6

Tangan Tantia yang halus kembali nempel diperut Ray yang langsung meringis lagi, karena kuatnya Ray harus sampai menundukkan badannya dengan harapan sakitnya bisa berkurang.

Tapi badan yang menunduk ini berakibat lain, hidung Ray tanpa sengaja menyentuh kening Tantia.

" Sana.. sana.. bosan lihat kau terus ".

Ray anggukkan kepala kearah Mama Tantia yang masih menyisakan senyum yang tipis tapi manis sebelum beranjak menjauh mengikuti tarikan tangan Bastian yang lumayan kuat. Bastian terus mengumbar tawanya dengan lepas sekali, terasa begitu lucu.

" Mantap juga kau Ray ".

" Mantap apaan ?".

" Ya.. mantaplah. Bisa meluk, bisa cium kening lagi ".

" Sial ".

Ray hanya bisa mengumpat diantara banyaknya tawa Bastian yang terus terdengar tak mau henti hentinya. Tapi Ray akhirnya senyum sendiri, bertambah lagi hal yang Ray ketahui tentang Tantia, selain cantik, manis, putih, bersih, pintar, ternyata Tantia juga… harum.

OO oo OO

Tantia menutup mukanya dengan kedua tangan dan terisak-isak. Walau merasa lucu, Ray coba tahan rasa ingin ketawanya. Ray tak percaya wanita yang cerewetnya minta ampun itu bisa nangis terisak, sendirian lagi.

Ray memang tak tahu apa yang terjadi pada Tantia, tapi Ray tetap merasa lucu dengan apa yang dilihatnya saat ini, Tantia menangis.

" Kamu kenapa manis ".

Mata Tantia terbeliak. Jelas sekali matanya berkaca-kaca, tapi masih juga bisa melotot kearah Ray yang sudah duduk disampingnya. Mulut Tantia amat runcing bagai tombak yang siap menghantam Ray tepat dikening.

" Kamu bilang apa ?".

" Aku Cuma nanya, kamu kenapa ?".

" Coba.. coba ulang yang kamu bilang tadi ".

" Yang mana ?".

" Yang pertama tadi ".

Ray tersenyum kecil dan anggukkan kepalanya. " Kamu kenapa manis ?".

Ray langsung menutup kepalanya dengan kedua tangannya, Ray menggulungkan tubuhnya, postur tubuh Ray yang tinggi semampai membuatnya bisa menyelipkan kepalanya diantara dua lututnya dan menutup kepalanya dengan kedua tangannya.

Kalau tidak, dipastikan tangan Tantia yang tinjunya udah dikepal bisa mendarat bertubi-tubi kewajah Ray. Dengan cara seperti itu, Tantia hanya bisa meninju Bahu dan punggung Ray sepuasnya. Cukup lama, hampir 20 pukulan baru Tantia berhenti.

Ray melirik sedikit baru kembalikan posisinya setelah melihat Tantia sudah seperti pertama dia lihat tadi, bedanya kalau tadi Tantia tutup mukanya dengan tangan, kini kedua tangan Tantia menopang bahunya dan pasang muka cemberut.

" Kamu kenapa Sayang ?".

" Apaan ?".

" Ya.. kamu kenapa ?. Kok nangis ?, kan aku jadi ikut sedih, gitu lho ".

Tantia berdiri. " Tauk ".

Ray masih bisa tersenyum kecil dan pandangi punggung Tantia yang berjalan meronta dan hilang dibalik dinding sekolah. Ray hanya geleng kepala aja, kok bisa-bisanya anak secerewet Tantia menangis.

Tapi Ray berpikir lagi, semua orang juga, bagaimana aja sifatnya, pasti dan dipastikan punya waktu untuk sedih, dengan begitu, juga punya kesempatan untuk membuang air mata.

Ray magut-magut sendirian, keluarkan kerupuk yang tadi ia kantongi, buka dan makan satu-satu aja. Yang pasti sekarang ini Ray amat pengen tahu apa yang ada dihati Tantia, setidaknya Ray tahu apa yang membuat Tantia bisa menangis sesedih itu. Ray Cuma ingin tahu aja.

" Ray.. ".

Ray angkat kepala. Jelas Ray amat terkejut, apa tidak, kini Tantia berdiri didepannya, Tantia berdiri dengan muka sedikit menunduk, kedua tangannya saling bertautan, persis seperti anak kecil yang kedapatan nyopet mangga tetangga.

Ray sampai melongo tanpa ada suara yang bisa keluar dari mulutnya satu hurup aja.

Dan memang Ray tak bisa ngomong lagi, bukan saja hanya karena memang ngga' tahu mau omongin apa, bel juga terdengar panjang, walau lamat dan lumayan kecil, tapi kuping Ray dapat menangkap suara itu dengan jelas.

Ray berdiri akhirnya, tarik tangan Tantia, dan jalan bersama pelan-pelan saja menuju ruang kelas mereka yang memang sama. Pegangan tangan Ray umurnya ngga' lama, baru satu langkah pijak teras depan ruang kelas I Tantia tarik tangannya.

" Kamu mengapa sih ?".

Tantia buang nafas berat. " Aku pusing Ray ".

" Kamu sakit ?. atau … ".

" Aku sehat aja kok ".

" Lantas ?".

Cukup lama Ray dan Tantia saling pandang. Tantia yang duluan buang muka, Ray menghela nafas panjang. Yang ditemukan disana justru sebuah hal yang istimewa.

Tantia memang benar-benar cantik, benar benar manis, benar benar punya pesona. Kini Ray merasa sialnya. Dada Ray berdegup kencang tanpa ia mampu berbuat apapun untuk berusaha menguranginya.

" Ini masalah keluarga Ray ".

" Keluarga ? ". Kening Ray berkerut. " Keluarga kamu kenapa ?".

" Entahlah Ray ".

" Kok entahlah ?".

Tantia kembali buang nafas berat. Ray hanya bisa melirik saja kearah Tantia. Ray dan Tantia tetap jalan santai hingga kepintu ruangan walau hanya tinggal mereka berdua yang berada diluar ruangan.

Ray biarkan Tantia masuk lebih dulu, untung memang Pak Taufiq yang guru Ekonomi yang biasanya cepat datang kini datangnya agak lama dikit, hingga saat Ray dan Tantia masuk tak ada dapat teguran khas dari Pak Taufiq.

" Orang Tuaku cerai Ray ".

" Kamu ?... ".

... Bersambung ...