18

Ray hingga memegangi perutnya yang terus terguncang menahan tawanya yang tak mampu Ray tahan, walau mereka anak dan ibu, tapi karena yang ada dirumah itu hanya mereka berdua setelah kepergian ayah Ray delapan tahun yang lalu, Ray dan ibunya sering bergurau untuk tutupi rasa getir hidup yang terus mendera.

Ray beranjak kedalam kamar. Ray tiduran dengan sandarkan tubuhnya di sandaran tempat tidur. Tangan Ray bertaut dibelakang kepalanya dan matanya memandang langit-langit kamarnya yang mulai keropos dimakan usia, disana-sini tampak buruk dan mendekati rusak.

Ray tiba-tiba kepikir kembali ke Tantia. Ray masih tak yakin kalau Tantia saat ini begitu kondisinya, siapa pelaku yang membuat Tantia jadi begitu. Ray rogoh kantongnya dan keluarkan ponsel model lama miliknya dan hubungi Tantia.

Dua kali, tiga kali, empat kali, kali kelima sudah Ray hubungi, namun Tantia tak juga angkat ponselnya. Ray berdiri, dan hubungi lagi untuk yang keenam kalinya, diangkat.

" Tan.. Tan… ".

" Ray.. sakit Ray ".

" Kamu kenapa Tan ?".

" Aku.. aku .. ".

" Tan.. Tan.. kamu dimana Tan ?".

" Aku sakit Ray, Aku.. ".

" Iya.. Tapi kamu dimana ?".

" Aku mau ke Rumah Sakit aja Ray.. aku.. ".

Telephon mati. Dada Ray tiba-tiba berdegub kencang. Ray setengah berlari keluar rumah bahkan tak sadar melempar ponselnya ketempat tidur. Ray pakai sandal jepitnya, menuju jalan raya dan stop beca menuju Rumah Sakit.

" Rumah Sakit Bang ".

Abang Beca hanya anggukkan kepala dan langsung kayuh becanya. Ibu Ray yang terkejut melihat Ray, bahkan panggilan Ibunya tak lagi Ray dengar, hingga Ibu Ray hanya terpaku dipintu pagar melihat beca yang membawa anaknya Ray.

Ray bayar ongkos dan lompat dari beca, Ray setengah berlari dan melihat papan daftar pasien, tak ada nama Tantia, Ray sedikit bingung, kebetulan ada perawat yang lewat didepannya.

" Kak,.. Kak.. ".

Perawat berhenti. " Ada apa Pak ".

" Tadi ada Pasien yang baru masuk, dimana Kak sekarang ?".

" Baru masuk ?".

" Ya.. perempuan ".

" Yang baru masuk ada tiga Pak, yang mana yang bapak maksud ".

" Makasih Kak ".

Ray tinggalkan saja Perawat yang jadi bengong melihat Ray yang mulai gugup. Ray putar otak, Ray menuju ruang Melati dan mencoba melihat satu persatu pasien yang ada disana, Ray kemudian beranjak keruangan lain, dan terus demikian dan tetap tak ada.

Ray akhirnya terduduk disofa panjang yang ada ditengah-tengah ruangan Rumah Sakit. Kepala Ray mulai berdenyut, Ray sudah hampir setengah jam ada disana, tapi Ray tetap tak bisa tahu Tantia dimana.

Ray ngga' mungkin lihat semua kamar yang ada di Rumah Sakit ini, mana mungkin Ray mencari dari kamar satu kekamar lainnya.

Ray rogoh kantongnya, kosong. Ray bingung, ponselnya tertinggal, dengan begitu Ray tak bisa hubungi Tantia. Ray akhirnya tepuk jidat dan langsung melangkah kaki keruang UGD. Mungkin Tantia disana.

Ray sudah sampai didepan pintu UGD, tak ada orang satupun disana, Ray berusaha mengintip kedalam, ada orang memang disana pakai pakain putih-putih, lebih dari satu orang.

Ray tak bisa lihat apa yang mereka kerjakan. Ray pasrah, Ray pilih duduk dibangku panjang yang ada disana, mata Ray terus menuju pintu.

Ray berdiri dan menuju dokter yang baru keluar dari ruangan UGD.

" Yang didalam siapa Dok ?".

" Maksud Bapak ?".

" Yang sakit didalam ".

Dokter tentu bingung melihat Ray. Dokter buka masker yang masih tergantung dilehernya dan masukkan kedalam kantong, kemudian kacamata juga ia buka dan kembali masukkan kedalam kantongnya.

" Ada apa Pak ?".

" Saya cari teman perempuan Dok, tapi ngga' tahu dimana ?".

" Perempuan ?".

" Iya Dok ".

" Sakit apa ?".

" Ngga' tahu dok ".

" Kawan gimana ?".

" Tadi aku telephon dia, dia bilang dia sakit dan sekarang disini ".

" Disini ?".

Ray anggukkan kepala kearah Dokter yang memang tampak sedikit bingung dengan semua ungkapan Ray, sedang Ray masih terus harap-harap cemas dan terus memandangi wajah Dokter separuh baya yang ada didepannya.

" Orangnya gimana ?".

" Putih, tinggi semampai, Uu.. rambutnya hitam agak ikal.. uda itu.. ada tahi lalat dipinggir matanya dok ".

" Pinggir matanya ?".

" Yang kiri Dok ".

Mata Ray terus kearah Dokter yang juga memandangnya cukup lekat. Mata Dokter sesaat melihat kepintu UGD, sapu dagunya dengan tangan kiri dan buang nafas.

" Masih Muda ?".

" Baru Tamat SMA Dok ".

" Pakai Baju apa ?".

" Kalau itu aku kurang tahu Dok ".

Dokter anggukkan kepala. " Ikut aku ".

Ray ikuti langkah kaki dokter, walau mulai bingung Ray tetap ikuti langkah kaki Dokter yang makin jauh kesudut kompleks rumah sakit. Ray tambah bingung saat ia harus masuk kedalam ruang yang paling Ray tak mau masuki, Kamar mayat.

... Bersambung ...