5

Kalau keluarga dari ayahnya, sampai saat ini Ray bagai kehilangan jejak, sejak ayah Ray pergi hingga saat ini, Ray sama sekali tak pernah berhubungan dengan keluarga ayahnya yang berada jauh di Sulawesi, tak ada hubungan yang pernah mereka bangun bersama, dan pihak keluarga ayahnyapun seakan tak merasa perlu tahu.

Ray tahu kalau dia punya 1 Wawak, 2 Paman dan 3 Bibi di Sulawesi, tapi Ray sama sekali tak kenal dengan semua itu, sejak lahir Ray tak pernah jumpa sekali saja dengan mereka.

Dan merekapun rasanya tak pernah mencoba menghubungi Ray atau ibunya, sama sekali tak pernah. Ray tak bisa berbuat banyak, Sulawesi hanya pernah Ray lihat di Peta.

Jam kadang memang begitu cepat bergerak dan berlari dengan kencang. Sore udah menjelang, Ray bangun dan kucek matanya setelah cukup lama badannya bergoyang goyang oleh tangan ibunya, pukul 16.00 WIB sudah.

Ray malas malasan keluar kamar. Ray akhirnya mampu tersenyum setelah mendapati wajah Bastian yang sedang duduk diruang depan.

" Tidur aja, Yok.. kapan lagi ?".

" Mau kemana ?".

Bastian geleng kepala. " Kan tadi mau ke pasar ?".

Ray tepuk jidat. " Sorry friend. Aku lupa. Cuci muka dulu ".

Bastian hanya geleng kepala. Tapi siapapun pasti suka tidur siang. Bastian juga sesekali tidur sore jika tak banyak aktivitas yang harus dikerjakan.

Tapi banyaknya kesibukan yang dilakoni Bastian hingga waktu yang ia punya untuk sekedar tidur siang hampir tak pernah kesampaian sama sekali.

" Yok.. ".

Bastian tak lagi memberikan jawaban, Bastian langsung berdiri dan sama keluar dari rumah Ray menuju jalan raya yang tak berapa jauh. Hanya berjarak dua rumah saja dari rumah Ray, pilihan mereka tentu beca dayung.

" Mau beli buku apa sih ?".

" Buku Bekas ".

" Buku Bekas ? Untuk apa ?".

" Yang bagus untuk dibaca, yang ngga' bagus untuk bungkus cabai ".

Ray hanya tertawa kecil. Keluarga Bastian memang punya kedai sampah kecil yang menjual kebutuhan rumah tangga mulai dari yang kecil hingga yang lumayan besar, jadi jelas kalau Bastian butuh kertas untuk pembungkus Cabai, Bawang, dan atau lainnya.

Pasar udah sampai, Ray dan Bastian sama turun, setelah bayar ongkos keduanya langsung menuju pusat pasar yang lumayan ramai, Ray hanya mengikuti langkah Bastian yang jelas sudah tahu kemana ia harus melangkahkan kakinya.

Ray terus melangkah dibelakang Bastian, bahkan lihat lihat kiri kanan aja Ray tidak, pandanngannya cukup dalam menuju lantai.

" Ray.. Ray… Ada cewek cantik tuh ".

Ray sampai terkejut. " Cewek cantik apaan ?".

" Itu.. lihat ".

Ray ikuti telunjuk tangan Bastian. " Mana ?".

" Itu yang bawa keranjang merah ".

" Sial ".

Ray langsung mengumpat, Bastian terus tertawa, mungkin teringat dengan kejadian pagi tadi di sekolah. Ray dorong Bastian untuk melanjutkan langkahnya, Bastian melangkah juga masih dengan tawa kecilnya. Ray geleng kepala, cewek yang bawa keranjang merah yang dikatakan Bastian itu adalah Tantia yang sedang belanja kebutuhan dapur bersama Mamanya.

Tapi Ray harus jujur, Ray tak tahu sudah berapa kali ia melirik kearah sana, terlalu sering malah, hingga Tantia dan Mamanya tak kelihatan lagi.

Jujur Ray dapat hal baru di pasar ini, Tantia yang memang cantik ternyata juga seksi. Dengan pakaian yang cukup minimalis kaya' begitu ternyata Tantia boleh dimasukkan dalam katehori imut.

Dengan celana pendek yang super ketat dan baju kaos lengan pendek yang lumayan ketat yang dipakai Tantia menggambarkan betapa Tantia adalah seorang yang gadis manis yang punya banyak kelebihan.

Putih, bersih, cantik, manis, dan banyak lagi yang Ray sendiri tak bisa menghitungnya secara pasti. Kalau ditulis keatas kertas mungkin dapat mencapai 5 atau 25 lembar.

" Bentar Ray.. kita kesana dulu ".

Ray hanya anggukkan kepala walau sebenarnya Bastian tak akan lihat, Ray terus ikuti langkah Bastian yang membelok kekanan dan terus berjalan lurus kedepan dengan langkah yang cukup cepat, Ray yang mengikuti bahkan hampir setengah berlari.

" Woi.. woi.. apaan sih ?".

Spontan Ray menangkap gadis itu dan tanpa sengaja memeluknya. Kalau seandainya tak begitu bisa jadi gadis itu memang akan terjatuh kebuah buahan yang banyak disana.

" Rayyyyyyy….. ".

Ray terbeliak dengar jeritan yang dekat dengan kupingnya. Buru buru Ray melepas pelukannya. Ray terpaku tak bersuara, yang terpeluk olehnya ternyata Tantia. Bastian sudah pegang pegang perut yang terasa tegang akibat tawanya yang pecah sangat panjang.

" Bu… ".

Ray menatap Mama Tantia dengan pandangan mata bagai orang yang bersalah besar. Untungnya Ibu separuh baya itu tersenyum aja. Tapi Ray harus meringis menahan perutnya yang kulitnya diputar jemari Tantia dengan sekuat tenaga. Pedih sekali dan cukup lama.

" Udah Tan.. Sakit tau ".

" Apa ? Sakit apa ?".

" Sakit.. ya Sakit.. apa lagi ?".

Ray tak tahu apa yang harus ia lakukan, ada banyak perasaan yang tak sedap menguasai hati dan otaknya. Ray kembali harus mendapati mata bulat Tantia yang seakan mau menelannya.

Kali ini Ray tak bisa mengeluarkan kata kata yang sama dengan apa yang ia katakan tadi pagi disekolah, karena saat ini Tantia berada disamping Mamanya. Mana mungkin Ray berani.

" Ngapain nabrak ?".

" Siapa yang nabrak ?".

" Nanya lagi ? hobby nabrak ya ".

" Ngga' juga sih ".

... Bersambung ....