Ray buka lembaran berikutnya, masih juga berisi tempelan photo-photo kenangan. Ada yang lima orang, ada sepuluh, bahkan ada yang lengkap, seisi ruangan kelas Tantia, bahkan dengan Bapak Kepala sekolah, ini pasti photo-photo waktu habis Ujian Akhir Nasional. Ray terus membuka lagi kelembaran berikutnya. Ray berhenti dihalaman 23.
Malam itu aku pergi kerumah Ibu. Sejak ayah dan Ibu cerai dan masing-masing kawin lagi dengan pilihan masing-masing aku jadi sering pindah rumah, kadang kerumah ayah, kadang kerumah ibu. Dan malam itu aku tidur dirumah Ibu.
Aku tak tahu itu pukul berapa, tapi malam udah amat larut, dadaku terasa sesak, ada beban yang berat menimpaku. Saat mataku kubuka, dadaku langsung berdebar kencang, ada laki-laki yang berada diatas tubuhku, dan laki-laki itu adalah ayah tiriku.. Om Farid.
Aku menjerit sekuat tenaga, tapi itu tak lagi terdengar, sebab tangan Om Farid sudah menyumpal mulutku, dan tak lama kemudian menggantinya dengan braku yang sudah ia buka dengan paksa.
Perlawanan seorang Tantia tak guna, Om farid dengan tenaga kuatnya berhasil membuka semuanya dan berhasil serta tuntas memaksakan kehendaknya.
Ray tersentak. Kini Ray baru tahu kalau janin yang dikandung Tantia adalah hasil perbuatan ayah tirinya sendiri, Ray meletakkan buku diary Tantia diatas meja dan meraih ponselnya. Ray berpikir untuk memberi tahu saja ayah Tantia.
Tapi Ray jadi ragu, apakah nanti akan membuat Ray jadi bermasalah jika mengungkapkan semua ini. Ray hingga pusing tujuh keliling, Ray mondar mandir dalam kamarnya, antara mau telephon atau tidak.
Tanpa sengaja Ray penjet Okey pada ponselnya untuk menghubungi ponsel ayah Tantia, dan tersambung.
" Hallo.. ".
" Hallo Pak. Ini Ray ".
" Ada apa Ray ".
" Oo.. ngga' ada, Cuma mau nanya khabar Bapak aja Kok Pak, Bapak sehat aja kan ?".
" Sehat Ray, kamu ?".
" Alhamdulillah Pak, Assalamu alaikum ".
" Waalaikum salam ".
Ponsel mati. Ray ternyata tak mampu, Ray terduduk dan kantongkan lagi ponselnya, ternyata Ray tak punya rasa mampu sedikit jua untuk cerita apa yang baru ia baca. Ray semakin tertunduk sambil tutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Ray buang nafas berat, pandangan mata Ray terus kearah Diary Tantia. Ray merasa serba salah dengan apa yang ia tahu saat ini tentang Tantia, dan Ray kembali ke diary Tantia.
Malam itu aku hanya mampu menangis, Om Farid bilang, kalau aku cerita ke orang, maka ia akan bunuh aku dan ibuku juga. Aku hanya mampu menahan perih dihatiku.
Dan itu bukan yang pertama, setiap kali aku tidur dirumah Ibu, maka Om farid akan berusaha meniduriku, dan dari semua usaha yang ia lakukan, terhitung hanya sekali yang gagal, itupun karena aku tidur dikursi depan, bukan dikamar tidur seperti biasanya.
Aku jadi makin tak tahan, Om farid makin menjadi, sering ia jemput aku pulang sekolah, Om Farid bukan bawa aku kerumah, tapi ia bawa ke losmen atau penginapan yang ada disini dan kembali menikmati tubuhku sepuasnya, dan sialnya aku tak mampu melawan sedikitpun.
Selesai UN aku tersadar kalau aku sudah lama tidak datang bulan, aku coba pakai sensitif dan hasilnya sesuai dengan apa yang kutakuti, aku HAMIL.
Bagiku hidup sudah bagai taburan dosa dan nista yang kudapat secara terpaksa. Aku tak bisa tahu nanti. Aku tak bisa bayangkan kalau anak ini lahir, lantas ia panggil ayah pada orang yang juga kupanggil ayah. Bagaimana aku dan ibuku melahirkan anak dari benih lelaki yang sama, aku tak sanggup melakukan itu.
Sebaiknya Tantia hilang saja. Hilang dari pertiwi yang megah ini.. Ya.. Tantia kan hilang.
Ray sudah tak kuasa menahan emosinya, dada Ray naik turun menahan gejolak dadanya yang terus berontak menahan emosi.
..... Bersambung ...