Ray sama berdiri dengan Deni dan menuju ruang kelas mereka. Selintas Ray melihat wajah Tantia yang ketawa-ketawa sambil gandengan tangan Irma teman sebangkunya, dipastikan mereka juga akan melangkah menuju ruang kelas yang tempatnya sama dengan Ray dan Deni.
" Apa ?".
" Kamu kenapa sih ?".
" Apa ?. Kamu yang kenapa ? ".
" Ya.. kenapa ?".
" Main tabrak aja ".
Ray tepuk jidat. Mana Ray tahu kalau Tantia mau keluar lagi, makanya Ray masuk aja, hingga Ray dan Tantia langsung tabrakan dipintu, soalnya baik Ray maupun Tantia jalannya memandang lantai.
" Napa Kamu ?".
" Kenapa memang ?'.
" Udah, Dasar ".
Ray hanya memandang punggung Tantia yang kembali ke kursinya, ngga' jadi keluar. Ray juga melangkah kekursinya, Ray duduk dengan geleng kepala dan terus tepuk-tepuk jidatnya.
Ray melirik kesamping melihat Tantia yang sedang keluarkan buku dari dalam tasnya. Otak Ray berkelut juga, kembali Ray tepuk jidatnya, yang pasti Ray akibat tabrakan tadi tahu sedikit betapa lembutnya Dada Tantia.
Bastian pegang tangan Ray. " Kena juga tadi ya Ray ?. lumayanlah ".
" Sial ".
" Itu bukan sial Ray, Untung ".
" Otakmu Bas, kotor terus ".
" Tapi kamu merasa kan ?".
Ray kepal tinjunya dan taratkan kemuka Bastian baru kemudian menolaknya dengan kuat, kalau seandainya Bastian tidak pegang tangan Ray yang lain, pasti Bastian terjatuh kelantai.
Hingga bel pulang terdengar Ray terus saja memandangi wajah Tantia, walau hanya dari samping tapi Ray menemukan hal yang membuat dada Ray agak bergemuruh, Tantia memang Cantik.
" Nanti sore kemana Ray ?".
" Ngga' tahu Bas. Kenapa ?".
" Temani aku ya ".
" Kemana ?".
" Ke Pasar ".
Tak seperti kawannya yang lain, Ray berdiri agak lunglai dan melangkah perlahan aja, malah Ray menjadi orang yang paling terakhir keluar dari kelas, Ray tak begitu bernafsu cepat keluar, tidak seperti Chairul dan Deni yang setengah berlari.
Walau sebenarnya mereka punya tujuan lain dari sekedar pulang cepat, ambil kesempatan dalam kesempitan, itu dapat dibuktikan dengan lumayan banyaknya suara jerit perempuan sebelum lewati pintu. Ray dan Bastian memilih keluar paling terakhir.
" Ngapaian Ke pasar ?".
" Nyari buku, Okey ya ".
" Boleh, Kapan ? ".
" Jam 3 sore. Nanti aku jemput ".
Ray anggukkan kepala. Bastian dan Ray berpisah dipagar sekolah. Ray menuju halte untuk menunggu angkot, Bastian jalan kaki aja, karena rumah Bastian ke sekolah ngga' nyampe 100 meter.
Ray cukup heran mendapati pintu rumah mereka terkunci. Tangan Ray meraih gembok pintu dan mengguncangnya, memang tertutup sama sekali, Ray pergi kerumah tetangga mereka Bu Wasti, biasanya Ibu Ray titipkan kunci pintu kesana kalau Ibu Ray pergi keluar rumah sebelum Ray pulang dari sekolah.
" Wak.. Wak.. ".
" Bentar ya Ray.. Uwak ambil dulu ".
Bu Wasti sudah tahu apa yang Ray inginkan, Ray berdiri aja dipintu menunggu. Dan tak lama Bu Wasti muncul dengan kunci ditangan, Bu Wasti serahkan ke Ray dan menerima.
" Makasih ya Wak ".
Hanya anggukan kepala plus senyuman yang Ray dapatkan dari Bu Wasti, dan Ray juga melakukan hal yang sama kearah Bu Wasti, Ray langsung saja berbalik menuju rumahnya yang hanya lima meter dari rumah Bu Wasti, buka pintu rumah dan masuk.
Ray ganti pakaian dan kembali keruang depan, ambil buku yang ia pinjam dipustaka tadi dan membacanya aja sambil menunggu Ibunya pulang. Tapi tak lama, hanya berjarak tak lebih setengah jam Ibu ray sudah ada didepan pintu.
" Mama Dari mana ?".
" Rumah Pak Rahman ".
" Pak Rahman ?. Ngapain Ma ".
" Ada acara ".
" Acara apa ?".
" Anak Pak Rahman yang Dino itu lulus masuk Polisi, Pak Rahman syukuran, Mama diundang ".
" Dino ?".
" Ya.. hebat juga dia ".
Ray ikut mengangguk sekedar jawab anggukan Ibunya yang langsung beranjak menuju dapur rumah mereka. Ray tetap aja duduk dikursi depan, masih dengan buku antropologinya.
Entah kenapa Ray kepikir ke Dino, kakak kelasnya yang berjarak dua tahun. Walau mereka punya beda usia dua tahun tapi Ray dan Dino berteman cukup akrab sejak mereka masih dikelas Sekolah Dasar.
Sakin akrabnya Ray dan Dino, jika Ray diganggu orang, maka Dino yang datang membantu Ray, bahkan jika harus berkelahi mereka siap dan saling membantu satu sama lainnya, demikian juga dengan Ray, apabila Dino dapat masalah, maka Ray yang pertama datang memberikan bantuan apapun yang dibutuhkan Dino.
Dino sudah dapatkan apa yang sejak lama ia cita-citakan. Ray sebenarnya juga punya cita-cita yang amat tinggi, Ray juga punya keinginan yang jauh juga menuju keatas.
Waktu masih SD dulu Ray bercita-cita jadi sorang dokter yang mampu mengobati banyak orang, Ray juga punya keinginan menjadi seorang insyiur yang handal dan mampu menbuat bangunan yang menjulang tinggi ke angkasa.
Ray juga tertarik menjadi Tentara yang siap membela bangsa dan negaranya yang besar ini.
... Bersambung ...