5.Niat Baik Yang Tertunda II

Selepas kejadian yang menguji kesabaran pasutri itu, Nay pun teringat hadiah ulang tahun untuk suaminya. Nay bergegas mandi dan memakai baju seperti biasanya. Saat itu ia di dalam kamarnya menghadap meja rias nya ia sedang sibuk membenarkan kain yang di tutup kan di kepala Nay. Selama ini Nay belum tergerak hatinya memantapkan hatinya untuk menutup auratnya. Namun hidayah datang disaat yang tak pernah terduga. Nay pun segera menjemput hidayahnya tersebut, pagi itu Nay mengenakan gamis putih senada dengan kerudung syar'i nya berwarna putih mengucapkan bismillah sambil keluar kamar menghampiri suami dan anak-anaknya di ruang keluarga.

"Rey" panggil Nay dengan merdu.

Rey yang sedang menonton televisi bersama kedua anaknya pun menoleh ke arah suara yang memanggil namanya. Rey yang sempat terdiam ia melihat sang istri mengenakan kerudung dan baju muslimah. Kini ia melihat istrinya yang biasanya rambutnya di biarkan terurai panjang kini tertutup oleh sehelai kain segi empat yang di pasang dengan begitu pasnya untuk menambah keindahan Wajah istrinya tersebut.

"Ia Nay" jawab Rey yang menoleh sambil terkagum akan kecantikan istrinya pagi itu

"Inilah hadiah ku untukmu" ucap Nay

Fatih dan Qia pun menoleh ke arah bundanya.

"Bunda mana hadiahnya? Hadiah untuk siapa? Hadiah apa?" tanya Qia yang penasaran menghentikan aktifitas nya sesaat.

"Masak Qia nggak tau, apa hadiahnya.. Lah emang Qia nggak tau kalau kemarin itu kan hari.." ucap Nay berusaha mengingatkan sang anak

"Kemalin hali apa bunda, kemalin kan hali Minggu. Memang ada apa dengan hali Minggu?" tanya Qia dengan cadelnya

"Bukan harinya Qia, kemarin itu tanggal ulang tahun nya ayah" ucap Fatih yang selesai mewarnai gambarnya

"Ayah ayah maafin Qia, Qia lupa maafin Qia ya Ayah kalena Qia lupa ulang tahun ayah" ucap Qia sambil berlari memeluk sang ayah.

"Iya puterinya ayah nggak apa-apa sayang. Itu artinya ayah sudah semakin tua. Qia harus jadi anak yang baik agar nanti bisa menemani ayah dan bunda jika ayah bunda sudah semakin tua" ucap Rey mencium kening sang puteri.

Qia pun kembali duduk di karpet berbulu di depan televisi bersama sang kakak melanjutkan mewarnai gambarnya bersama sang kakak, dan Nay yang terlihat malu-malu itupun duduk di samping sang suami sembari menonton televisi, dan menunggui putera-puteri mereka yang sedang asik mewarnai gambar mereka.

"Mengapa kau memilih kerudung sayang sebagai hadiah ulangtahunku?" tanya Rey sambil melihat wajah sang isteri.

"Karena aku berfikir jika menutup aurat adalah kewajiban setiap muslim. Aku melihat kak Vellycia dan kak Dewi yang sudah istiqomah dengan hijabnya membuatku merasa iri karena aku tak kunjung berani menutup auratku" ucap Nay

"Nay...istriku aku tak melarangmu untuk menutup aurat namun aku ingin kau melakukannya karena Allah bukan karena ikut-ikut an atau iri hati dengan Vellycia atau Dewi.

Aku tau menutup aurat itu sebuah keharusan dalam agama kita. Namun aku pribadi lebih mementingkan keseharian kita di lingkungan, misalnya kita yang mengaji dengan batin berbeda dengan kita yang mengaji berdasarkan buku tanpa praktek langsung di kesehariannya." ucap Rey

"Maksudnya Rey??, aku semakin bingung" tanya Nay

"Begini, misalnya contoh seperti kamu yang bercerita melihat Bu Ningsih tetangga kita yang diam-diam membeli sapu, atau kemoceng, atau apa untuk kepentingan Mushola namun memilih menaruhnya diam-diam di malam hari disaat semua orang tidak ada yang mengetahuinya. Begitu juga sang anak yang diam-diam membelikan lampu untuk pos ronda namun ia juga berkata tidak tau waktu di tanya siapa yang membelikan lampu pos ini.

Ini adalah contoh mengaji batin jika tangan kanan memberi tangan kiri jangan lah sampai tau. Bu Ningsih dan sang anak mereka juga tidak berkerudung juga tidak menutup aurat. Namun mereka sangat baik. Bahkan kebaikan itu kita tidak tau dari mereka langsung melainkan dari banyak orang-orang, baik tetangga jauh maupun dekat. Banyak dari mereka berkata jika keluarga bu Ningsih merupakan keluarga yang sangat ramah dengan siapapun dan sangat ringan tangan saat membantu tetangga" ucap Rey

"Oh iya kalau masalah itu memang benar banyak juga dari teman-teman arisan membicaran kebaikan bu Ningsih bersama sang putera. Bahkan Almarhum Pak Sholeh suami dari bu Ningsih yang sudah lama meninggal bahkan jauh sebelum kita pindah kemari. Almarhum terkenal begitu sangat jujur, pekerja keras, ramah, ringan tangan, suka bercanda, juga sama halnya dengan bu Ningsih sangat suka memberi namun tak ingin di ketahui siapapun.

Bahkan ketika aku, kak Vellycia, dan kak Dewi serta bu RT sedang makan bakso di desa tetangga. Abang penjual bakso itu sampai kenal dengan almarhum suami dari bu Ningsih itu. Kata si bapak penjual bakso tersebut almarhum setiap lewat depan warungnya selalu menyapa dengan caranya. Penjual bakso itupun menceritakan kebaikan almarhum kepada sang istri ketika sedang bertakziah. Bu Ningsih hanya tersenyum. Kamu tau nggak Rey mengapa bu Ningsih tersenyum?" tanya Nay

"Tau, itu karena bu Ningsih senang almarhum suaminya di kenal banyak orang dengan seorang yang berbudi luhur. Dan di kenang atas kebaikan-kebaikan beliau" jelas Rey

"Nah ia benar sekali Rey, dari keluarga bu Ningsih baik almarhum suaminya yang belum pernah kita lihat, hanya kita dengar dari cerita orang-orang akan kebaikan beliau. Kebaikan sang istri dan juga sang anak yang kita semua baik kamu ataupun aku kita lihat secara langsung maupun tak langsung." jelas Nay

"Itu semua menandakan mengaji batin itu sangat perlu di keseharian kita." ucap Rey

"Namun mengaji agama juga penting Rey" jelas Nay

"Yang bilang mengaji agama itu nggak penting siapa sih sayang? Mengaji agama ilmu agama baik Fiqih, Tauhid, Syariat, Adab, Akhlak, mengaji Alqur'an, itu semua penting Nay sangat penting bagi kita untuk belajar agama. Namun jangan sampai membuat kita menjadi sosok yang mabuk agama." ujar Rey

*Bersambung.....