Malam itu indah dan hangat, masihku ingat bagaimana irama music yang ku putar membuatku ingin menari, tapi tentu tidak bisa..begitu banyak persendian yang masih terasa nyeri lalu kemudian telpon dari ibu berdering.
“Hallo, Syahra..Ibu dengar kamu tertabrak mobil ya?! Bagaimana keadaan mu sekarang? Apa baik baik saja?” Suara ibu saat itu terdengar begitu panik dan gemetar, seperti tidak tenang.
Namun, ku pikir lagi. Bagaimana ibu bisa tau sedangkan aku belum memberitahu nya. Lalu aku bertanya pelan, dengan sedikit rasa takut akan diomeli.
“Ibu tau darimana?”
“Ada tagihan rumah sakit beberapa hari lalu, ibu baru memeriksanya...” Jawab ibu, yang sontak tidak aku dengarkan lagi apa perkataan ibu, aku shock ternyata pria itu bahkan tidak membayar tagihan rumah sakit ku.
Malam itu terasa dingin sekujur tubuhku, dipikiran ku berputar banyak kata seperti benang kusut. Banyak pertanyaan untuk Khaffi (pria yang menabrakku beberapa waktu lalu).
Keesokan hari nya..
Tangga yang sama, tempat yang sama seperti kemarin dimana aku bertemu tidak sengaja dengan Khaffi. Aku menunggu nya seperti orang bodoh yang kebingungan. Aku bahkan tidak tahu harus memperhatikan berapa banyak orang, sekitar 3 jam aku menunggu dan tidak ada satu pun wajah pria dingin dengan mata indah (Khaffi) itu terlihat.
“Ah sudahlah, aku menyerah saja.” Teriakku, di anak tangga yang mulai sepi itu.
Lalu dari arah belakang..
“Syahra” (menepuk pundak)
“Hi Nabilla, huh aku kira siapa..” jawabku spontan, setengah kaget.
Nabilla adalah teman yang ku kenal dikelas professor Stevant Burts, kemarin.
“Sedang apa kamu disini? Udah mulai sepi loh” Tanya Nabilla melangkah berdiri disamping Syahra.
“Sedang menunggu seseorang, tapi tidak muncul muncul juga” Jawab syahra sambil sedikit murung dan menundukkan kepala.
“Ohh seseorang ya, siapa? Memang nya sudah janjian disini, aneh juga kalo kamu ingin bertemu seseorang disini. Lebih baik pulang saja yuk!” Kata Nabilla memberi saran dan seolah merinding karena situasi kampus makin sepi.
Aku yang diam dan masih berpikir akhirnya ditarik Nabilla untuk ikut bersama nya keluar dari kampus, kami berjalan beriringan sembari matahari mulai tenggelam. Hingga, kemudian sampai di taman kampus.
“Syahra, sedang melamun tentang apa? Masih memikirkan seseorang yang ingin kamu temui? Memangnya siapa sih?” Tanya Nabilla penasaran.
“Hmm.. Khaffi.” Jawabku ragu menyebut namanya.
“Ohh Khaffi..” Kata nadia mengangguk.
“Ah kamu tau Khaffi” Tanya ku senang. Berharap jika Nabilla mengenal Khaffi, maka akan lebih mudah untunya bertemu dengan Khaffi kembali.
“Mmm.. Tidak.” Jawab Nabillah polos (seperti tanpa dosa) telah membuat Syahra kecewa.
“Hmm kirain kenal.” Sahutnya rada kesal.
“Eh tapi, Khaffi siapa dulu? Ada 3 orang bernama Khaffi yang aku kenal, yang pertama si generasi genius, si botak, dan siculun.” Lanjut Nabillah mencoba menjelaskan
“Hmm.. dia tidak botak dan tidak culun. Berarti generasi genius?” Jawab Syahra ragu.
“Aku tidak tahu siapa yang kamu maksud Syahra. Tapi, mana mungkin kamu kenal dengan si Khaffi generasi genius itu. Tidak tidak! Dia pria paling dingin, namun paling gampang bergaul, sedikit nakal, mantan play boy maybe, dan beberapa dosen disini adalah kerabat nya.” Pungkas Nabillah.
“Wahh aku terkesan. Baiklah ku rasa dari yang kamu kenal tidak seorang pun Khaffi yang aku maksud” Jawab Syahra mengakhiri obrolan.
‘Pernah dengar, kata orang kalo dicari tidak ketemu tapi ketika tidak dicari malah ketemu. Ya, kurang lebih begitulah Syahra saat itu. Penuh kebingungan. Namun, tidak masalah jika kamu merasa bingung. Kadang kebingungan adalah rute menuju semua kejelasan didunia’.
***