|7| Gimana ngga cinta?

Vellice membuka matanya. Ini hari kedua ia berada di rumah sakit. Ia sudah merasa lebih baik. Dalam dirinya ia berjanji akan membalas kebaikan bapak itu. Biaya rumah sakit pasti mahal. Vellice menghela nafas, memikirkan nasib bapak itu. Pasti sangat sulit baginya untuk membayar biaya rumah sakit.

"Siang, ini makan siang anda" ucap seorang perawat sambil tersenyum kepada Vellice.

"Terimakasih" sahut Vellice.

"Emm, masih tidak ada yang ingin dihubungi? Keluarga ataupun teman?" tanya perawat itu.

Vellice menggeleng sambil tersenyum. "Tidak perlu, besok saya sudah bisa pulang" ucap Vellice.

"Bukannya masih 3 hari lagi?" tanya perawat itu.

"Tidak, besok malam saya pulang" ucap Vellice sambil tersenyum. Tentu saja ia harus melewati perdebatan dengan dokter yang menanganinya.

"Baiklah, jangan lupa dimakan" ucap perawat itu, ia langsung keluar dari ruangan.

***

Akhirnya malam ini Vellice dapat pulang dari rumah sakit. Kepalanya sudah tidak pusing lagi. Ia juga tidak merasakan sesak. Namun, memang suhu badannya masih panas walau tidak terlalu tinggi. Hal ini pula yang menyebabkan ia masih merasa lemas.

Sesampainya di rumah, Vellice melihat Anna yang sedang duduk di sofa ruang tamu. Anna langsung berlari menuju Vellice.

"Kakak! Darimana saja!? Hiks hikss... Ini baju siapa? Kakak... kakak kenapa panas badannya?" ucap Anna sambil menangis. Ia memeluk kakaknya dengan erat.

Vellice hanya diam saja. Ia bahkan tak membalas pelukan Anna. Ia masih menggunakan pakaian Arlan. Tentu saja pakaian yang sama dengan yang ia gunakan saat datang ke rumah sakit. Beruntung seorang perawat baik hati mencucikan pakaian ini.

Vellice melepas dengan paksa pelukan mereka. "Aku capek" ucapnya. Ia segera berlalu menuju kamarnya di lantai 2.

Vellice langsung tertidur begitu menyentuh kasur.

Pagi ini, Vellice sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ia merasa sudah terlalu lama membolos.

Begitu sampai di sekolah. Semua orang memandangnya dengan sengit. Ia tidak tahu gosip apa lagi yang sudah beredar. Namun, kali ini pasti lebih parah. Melihat semua siswa dengan beraninya menatap dirinya. Biasanya mereka hanya akan menunduk takut dengan tatapannya.

Vellice terus berjalan, dengan mata menatap tajam kearah depan. Berkali kali tangannya mengusap rambutnya. Ia merasa gelisah. Lagi-lagi berfikir, apa seharusnya ia tidak berangkat dulu? Mengapa dirinya merasa semakin bertambah lemas di setiap langkahnya.

"Kemana saja kamu!" ucap Arlan yang tiba-tiba muncul dari belakang.

Vellice mengabaikan teriakan Arlan. Tanpa menoleh ke belakang ia sudah tahu suara siapa itu.

"Lice!" bentak Arlan, kali ini laki-laki itu menarik pergelangan tangan Vellice agar berhenti.

Begitu menyentuh Vellice, Arlan berhenti. Ia mengeratkan tangannya yang menggenggam lengan Vellice. Mereka bertatapan dengan saling menatap tajam.

Vellice menaikkan sebelah alisnya sambil bertanya "Kenapa?" ucapnya. Namun, ia langsung menyesali ucapannya itu. Karena suara yang keluar dari mulutnya adalah suara serak, persis seperti orang sakit.

"Ck!" Vellice menghempaskan tangannya hingga tangan Arlan terlepas. Ia kembali berjalan menuju kelasnya.

"Lo harus ke ruang BK!" ucap Arlan cukup keras.

"Sekarang!" ucap Arlan lagi. Arlan berjalan dibelakang Vellice. Ia benar-benar mengawasi apakah Vellice akan menuju ruang BK.

Vellice menghela nafas malas. Apa seharusnya ia tidak menggunakan lip balm untuk menyamarkan bibir pucatnya? Biar saja semua orang tahu kalau ia sakit. Dengan begitu mereka tidak akan mengusiknya.

