8

Ray makin bingung. Yang terbayang dibenak Ray adalah ayahnya, ayah Ray semasa hidupnya juga mendapatkan masalah yang sama. Jika pertanyaannya sejauh mana kehebatan adat itu Ray juga ngga' bisa jawab. Ray juga lumayan buta dengan semua itu. Ray tak tahu banyak soal itu.

" Adik kamu ?".

" Sejak bulan lalu ia memilih tinggal dengan nenek di Kampung. Mungkin itu lebih baik ".

" Kamu ?".

" Entahlah Ray ".

Ray memandang wajah Tantia yang memang tampak keruh sekali. Sebenarnya Ray amat kasihan dengan itu, tapi Ray tak tahu mau berbuat apa, Ray hanya bisa sebagai pendengar budiman saja, usaha apa yang Ray bisa lakukan, tak ada sama sekali.

" Yang sabar Tan ".

" Aku ingin semua cepat Ray ".

" Maksud kamu ?".

" Aku ingin mereka pasti, cerai atau tidak ".

" Sekarang ?".

" Masih sidang kedua ".

Ray meraih jemari Tantia dan membelainya walau dengan ibu jari aja. Ray terus memandangi wajah Tantia yang makin suram. Dan Ray makin tak tentu saat Tantia tertunduk, dari sudut matanya ada air bening yang jatuh hingga kerok Tantia.

Ray tak bisa ungkapkan perasaannya, tapi Ray merasa dadanya ikut berdenyut dan terpukul dengan kondisi Tantia.

" Pacaran aja kau Ray. Ngga' lapar ?".

Ray cepat-cepat lepas tangannya. " Wawak, Wawak ada-ada aja ".

" Pacaran sih pacaran Ray. Tapi.. ".

" Tapinya apa Wak ?".

" Ngga' tahu ".

Ray ikut tertawa kecil bersama Wak Salman yang punya kedai. Wak Salman letakkan minuman dingin didepan Ray dan Tantia, kemudian Wak Salman ucek rambut Ray dan berlalu pergi.

Wak Salman sebenarnya cukup salut pada Ray, ia tahu kondisi Ray, dan Ia kenal keluarga Tantia, Wak Salman ngga' tahu kalau mereka tak punya hubungan apa-apa selian berteman, tapi dengan cara mereka yang kaya' begitu siapapun pasti percaya kalau mereka pacaran.

" Diminum Tan ".

Tantia mengangguk dan meneguk minuman yang ada didepannya, sekali teguk, habis. Ray sampai heran kalau Tantia bisa sehaus itu. Ray juga minum, dan ikut-ikutan seperti Tantia, sekali teguk, minuman yang ada didepannya langsung kosong.

" Kita balik aja Ray ".

" Terserah kamu ".

Tantia duluan berdiri. Ray juga berdiri, bayar minuman dan mengikuti langkah Tantia yang sudah ada diluar kedai. Ray tak tahu mau ngomong apa lagi pada Tantia, yang pasti Ray ikut merasakan pilu yang ada didada Tantia.

" Aku naik beca aja Ray ".

" Kejauhan ngga' ?".

" Ngga' apa-apa ".

Ray menatap wajah Tantia yang masih juga agak suram. Ray menemukan hal yang amat parah dimata Tantia. Ray memeluk bahu Tantia dan mereka lanjutkan langkah hingga ketepi jalan, berdiri ditrotoar.

" Kamu yang sabar Tan ".

" Makasih Ray ".

" Hanya sabar yang paling mungkin dapat dilakukan kalau hadapi hal yang semacam ini ".

" Aku ngga' paham Ray. Kenapa harus ada hal yang semacam ini ".

" Namanya juga hidup Tan ".

Tantia anggukkan kepala, ada rasa yang membuat dadanya sedikit lapang setelah cerita lumayan panjang pada Ray. Saat ini Tantia hanya punya Ray tempat dia berbagi cerita.

Tantia punya banyak hal yang positif jika bertemu dan cerita dengan Ray. Apalagi Ray juga mau dan siap dengar semua keluhan yang Tantia punya.

Ray panggil beca dayung, begitu beca dayung dekat Tantia langsung naik. Yang ada hanya anggukan dan senyum tipis saja, Tantia berpaling dan becapun bergerak meninggalkan Ray.

Ray memandang terus hingga Tantia hilang ditikungan jalan. Ray akhirnya melangkah juga, kaki Ray perlahan saja menuju halte angkot, Ray ingin pulang aja.

Ray tak ingin mau kemana-mana, Ray ingin cepat-cepat pulang, lagi pula Ray memang udah lumayan lapar. Ray langsung naik angkot dan pulang menuju rumahnya.

" Kok lama Ray ?".

" Ada kerjaan dikit Ma ".

" Kerjaan apa ?".

" Kerjaan aja ".

Ibu Ray tak menjawab lagi, Ibu Ray diam saja saat Ray melangkah masuk kedalam rumah, Ibu Ray meneruskan kerjanya membersihkan bunga yang ada didepan rumahnya. Tapi Ray berbalik lagi.

" Itu Sepatu siapa Ma ?".

" Sepatu yang mana ?".

" Yang didalam itu ".

" Oo.. itu sepatu Faisal ".

" Bang Faisal ?. dimana dia ?".

" Di kamar kamu, tidur ".

Ray cepatkan langkahnya menuju kamar, bahkan tak sempat buka sepatu, Ray bagai tak dengar omelan Ibunya yang sedang ngepel lantai, dan tentu jadi kacau gara-gara sepatu Ray.

Ray duduk ditepi tempat tidur dan langsung guncang tubuh Faisal yang tidur membelakangi arah masuk. Ray guncang dengan kuat hingga Faisal terbangun, tapi Faisal tertawa walau tidurnya diganggu, Faisal duduk dan membalas pelukan Ray.

... Bersambung ....