10

Faisal mengucek kepala Ray. Faisal tahu kalau Ray tak mau dan tak mampu berdusta padanya, hingga Faisal benar-benar yakin kalau memang Ray tidak punya pacar, sama dengan Faisal yang belum kepikir soal wanita, ia lebih memikirkan Ibunya, dan bahkan Ray.

Hanya dua hari memang. Faisal akhirnya pulang dengan diantar tangis Ibu Ray dan Ray juga ngga' bisa menutup rasa harunya. Hanya satu yang membuat Ray tertawa, Faisal tinggalkan ponselnya untuk Ray, dengan begitu mereka nantinya bisa saling berhubungan dan bercerita.

" Mana Aku punya duit ngisi Pulsa Bang ".

" Nanti tiap bulan Abang yang isi ".

" Betul ?".

" Tenang ajalah ".

Walau hanya secarik saja, tapi Ray bisa juga memberikan senyum pada Faisal, Ray kantongi ponsel yang ada ditangannya, jabat dan cium tangan Faisal, dan lambaikan tangan saat Faisal naik beca dan beranjak dari rumah mereka.

Ray tak komentari Ibunya yang masih menangis walau Faisal sudah hilang. Ray tahu kalau bagi Ibunya, anak pertamanya bukan Ray, tapi Faisal, artinya, Ibu Ray sebenarnya punya dua anak, yang sulung Faisal, dan Ray yang bungsu.

OO oo OO

Ada perbedaan yang mendasar bagi Ray kini setelah menginjak kelas III. Ray masuk kelas IPA-2 sedang Tantia, Bastian, dan bahkan Melisa sang jawara kelas masuk dalam daftar kelas IPS.

Sial bagi Ray, dari teman sekelasnya di kelas II dulu, tak ada satu orangpun yang bergabung dengannya di kelas IPA-2, ada memang Rina, Takdir, dan Wisnu yang dikelas IPA, tapi Rina dan Takdir di IPA-1 sedang Wisnu di IPA-3.

Walau udah kenal, tapi Ray tak begitu akrab dengan yang sekarang menjadi teman seruangan yang baru, Ray juga ngga' milih-milih teman semeja karena sama sekali ngga' tahu sipat semua teman seruangannya kini, hingga saat Ray harus satu meja dengan Rinal Ray nyantai aja.

Ada yang berlebih sekarang, tapi kelebihan itu justru membawa hal yang amat kurang dan cukup mengganggu Ray. Yang berlebih adalah Ray makin dekat dengan Tantia, Ray makin sadar kalau benar kata Deni, kalau Ray sedang jatuh cinta, jatuh hati dan ingin berbagi rasa dengan Tantia.

Tapi itu menjadi pukulan yang amat berat bagi Ray karena Tantia berada dikelas yang berbeda dengan Tantia, hingga Ray tak bisa mendapati wajah Tantia dalam setiap detik jam pelajaran seperti dua tahaun belakangan ini, hingga Ray terus diterpa rindu dan istrirahat banyak terbuang hanya untuk sekedar cari dimana Tantia berada.

" Bas ".

" Eh, Ray ".

Ray duduk didepan Bastian yang sedang asyik membaca buku, Ray juga ambil buku yang sama dengan buku yang dibaca Bastian, tapi tak lama Ray harus hentikan bacaannya, Bastian menarik buku itu dari tangan Ray dan menutupnya.

" Apaan sih Bas ?".

" Ini Antropologi, bukan jatah kamu ".

" Bas ".

Bastian berdiri, kembalikan buku Antropologi kerak, Bastian melangkah agak jau sedikit, ambil buku Biologi, kembali ketempatnya dan serahkan buku Biologi pada Ray.

" Bas ".

" Buku Antropologi di Pustaka ini hanya ada 30 buah, sedang anak IPS di sekolah ini ada 120 orang, kalau anak IPA ikut ambil bagian, gimana ?".

" Aku kan Cuma baca ".

" Ya.. udah, baca itu jatah kamu ".

Ray hanya geleng kepala, Ray berdiri ingin ambil lagi buku yang ia ambil tadi, tak ada. Ray lihat kebagian lain, tak ada lagi buku yang berjudul Antropologi dirak, tempat buku itu udah kosong melompong.

Bastian hanya lihat Ray sejenak, waktu mata mereka bertemu, Bastian hanya kerutkan keningnya, angkat bahu, miringkan bibirnya dan kembali membaca. Ray kalah, Ray kembali kebangku dan buka buku Biologi yang tadi di ambil Bastian.

" Lihat Tantia Bas ".

Bastian angkat kepala. " Tantia ?".

" Lihat dia ?".

" Udah berapa kali kau tanya Tantia ".

Kening Ray berkerut. " Kenapa ?".

Bastian buang nafas berat, tutup buku yang ada ditangannya dan memandang Ray cukup tajam, Ray juga melakukan hal yang sama dan merasa aneh dengan perilaku Bastian yang menurut Ray bukan Bastian yang selama ini ia kenal.

" Kenapa Bas ?".

" Deni bilang kamu jatuh cinta pada Tantia ".

" Apa salah ?".

" Salah besar ".

Kening Ray betul-betul berkerut. Ray tak sangka Bastian akan keluarkan kata-kata yang macam begituan, Ray dan Bastian saling tatap, tapi Ray rasa ada yang lain didiri Bastian.

" Tantia pacar kamu Bas ?".

" Tidak sama sekali ".

" Lantas ?".

" Karena tidak pantas ".

" Bas, kamu .. ".

Bastian meremas kertas yang ia ambil dari kantongnya dan lemparkan kearah Ray, walau hanya kertas yang diremas, tapi pinggir mata Ray cukup pedas menerima lemparan jitu Bastian.

" Pakai ini ". Bastian tunjuk keningnya.

" Kau.. apa sih ?".

" Apa kau pikir orang macam kita ini bisa dan pantas berkolaborasi dengan orang macam Tantia ".

" Bas.. ".

Bastian berdiri. " Hidup ini nyata Bas, ini semua nyata. Apa kamu pikir tampang cukup ".

Ray berdiri. " Cukup Bas, aku … ".

.... Bersambung .....