Begitu memasuki ruangan BK. Vellice langsung duduk tanpa menyapa terlebih dahulu Bu Yulia.

"Tidak bisakah kamu sedikit sopan?" ucap Bu Yulia.

Vellice hanya diam malas membalas.

"Kamu membolos 3 hari. Haruskah saya beri hukuman?" ucap Bu Yulia.

"Terserah" ucapnya santai. Yang membuat Bu Yulia semakin geram.

"Kemana saja kamu selama membolos!?" ucap Bu Yulia.

Vellice hanya diam tak membalas.

Bu Yulia menunjukkan handphonenya. Vellice melirik handphone itu. Disitu terlihat dirinya yang sedang menggunakan topi dan pakaian berwarna hitam. Terlihat jelas seperti sedang membeli sesuatu dari laki-laki dihadapannya.

Kini, Vellice langsung mengerti apa yang sedang terjadi. Semua yang ia lakukan hanya akan mengubah sedikit alur cerita ini. Pada akhirnya apa yang ditetapkan penulis tetap terjadi. Ia masih ingat pasti saat ini tersebar gosip kalau ia mengkonsumsi narkoba.

Vellice menjadi pasrah pada alur cerita. Ia dengan santai menjawab "Jadi ibu akan menghukum saya apa?" ucapnya. Walau ia tahu persis hukuman apa yang akan dijalaninya berdasarkan alur cerita aslinya.

"Kamu mengakui perbuatanmu!?" ucap Bu Yulia terkejut.

Vellice mengambil handphone Bu Yulia, ia memperlihatkan foto tadi. Lalu memperbesar gambarnya.

"Ini, ibu lihat itu hanya editan. Memang kalau dilihat ini bukan editan. Tapi garis yang tidak sejajar ini menunjukkan kalau ini editan. Tapi saya tetap menerima hukuman bukan? Karena membolos 3 hari" ucap Vellice sambil memperbesar gambar itu.

Bu Yulia langsung percaya. Ketika diperbesar 10 kali. Memang terlihat ada potongan gambar di ujung bawah yang tidak sejajar.

Bu Yulia menghela nafas. "Bahkan hukuman kamu yang kemarin belum selesai" ucapnya.

"Oh, " ucap Vellice, ia baru tersadar kalau ia masih dalam masa hukuman.

"Minta hukuman pada Arlan" ucap Bu Yulia. Vellice langsung keluar dari tempat itu.

Baru saja menutup pintu. Vellice sudah melihat Arlan yang bersandar di dinding samping pintu.

"Lo nguping?" ucap Vellice.

"Bersihin perpustakaan sana!" ucap Arlan. Ia langsung berlalu menuju lapangan. Ini jadwal pelajaran olahraganya.

"Perasaan sering banget pelajaran olahraga. Ni penulis ga kreatif amat sih?" gumam Vellice menatap teman temannya yang sedang berada di lapangan.

Begitu memasuki perpustakaan Vellice sedikit terkejut mendapati beberapa orang disana.

"Kalian ngapain disini?" tanya Vellice heran.

"Vel!" teriak mereka bersamaan. Secara bersamaan pula mereka berlari memeluk Vellice.

"Lo kok panas sih!" pekik Lara.

"Ke UKS sekarang!" sahut Angel, dia ikutan panik.

"Ayo!" mereka mendorong tubuh Vellice keluar.

Veilice menurut, ia berfikir mungkin nanti bisa tidur saja.

"Kalian mau kemana!? Mau kabur dari hukuman!?" seru Arlan, laki-laki itu melangkah mendekat ke arah mereka dengan seragam olahraga yang sudah basah pada bagian punggungnya.

"Iya lah! Lo ga liat muka Vellice udah pucet gini! Mau kalo dia pingsan! Oh! Jangan-jangan lo emang mau bales dendam! Udah gue bilang Vellice ga sengaja dorong Anna!" seru Angel.

"Terus, kalo Vellice yang sakit kalian ikutan bebas dari hukuman!? Balik ke perpustakaan! Sekarang!" seru Arlan. Ia merebut tangan Vellice yang ada di genggaman Angel dan Lara.

"Sana! Pergi!" seru Arlan.

"Dasar! Nyebelin!" ucap Shelly. Mereka balik badan. Berjalan sambil menghentakkan kakinya. Tanpa sadar hal kecil itu membuat Vellice tertawa. Sungguh menggelikan. Ahh, ia tidak rela jika mereka hanyalah tokoh dalam buku.

