakal berpengaruh sama mereka. Mending kita balik aja ke kelas."
"Bener, tuh, kata temen lo. Balik aja ke kelas. Ketemu sama Rey tersayang."
Mereka semua tertawa puas sudah mengejek Elena.
Elena terlihat menahan emosinya, ketika diajak pergi oleh Saly.
***
Reyn dan Vino terlihat heran ketika saly menuntun Elena yang tampak emosi, masuk ke dalam kelas.
"El, kamu kenapa?"
Elena tidak menjawab pertanyaan dari Reyn.
"Dia kenapa, Sal?"
"Dia emosi gara-gara diomongin yang nggak-nggak sama geng cewek-cewek kelas lain."
Reyn termenung sambil melihat Elena. Meski sudah banyak yang tidak percaya dengan gosip tersebut. Tapi masih saja, ada oknum yang membully Elena.
"(Aku tau kamu tersiksa, tapi kamu harus kuat.)"