15

Senin yang cerah. Jam istirahat begitu cepat datangnya. Ray beranjak keluar, dan baru dua langkah dari pintu, mata Ray terbentur wajah Tantia yang duduk dipot bunga panjang.

Ray ragu-ragu ingin mendekat, antara ya atau tidak, Ray cukup lama berdiri tak jauh dibelakang Tantia, setelah merasa yakin, perasaan Ray tak tentu, antara rasa takut dan khawatir hingga ingin yang gebunya punya kekuatan yang sama tingginya.

Dan akhirnya Ray kumpulkan keberanian, dengan langkah yang pasti Ray mendekat juga dan langsung duduk disamping Tantia.

" Eh.. Ray.. ".

" Kamu sakit apa kemarin ?".

" Aku malaria. Ngga' tahan ama dingin ".

" Tau obatnya ?".

" Yang pait-pait kan ?. aku udah coba, tapi hasilnya sama aja ".

Ray anggukkan kepala dan coba melihat apa yang sedang ditulis Tantia pada buku yang ada ditangannya. Ray cukup heran melihat tulisan Tantia yang berisi nama-nama tumbuhan.

" Untuk apa itu Tan ?".

" PR adik aku ".

" O.. ".

Ray kembali terdiam dan terus perhatikan Tantia yang juga sibuk tulis nama tumbuhan, bahkan ambil satu daunnya dan hekter dibuku yang ia pegang, Ray baru ingat, ia juga dulu pernah kerjakan yang beginian waktu masih SMP.

" Tan… ".

" Ya.. Mau bantu ?".

" Aku.. ".

" Kamu kenapa Ray ?".

" Tan, aku… ".

Tantia seperti tak peduli dengan Ray, itulah yang sebenarnya menambah keraguan dalam hati Ray untuk meneruskan ucapannya yang padahal udah ia susun dengan rapi tadinya.

" Aku tetap ingin tahu walau sedikit, bagaimana kamu beri tanggapan tentang perasaanku ".

Tantia angkat kepala, menatap Ray. " Yang kamu maksud apa sih Ray ?".

" Aku sayang kamu Tan ".

Begitu aja meluncur dari mulut Ray, bahkan Ray juga terkejut ia mampu katakan itu, hingga dada Ray makin tak tentu debarannya.

Apalagi setelah dengar itu Tantia hentikan kerjaannya, bahkan tutup bukunya dan menatap wajah Ray lekat.

Lama mereka saling pandang dan kemudian sama-sama alihkan pandangan, Tantia malah buang nafas berat dan geleng-geleng kepala.

" Kamu aneh Ray ".

" Kok Aneh ?".

" Minggu depan UN ".

" Memang kenapa ?".

mata Tantia tajam menghujam kewajah Ray. Ray bahkan tak mampu melawan tatapan tajam Tantia itu, Ray akhirnya buang muka, debar dada Ray tentu makin tak bisa ia kontrol.

Tantia kembali buang nafas berat, Tantia simpan bukunya kedalam tas, tutup pulpennya, masukkan juga kedalam tas, dan kembali terdengar Tantia buang nafas yang amat berat.

" Minggu depan UN Ray ".

" Aku tahu, aku tahu itu. Tapi aku.. ".

" Kau gila kali Ray ".

" Tan.. aku.. aku.. ".

Ray tak mampu teruskan ucapannya lagi, Tantia kembali menatap tajam muka Ray, dan Ray kembali kalah dengan tatapan tajam Tantia, dan untuk yang kedua kalinya Ray yang lebih dulu alihkan pandangannya kehalaman.

" Masa menjadikan aku Pacar lebih penting bagimu ketimbang persiapan UN ".

" Tapi Tan ".

" Udah ach.. bosan, tauk ".

" Tan.. kamu bisa.. ".

" Aku bosan. Paham !".

Muka Ray memerah, emosi ada menyusup kedalam dada Ray, tapi itu tak bisa ia luapkan dengan nyata, Ray harus terima umpatan Tantia untuk yang ketiga kalinya.

" Sadar dong kalau UN banyak hal yang harus disiapin, bukan malah pikirkan perempuan, gimana sih kamu ?. pakai otak Ray.. otak ". Tantia menunjuk keningnya sendiri, geleng kepala dan berbalik begitu saja dan pergi tinggalkan Ray.

Dada Ray turun naik dengan nafas yang terburu-buru. Tapi tak ada yang dapat Ray ungkapkan lagi, tak ada kata kata yang mampu meluncur dari bibir Ray, lidahnya kelu dan serasa tak punya rasa apa apa. Ray hanya mampu tatap Tantia yang terus menjauh dengan lenggoknya yang khas.

Ray buang nafas berat, berat sekali tampaknya, Bagi Ray Tantia udah berlebihan sekali, ini sudah keterlaluan, rasanya Tantia menurut Ray tak perlu sampai sebegitunya mengeluarkan kata dan menunjukkan sikap. Rasanya masih ada cara yang lebih sedikit lembut atau apalah.

Ray kepal tinjunya kuat-kuat, temukan giginya hingga berlaga dan bersuara memandang punggung Tantia yang pantatnya melenggok aja tinggalkan Ray yang gemetaran. Dalam hati Ray berjanji, tak akan lagi dekati Tantia, bila perlu menegurnya pun tidak akan Ray lakukan lagi.

.... Bersambung ...