Waktu

"Tunggu..!"

"Oi.. Damian!!"

Langkahnya terhenti, menatap tidak suka akan apa yang di lakukan Damian saat ini "apa-apaan kau ini! Terus saja menghindariku! Memangnya aku boneka apa gimana! Damian..!!"

Theo mendengus, marah akan sikap Damian yang memang selalu saja seperti ini. Pria itu kadang akan sangat menyebalkan, seperti sekarang!

Hanya karena dia juga sama dari dunia yang di tinggali Damian, pria itu jadi terus mengamatinya saja dan mengabaikannya. Entah apa yang dia pikirkan, tapi Theo tidak menyukainya. Lebih baik mereka saling berbicara, walau memang hal itu tidak mungkin mengingat Damian bukan orang yang suka berbincang.

"Jika ini soal aku yang sama denganmu maka bicara, jangan seperti anak kecil!"

"Cih..! Sejak awal seharusnya aku memang tidak perlu tahu tentang buku itu. Menyebalkan sekali aku harus tahu fakta seperti ini di saat aku tidak ingat apa-apa!"

Lagi dan lagi Theo terus bersuara tanpa peduli apa pun, padahal sejak hari itu Damian jadi orang bisu yang tidak mau bicara dengannya. Di pikir menarik apa melakukan hal menyebalkan seperti itu, rasanya dia mau memukul pria itu hingga bicara.

"Damian!!" Theo kembali berteriak, menatap Damian yang masih saja mengabaikannya dengan langkah cepat di depannya.

Mau tidak mau Theo kembali mengalah, memilih berlari mendekati Damian yang masih tidak peduli. Apa pria itu tidak punya hal yang ingin dia katakan? Sepertinya tidak! Karena pria itu berhenti dengan wajah datar menatap ke arahnya sebelum berjalan lagi.

"Pria gila! Harusnya kau membantuku untuk mengingat tentang dunia kita! Tapi apa yang kau lakukan, diam tanpa mau mengatakan apa pun!"

Cukup sudah dia bersabar, kali ini dia akan membuat Damian bicara padanya. Sudah cukup dua hari dia di abaikan seperti orang bodoh, dan biarkan dia melakukan hal yang menarik sekarang.

"Membantu?"

Eh..

Damian bicara?

Pria itu menghentikan langkahnya, menatap ke arah pemilik manik merah itu. Mencoba mencari sesuatu yang bisa dia anggap sebagai hal menarik, namun yang dia dapatkan hanyalah sebuah kekesalan dengan pemikiran licik di dalamnya.

Pada akhirnya Damian tahu, jika Theo masih belum mengerti sepenuhnya akan apa yang terjadi dua hari lalu.

"Iya! Kau harus membantuku. Bagaimana bisa aku tahu tentang dunia itu jika tidak darimu, karena kau yang tahu dan ingat tentang dunia itu" Theo menyahut, berharap Damian mau membantunya sekarang.

Alasan tentang kenapa dia bisa ada di sini dan kenapa dia bisa tidak ingat apa pun tentang dunia yang dulu dia tinggali. Dan Theo ingin tahu semuanya, apa yang sebenarnya terjadi dan permainan apa yang akan menantinya karena takdir aneh ini...?

"Kalau begitu, katakan kenapa kau tidak ingat apa pun!?" Damian bertanya dengan malas, karena dia tahu jika hal itu tidak akan ada jawabannya.

Tapi Theo tidak akan menjawab begitu saja, walau dia tahu jika jawaban yang bisa dia katakan hanyalah dua kata kecil yang pasti akan membuat Damian semakin tidak mau membantunya.

Tatapan pria itu sungguh jelas, ekspresinya memang datar, tapi Theo tahu jelas bagaimana kilauan rasa penasaran di manik Damian. Manik berwarna ungu yang membuatnya bertanya-tanya akan hal yang sama, apakah itu hanya perubahan kecil? Atau warna mata Damian yang berubah ada alasannya?

