14

Pasang tenda selesai. Ray baru mulai rasakan saat-saat gembira bersama teman-temannya, bahkan Ray yang memang punya suara lumayan memasang gaya menari untuk membuat nyanyiannya lebih terasa lengkap dan bermakna.

Bahkan kelompok Ray yang anak IPA semua menjadi kelompok yang paling ribut diantara puluhan tenda yang ada.

Malam datang. Panorama yang amat indah, hamparan laut yang amat luas, apalagi mereka datang pada saat yang tepat, dimana Bulan sedang purnama, hingga cahaya bulan yang terang membuat malam itu terasa amat romantis.

Mereka terus menyanyi dan bergembira dengan kelompok masing-masing, tapi kini tidak pertenda lagi, karena udah banyak yang berbaur satu sama lainnya.

Ray merasa ada yang tidak beres diabagian tengahnya, sesak mau buang air kecil. Ray berdiri dan berjalan menjauh dari kelompoknya, Ray lebih menjauh lagi, ditempat yang agak sunyi, Ray lihat ada pasangan yang duduk menghadap pantai.

Ray mendekat dan cukup terkejut setelah tahu yang laki-laki adalah Bastian. Ada wanita yang duduk diantara kakinya, kepala wanita itu bersandar didada Bastian hingga dagu Bastian tepat diubun-ubun wanita itu.

Ray yakin kalau wanita itu pasti Tantia, benar mungkin kalau mereka memang pacaran. Ray lepas dulu sesaknya, begitu selesai Ray mendekat, dan lebih dekat lagi.

" Mesra nih ye.. ".

Bastian terkejut, wanita itu langsung menjauh dari Bastian. Tapi kini Ray yang gantian terkejut, niat Ray tadi adalah ingin membuktikan dugaannya pada Bastian bahwa Bastian larang karena Bastian pacaran dengan Tantia.

Tapi itu semua menjadi mentah, wanita yang bersama Bastian bukan Tantia, Ray malah hampir tak yakin, karena wanita itu adalah temannya satu ruangan dan tadi satu kursi menuju kemari, Sisi.

" Lanjutkan aja. Aku Cuma mau pipis ".

Ray berbalik dan melangkah menjauh, agak jauh Ray melirik kebelakang, Sisi kembali keposisi yang tadi Ray lihat. Ray berbalik lagi dan melangkah kembali kekelompoknya, dan duduk diantara teman-temannya yang lain.

Otak Ray jadi lain. Kalau begitu Tantia dimana sekarang ?. mata Ray mencoba mencari dikelompok lain, hanya sekedar cari aja, tapi Ray tak ketemu.

Ray akhirnya memelih ikut tertawa dan bercanda diplus dengan lagu-lagu yang berkumandang baik yang keras maupun yang lirih, hingga yang amat syahdu.

" Nyanyi dong Ray ".

" Iya Ray.. ayo dong ".

" Cepat Ray.. cepat Ray ".

Ray hanya diam mendengar semua permintaan yang ditujukan padanya. Ray hanya merasa amat kenal dengan salah satu suara yang memintanya, dan ketika Ray memalingkan matanya kearah kanan, memang, disana ada yang dikenal Ray, amat dikenal, Tantia.

Ray akhirnya tarik suara. Mulai dari Samsons, Sheila On 7, hingga Ray beralih ke Spoon, Iklim, dan ditutup Broery Pesolima lewat angin malam.

Semua yang ada disana ikut ramai-ramai sambil tepuk tangan dengan goyang badannya masing-masing.

Malam makin larut. Dan akhirnya semua tidur dengan impian masing-masing. Tapi lain dengan Ray, mata Ray sama sekali tidak bisa terkatup, mata Ray walau ditutup tetap memaksa terbuka, hingga Ray tak bisa tidur.

Ray berdiri dan melangkah menyusuri pantai yang indah, hingga sampai jauh dari pusat perkemahan, Ray memilih duduk memandang lautan sambil melempar-lemparkan batu kecil kebibir pantai.

Lebih tiga jam baru Ray berdiri dan kembali ke perkemahan, dan kembali duduk didepan kemah, Ray hidupkan api unggun untuk menghangatkan tubuhnya dari dingin angin.

Ray hanya memandang sekeliling yang memang sangat sunyi, karena Ray satu-satunya manusia yang belum tidur disana.

Ray merapatkan lututnya, dagu Ray terletak diatas lutunya, tangan Ray menulis-nulis pasir pantai, entah apa yang Ray tulis Ray sendiri tak begitu peduli.

Ray terus lakukan hal yang demikian hingga suara adzhan Shubuh terdengar dari masjid kampung yang jaraknya lumayan jauh dari perkemahan.

Ray berdiri dan masuk kemah, baringkan tubuhnya yang terasa amat letih. Dan memang Ray tak lagi mampu lawan kantuknya hingga akhirnya Ray tertidur juga dengan pulas.

" Ray.. Ray.. Bangun, Bangun ".

Ray membuka mata dengan perlahan. Ray mengucek matanya dengan kedua tangannya dan duduk setelah tangannya ditarik Bu Aini, Ray berdiri juga ikuti tarikan tangan Bu Aini yang terus menarik tangannya.

" Cuci muka Ray, sarapan ".

" Masih ngantuk Bu ".

" Siapa suruh begadang ?".

Ray akhirnya keluar kemah, cuci muka dengan segayung air, Ray lihat semua temannya sudah dengan sarapan masing-masing dan terus dengan canda dan tawa. Ray ambil piring dan makan dengan perlahan-lahan saja. Mata Ray terus mencari Tantia, tapi Ray tak temukan sama sekali.

" Tantia kok bisa pulang Bu ?".

" Sakit. Mau pulang juga ?".

" Ngga' sih. Tantia sakit apa ?".

" Demam. Tantia punya penyakit Malaria ".

" Kambuh Bu ?".

" Ya.. mungkin begitu ".

Lusi menganggukkan kepala. Justru Ray yang duduk tak jauh dari Lusi dan Bu Aini yang terkejut, Ray sedikit kecewa dengar Tantia pulang. Ray bahkan hentikan makannya, Ray letakkan saja piringnya yang belum habis nasinya dan minum untuk menutup sarapannya pagi ini.

Ray justru gembira saat membuka tenda hendak pulang, tidak seperti temannya yang lain yang masih kurang rasanya tinggal disana.

Ray dengan semangat membuka dan menggulung tenda, bukan hanya milik kelompoknya, Ray malah ikut membantu tiga tenda lain agar cepat selesai dan pulang.

.... Bersambung .....