4

Tapi semua itu langsung berubah kelam dan sangat suram bagi Ray saat ayah yang ia cintai pergi meninggalkan mereka sejak enam tahun yang lalu. Ayah Ray meninggal dunia saat Ray gembira sudah selesaikan SD nya.

Kegembiraan Ray yang membawa berita ia lulus SD dengan nilai baik spontan berubah menjadi hari yang kelabu saat Ray sampai dirumahnya, Ray terpaku mendapatkan ayahnya sudah terbujur kaku tanpa nyawa. Semua kegembiraan Ray serasa tak punya arti apa-apa saat itu.

Hingga masuk SMP Ray berubah menjadi anak yang pendiam, kegembiraan Ray pupus, Ray amat terpukul dengan kepergian ayahnya, apalagi melihat Ibunya yang dulu hanya menunggu ayah pulang kerja kini banting tulang demi untuk membuat Ray dan Ibunya bisa sekedar makan.

Ray pernah menggoda Ibunya untuk menikah lagi, Ibu Ray hanya tertawa dan memberikan photo ayahnya. Ray memandangi photo ayahnya dengan seksama, ayahnya yang lumayan tampan.

Ray amat bangga punya ayah seperti dia, sangat sayang hidupnya tak lama. Pria itu amat tangguh, ia dapat menjalani hidup dengan ribuan tantangan yang datang.

Awal menikah dengan ibunya saja Ayah Ray harus hadapi masalah, Kakek Ray tak suka dengan ibunya menikah dengan orang yang bukan orang batak, Kakek Ray ingin ia punya mantu Orang Batak.

Katanya punya tanda keturunan yang jelas, tapi Ayah Ray menghadapi dengan tenang, dan Ibu Ray juga tidak goyah dengan itu semua, dan sekarang Ray juga sadar, perbedaan suku tidak mesti menghalangi cinta mereka.

Apalagi alasan Kakek Ray juga tidak mesti harus dipatuhi sepenuhnya, karena hanya ada kekhawatiran Ibu Ray akan kehilangan adatnya, ayah Ray tak akan bisa mengikuti dan menghormati adat mereka, juga kekhawatiran lain tentang cucunya yang tak bakal kenal adat ibunya.

Tapi semua itu salah sekali. Ayah Ray perlahan-lahan mampu mendinginkan hati kakeknya, semua yang paling disenangi Kakek Ray dikerjakan ayah Ray dengan hati penuh.

Termasuk proses adat yang lumayan rumit. Bahkan ayah Ray mendalami adat batak dengan penuh konsentrasi, hingga kepala lingkungan saat itu Pak Jauhari mengatakan kalau ayah Ray lebih batak dari orang yang benar benar batak.

" Kamu kenapa Ray, kok menangis ".

" Mama ".

Ray merubah duduknya dan menghapus bening yang ada disudut matanya. Bening yang tidaj mampu Ray tahan. Ia keluar begitu saja tanpa diminta sama sekali.

Ray memang amat terpukul hingga saat ini, sering ada kecemburuan dalam hati Ray manakala melihat orang lain akrab dengan ayahnya. Ray ingin merasakan hal itu, tapi mana mungkin lagi Ray merasakan hal itu saat ini.

Kerut kening Ibu Ray yang amat dalam dan cara Ibu Ray memandang anaknya membuat Ray berusaha tersenyum, walau amat terpaksa.

" Kamu kenapa Ray ?".

" Ngga' apa-apa kok Ma ".

" Kamu kok.. ".

Ibu Ray tetap yakin kalau Ray punya masalah sampai-sampai Ray harus meneteskan air mata, ibu Ray hampir tak pernah melihat pemandangan semacam ini sejak Ray duduk di Kelas SMP

Tentu Ibu Ray merasa terganggu dengan pandangan yang menurutnya cukup ganjil dan jarang terjadi itu, hingga Ibu Ray tetap ingin tahu apa yang sedang terjadi dihati Ray.

" Kamu kenapa ?".

Ray memandang Ibunya sesaat. " Ngga' apa apa kok Ma ".

" Ngga' apa apa gimana ?".

Ray lebih menundukkan kepala. " Tiba-tiba Ray teringat ayah Ma ".

Ibu Ray langsung berubah muka dan ikut ikutan dengan Ray, sama sama memasang kepala tertunduk mendengar perkataan anaknya. Ada rasa terkejut yang amat sangat dihati Ibu Ray dengar apa yang baru dikatakan Ray.

Ada bayangan yang langsung menguasai pikiran ibu separuh baya itu. Bayangan yang sangat kuat mengunci pikirannya. Teringat akan ayah Ray merupakan kenangan yang manis namun diharapkan tidak berlangsung sering.

Karena manisnya kini hanya tinggal dalam bayang bayang ingatan, hari hari yang manis itu sudah pupu tanpa bekas sama sekali, tak ada sisa yang bisa dijadikan kembali indah.

Terus terang saja, Ibu Ray juga sering menangis sendiri jika ingat almarhum suaminya, ayah Ray yang sudah lama pergi. Apalagi ia harus melihat Ray yang sering tidak hanya bertindak sebagai anak.

Tapi Ray sudah sangat sering menjadi orang yang harus bertanggungjawab terhadap keluarga, Ray harus bekerja paruh waktu untuk menyelesaikan hal-hal tertentu yang terkadang tidak begitu besar.

Sebab apa yang dilakoni Ibu Ray sekarang tak terlalu mampu menciptakan kata cukup. Ayah Ray yang lembut dan penuh pengertian itu terlalu cepat pergi, Ibu Ray juga belum puas hidup bersama dan mendapatkan cinta dari ayah Ray.

Tapi Tuhan berkata lain, Kepergian ayah Ray yang tiba-tiba dulu memang terus membuat Ray dan Ibunya merasa begitu terpukul. Jika boleh berandai andai, jika Ayah Ray masih hidup, Ray tak perlu memerankan hal hal yang belum saatnya itu.

" Ayah sudah pergi Ray ".

" Memang sudah lama Ma ".

" Ayah kamu orang baik, dan kamu harus bisa menjadi orang baik baik, orang yang sebaik ayahmu ".

" Ray paham Ma ".

Ray makin menunduk. Bayangan ayahnya semakin kuat menusuk jantungnya hingga dada Ray semakin kuat getarnya, tanpa sadar kaki Ray juga ikut bergetar bergerak gerak sendiri.

Ray terlalu larut, malah Ray tak lagi angkat mukanya walau sekedar melihat Ibunya yang langsung berdiri dan pergi meninggalkan Ray sendirian yang masih terus dikuasai kenangan manis dengan ayahnya. Kenangan yang terus dan tetap mengejarnya.

Ray tetap menunduk, sudah sekian tahun lamanya Ray hanya punya Ibu, tak lebih dari seorang Ibu, tempat membicarakan semua dan apapun yang memerlukan tempat untuk cerita, hanya seorang ibu.

Saudara saudaranya yang terdekat tentu dari Ibunya, itupun lumayan jauh di Pematang Siantar, kesana butuh waktu yang tidak pendek, belum lagi biaya yang lumayan besar, menuju Pematang Siantar tak berbeda ongkosnya dengan berangkat ke Medan walau jaraknya cukup jauh juga.

... Bersambung ...