Diruangan itu ada banyak temapt tidur kecil, tapi dari itu semua hanya tiga tempat tidur kecil yang masing-masing diisi satu orang yang terlentang ditutupi kain putih, Dokter berhenti melangkah tepat di yang paling ujung, Ray juga berhenti disana disamping dokter.
" Ini teman yang kamu maksud ?".
Begitu tangan Dokter menyingkap kain putih itu mata Ray nanar. Jantung Ray naik turun tak tentu dengan muka yang amat pucat sekali.
Ray tak bisa sembunyikan perasaannya, mata Ray pedas, langkah Ray satu satu mendekat, dan mencoba jamah wajah Tantia yang udah dingin.
Dokter menarik Ray dan menutupnya kembali seperti semula. Dokter tarik aja tangan Ray, dengan begitu Ray hanya bisa ikut saja langkah kaki dokter, ternyata menuju ruangannya.
" Benar itu teman kamu ?".
" Benar Dok ".
" Bisa dihubungi Keluarganya ?, Silahkan ".
Ray geser telephon kabel yang ada lebih dekat padanya dan hubungi nomor yang ia tahu. Tentu yang pertama kali Ray hubungi adalah ayah Tantia, baru kemudian Ibu Kandung Tantia.
" Tantia kenapa Pak ?".
" Bunuh diri ".
" Bunuh diri ?. Masya Allah Tantia ".
Ray serasa tak percaya, Ray menutup mukanya dengan kedua tangannya. Belum lagi tadi betapa sulitnya Ray harus mengatakan Tantia sudah pergi pada keluarganya, kini Ray dengar lagi satu hal yang paling tak diterimanya.
" Kamu pacarnya ?".
Ray menggeleng. " Tidak Pak ".
Dokter buang nafas. " Teman kamu itu Hamil tiga bulan dua minggu ".
" Dia pernah cerita Pak ".
Ray masih merasa bagai mimpi saja. Tadi pagi ia masih dengar Tantia bicara dengannya plus keluhan yang mengatakan kalau Tantia berbadan dua hingga ngga' tahu mau gimana sekarang, dan kini Tantia sudah pergi, ia tinggalkan dunia ini dengan cara yang Ray tak terima.
" Ini tas teman kamu ".
" Makasih Pak ".
Ray menerima. Ray berdiri dan langsung ditubruk ayah Tantia yang menangis bagai anak kecil tak diberi permen, Ray juga ngga' bisa tahan emosinya hingga ikut terisak, tak lama Ibu Kandung Tantia juga datang dan sama saja, mereka langsung menangisi Ray.
Tantia sudah berada dialam sana. Ray berusaha untuk paham, setidaknya saat ini Ray sadar betapa pahit rasa yang dialami ayah Tantia, Ray saja yang hanya teman amat terluka.
Tangan Ray menuju tas milik Tantia dan membukanya, yang ada didalam hanya satu buku diary dan dua buah pulpen.
Tangan Ray melihat Pulpen yang ia kenal, Ya.. itu Pulpen hadiah Ray saat menang lomba lari, sudah ditulisi namanya, tapi kemudian hilang, Ray geleng kepala, ternyata Tantia yang nyuri.
Tangan Ray beralih ke diary merah jambu dan membukanya. Ada photo Tantia, lembar kedua mata Ray sedikit mengecil, disana ada Photo Ray, Ray ingat, photo itu waktu mereka wisata ke Pantai Binasi Sorkam.
Yang membuat Ray tercekat bukan hanya sekedar photonya, tapi juga tulisan yang ada dibawahnya, tulisan Tantia.
Andai aku Tantia yang dulu saat pertama kali mengenalnya, betapa bahagianya aku saat ini, aku pasti tak akan malu bilang padanya dan semua orang yang aku kenal kalau aku jatuh cinta.
Tapi...apa boleh buat. Semua sudah menjadi hitam dan tak punya selera warna. Tantia yang kini itu tak pantas untuknya, aku bukan Tantia yang ia kenal dulu, ini Tantia yang usang, Tantia yang wajib terbuang, Tantia yang malang.
Ray buka lembar ketiga. Disana ada photo Ray dengan Tantia. Ray ingat-ngat, itu photo mereka waktu sama-sama di Pulau Poncan, waktu itu ada teman Tantia yang ulang tahun, Tantia ajak Ray ikut menemaninya saat itu, hingga semua teman-teman Tantia yakin kalau Ray adalah pacarnya Tantia. Disana ada juga tulisan.
Aku amat tersanjung saat ia katakan cinta, kalau jujur, itu adalah hal yang paling aku inginkan darinya sejak lama. Tantia… tapi itu jadi berubah bagai sembilu yang menyayat kalbu, mengiris-iris hatiku, aku ingin tapi aku tak pantas untuk itu.
Dia memang pesonaku, Pesona itu tetap dan akan tetap ada, saat yang paling bahagia bagi seorang Tantia adalah saat Dia duduk dan bercanda bersama. Seorang Tantia hanya bisa bahagia bila bisa bersama dengan Dia, dia.. Si Pesona itu.
Tapi Siapa Tantia ?. dengan Tantia yang kini tinggal puing, bagaimana Tantia bisa punya dasar pesona itu. Tantia tinggal puing, Tantia tinggal keping, Tantia tak lagi bening.
Ray terus membuka lembar berikutnya, hanya ada photo-photo dengan semua teman sekelas mereka dulu. Photo-photo kenangan yang Ray juga amat suka melihatnya, sebab Ray tak punya koleksi semua photo-photo ini.
... Bersambung ....