17

" Ray ini anakmu Din ?".

" Ya.. kenapa Mas ?".

Ibu Ray membelai bahu Ray dengan lembut. Kini giliran Ray yang agak bingung melihat ayah Tantia yang langsung berubah karena melihat wajah Ibunya. Ray melihat wajah Ibunya dan wajah ayah Tantia bergantian, dan kembali tunduk.

" Anakmu sembunyikan anakku ".

" Apa ?. Ray, kamu ?".

Mata Ibu Ray bulat menatap Ray, Ray buang nafas berat, menatap Ibunya sesaat dan geleng kepala berulang kali. Ray malah husap wajahnya dengan kedua tangannya dan kembali menggeleng menghadap Ibunya.

" Ray tidak pernah sembunyikan Tantia ".

" Tantia ?".

" Ya.. Tantia kabur dari rumah, Ray dituduh membawanya, padahal Ray benar-benar ngga' tahu apa-apa soal Tantia ".

" Benar kamu ngga' tahu ".

" Tidak sama sekali Ma".

" Betul betul ?".

Ray kembali menggelengkan kepala. Ibu Ray beralih pandangan ke ayah Tantia yang juga sedang memandangnya.

" Mas, Kok … ".

" Satu-satunya teman Tantia yang paling dekat adalah anakmu Din. Semua yang aku tanya terakhir Tantia bersama Ray, lantas gimana ?".

Ray kembali buang nafas. " Kapan Tantia pergi Pak ?".

" Semalam. Sejak pagi semalam ".

Ray sekuat tenaga berusaha tidak terbuka soal Tantia yang baru aja telephon Ray, untuk jujur soal kondisi Tantia saat ini, dan jikapun Ray jujur, akan membuatnya lebih pusing, karena tadi Ray tidak tanya Tantia tinggal dimana, Tantia pergi sama siapa, dan bahkan Ray tak tanya siapa ayah dari janin yang ada dirahimnya.

" Malam kemarin kami masih diskusi ".

" Pulang diskusi Tantia dimarahi Ibunya, saya juga ikut marah, Tantia melawan, saya emosi, saya tampar wajahnya. Setelah itu pagi-pagi kamar Tantia kosong, Tantia hilang ".

" Kemana dia ?".

Ray saling tatap dengan ayah Tantia. Tapi kini Ray tak lagi temukan wajah sangar seperti tadi, kini wajah ayah Tantia amat lembut, dan bahkan punya kesan yang mengharukan sekali.

Tapi itu tidak cukup bagi Ray untuk dapat sekedar cerita soal telephon Tantia tadi pagi yang ceritakan kondisi Tantia saat ini, keberadaan Tantia saat ini.

" Kalian kan pacaran ?, banyak yang bilang begitu pada Bapak ".

Ray geleng kepala. " Itu tidak ada Pak ".

" Pacarnya siapa ?".

Ray kembali menggeleng. Ray memang tak tahu siapa pacar Tantia, Ray bahkan tak pernah tahu kalau Tantia punya pacar, tadi pun saat dengar ungkapan Tantia, Ray serasa bagai membaca Cerpen, karena pacar Tantia dia ngga' tahu ada, kok bisa-bisanya Tantia seperti itu.

" Tempat Bu Reny Pak ?".

" Ibu kandungnya ?".

" Ya.. ".

" Tidak ada. Malah sejak empat bulan yang lalu Tantia tak pernah kesana lagi, kalaupun disuruh malah Tantianya ngga' mau ".

Ray dan ibu Ray hanya anggukkan kepala. Tapi itu tentu menambah pusing kepala Ray. Ray makin tak bisa walau hanya sekedar menerka Tantia sekarang berada dimana.

" Teman yang lain Pak ?".

" Pertama tadi Bapak ke tempat Toni, Linda, Faisal, dan Dinda, mereka bilang tanya kamu ".

" Ngga' ada yang tahu ".

Ayah Tantia menggeleng. " Mereka semua bilang, mungkin kamu yang tahu, kamu yang dekat dengan dia ".

Ray gigit jari telunjuknya. Kemana lagi yang harus ditanya, itu udah merupakan deretan teman dekat Tantia, siapa lagi ?. Ray ikut bingung.

" Nomornya ?".

" Udah dihubungi, tapi tak ada ".

" Tak diangkat atau gimana Pak ?".

" Non aktif ".

" Non aktif ?".

Ray hanya ngomong pelan, lantas tadi yang telephon Ray gimana ?. setahu Ray itu nomor Tantia sejak masih kelas I SMA.

" Tolong Bapak ya, cari tau soal Tantia ya ".

" Insya Allah Pak ".

Ibu Ray hanya anggukkan kepala saat ayah berdiri dan permisi pulang. Badan yang besar milik ayah Tantia tampak bagai rapuh saat melangkahkan kakinya, ayah Tantia bagai orang yang putus asa, melangkah keluar, naik sepeda motor dan hilang ditikungan jalan.

" Mama kenal ayah Tantia ?".

" Teman waktu SMA ".

" Mantan Pacar ?".

" Rese ".

" Berarti betul dong ?".

" Mau tau aja kamu Ray ".

Ray hanya tertawa melihat wajah Ibunya yang cemberut melihat Ray menggodanya. Tapi Ray yakin kalau antara Ibunya dengan ayah Tantia pasti ada apa-apanya, kalau tidak, mana mungkin ayah Tantia langsung berubah begitu melihat wajah Ibunya pertama tadi.

" Iya kan Ma, iyakan ? ".

" Diam kenapa sih ?".

" Iyakan Ma, Iyakan ?".

" Sok tahu kau ".

Ray makin umbar tawanya, dan makin yakin akan tebakannya, apalagi ibunya langsung pergi kedapur meninggalkan Ray yang terus tertawa melihat muka Ibunya yang terus menerus cemberut melihat Ray.

... Bersambung ....