"Eh! Eh! Turunin!" seru Vellice panik, ketika tiba-tiba Arlan menggendongnya.

"Diem! Jangan gerak terus Lice! Bisa bisa aku ikutan jatuh!" ucap Arlan.

Vellice menghembuskan nafas lelah. Ia melingkarkan kedua tangannya di leher Arlan. Menenggelamkan kepalanya di lekukan leher laki-laki itu.

Hal itu membuat Arlan langsung menjauhkan lehernya tanpa sadar.

"Panas banget sih!" gerutu Arlan, tapi tak urung ia kembali membiarkan kepala Vellice berada disana. Nafas perempuan itu yang panas. Juga kulitnya yang terasa panas, benar-benar membuat Arlan jadi ikutan merasa panas.

Begitu sampai di UKS Arlan langsung meletakkan Vellice di brankar.

"Ini kenapa ga ada anak PMR yang jaga sih" gerutu Arlan.

Vellice tidak peduli dengan Arlan yang mondar-mandir mencari sesuatu. Ia menutupi matanya dengan lengan kanannya. Rasanya begitu nyaman ketika kembali tidur.

"Lan" ucap Vellice lirih. Ia tidak membuka matanya.

"Lo percaya kalo lo itu bukan makhluk hidup" ucap Vellice tiba-tiba.

"Apaan sih? Ngaco!" sahut Arlan. Ia membawa entah apa itu di atas nampan sambil berjalan mendekat.

Vellice menjauhkan tangannya yang menutupi matanya. Ia menatap ke arah Arlan sejenak

"Bener juga, gue ngaco ya? Kalian punya jantung juga. Berdetak juga. Tapi kenapa bukan makhluk hidup?" ucap Vellice. Kini ia menatap ke langit-langit ruangan.

"Diem deh, ini minum obat dulu!" ucap Arlan.

"Buat apa? Toh gue tetep bakal sembuh 3 hari lagi" ucap Vellice. Bukan asal bicara, tapi ini hal yang benar. Dalam novel, tokoh Vellice sakit selama tiga hari setelah berita tentang konsumsi narkoba itu muncul.

"Bawel banget sih! Minum!Kenapa harus tiga hari juga coba" ucap Arlan, ia menegakkan tubuh Vellice dengan paksa. Ia langsung memberikan pil obat pada Vellice.

"Remukin dulu, gue ga bisa minum obat" ucap Vellice.

"Tinggal telen aja!" seru Arlan kesal. Ia memaksa Vellice menelan obat itu dengan memasukkan obat dalam mulut Vellice ketika terbuka.

Vellice langsung menyahut gelas yang ada pada genggaman Arlan. Ia meminum air itu hingga habis. Namun, pada saat itu ia belum bisa meminum obatnya. Pil itu seperti menempel erat pada lidahnya. Tidak bergerak sama sekali.

Vellice terbatuk, ia mengeluarkan obatnya lagi bersamaan dengan air yang keluar dari mulutnya.

Vellice menangis, melihat tangan, selimut, seragam serta kasurnya basah dan kotor.

Arlan panik, ia langsung mengambil tisu membersihkan kekacauan itu. Ia membuang obat yang keluar dari mulut Vellice tadi.

Arlan juga melipat selimut dan menaruhnya di ujung ruangan. Lalu menggendong Vellice memindahkannya di brankar lain. Ia mengelap bibir Vellice yang kotor.

"Orang bodoh darimana yang bikin berita kalo kamu konsumsi narkoba? Minum obat aja ga becus gini!" ucap Arlan. Ia pikir Vellice benar-benar mengkonsumsi narkoba. Yah, dia tahu Vellice anak broken home, juga kaya. Jadi, banyak kemungkinan jika Vellice mengkonsumsi narkoba.

Arlan mengambil obat lagi. Ia memukul obat yang masih dalam bungkus itu dengan tangannya.

Ia membukanya lalu menaruh obat itu di sendok makan.

"Minum" ucap Arlan menyodorkan sendok.

Setelah meminum obat itu Vellice membuka kancing seragamnya.

"Lo mau ngapain!" seru Arlan reflek.

"Lepas seragam lah, basah gini" sahut Vellice.

Arlan panik, tapi ia tidak memejamkan mata ataupun balik badan. Ia tetap menatap Vellice. Hingga tanpa sadar ia menghembuskan nafas ketika melihat Vellice masih memakai kaos di dalamnya.