Dia menghembuskan napas pelan, matanya berkedip sebelum terbuka lebar. Menatap tepat pada manik seperti cahaya malam itu dengan penuh rasa percaya diri, berdiri tegak untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak ingin menghancurkan semua harapannya.

Kali ini biar dia katakan dengan jelas, bahwa dia ingin mengetahui semua dari permainan takdir yang tengah mereka lalui.

"Ada satu hal yang bisa menjawab pertanyaanmu kali ini, tapi aku tidak mau mengatakannya dengan mudah...." Theo tersenyum miring, menghentikan ucapannya di tengah rasa penasaran Damian.

"....aku tidak akan mengatakan bahwa aku tidak tahu apa pun, tapi aku akan mengatakan bahwa aku salah karena tidak menyadarinya. Menyadari jika aku juga bagian dari permainan takdir yang kau alami"

Alis Damian naik, merasa bingung akan apa yang sebenarnya di katakan Theo. Pria bersurai merah itu seakan ingin mempermainkannya, tapi entah kenapa dia merasa cukup bersemangat mendengarkan jawaban Theo saat ini.

"Sebelum aku menjawab, bagaimana jika aku bertanya padamu. Apa kau ingat keluargamu?"

Raut wajah Damian terlihat terkejut, terpaku apa pertanyaan yang seharusnya mudah baginya. Tapi entah kenapa, dia seakan tidak tahu harus menjawab apa. Keluarga, dia tentu punya. Tapi rasanya dia tidak mengetahui apa pun tentang keluarganya.

Yang dia tahu, dirinya tidak sendiri karena kuliah di tempat yang jauh dari rumahnya. Tapi bukan itu masalahnya, masalahnya adalah dia tidak ingat siapa keluarganya.

Ayah? Ibu? Tunggu rasanya seperti ada yang salah dengan kepalanya saat ini. Ayahnya, siapa? Lalu ibu?

"Ternyata benar, aku mengerti sekarang" Theo kembali bersuara, menghembuskan napas panjang sebelum kembali menatap ke arah Damian.

"Apa kau juga ingat wanita yang membuatmu berada di sini? Aku rasa kau mungkin sudah melupakannya, karena kau tidak pernah membicarakan wanita itu belakangan ini" dia tersenyum miring, mengejek Damian yang tidak bisa menjawabnya.

Dan jawabannya adalah....

"Waktu yang kita lalui di dunia ini, mengikis ingatan kita secara perlahan. Mungkin dari hal terkecil, seperti tempat tinggal, keluarga, orang terdekatmu, hingga siapa dirimu sebenarnya"

Theo itu bukan pria bodoh, dia bisa menyadari hal yang tidak bisa orang lain sadari dengan cepat. Mengamati orang lain adalah kebiasaan baginya, mencari tahu sikap dan apa yang selalu orang itu lakukan adalah hal yang selalu dia tekankan. Karena dia tidak mau percaya pada orang yang salah.

Baginya itu adalah sebuah kelebihan namun juga melelahkan di saat bersamaan, tapi dengan itu dia benar-benar terbantu. Seperti sekarang, dia menyadari bahwa Damian mulai melupakan hal-hal dari dunianya.

"Jawabanku, waktu yang menghapus semua ingatanku" ucapnya lagi, mendekati Damian lalu tersenyum lebar dengan kedua mata yang menunjukkan sebuah rasa senang.

Senang karena dia bisa menjawab pertanyaan Damian yang cukup menyulitkannya.

"Tapi aku tidak lupa jati diriku!" lanjut Theo, menepuk bahu Damian untuk menyadarkan pria itu.

Damian melamun, itulah yang Theo tahu. Sepertinya Damian tengah berpikir keras akan hal yang membuatnya mulai ragu dan Theo tidak akan berniat menilai keraguan Damian saat ini. Karena dia pantas untuk mulai ragu pada ingatannya sendiri.

"Mau bertaruh denganku? Aku rasa ada banyak yang seperti kita, tapi situasi mereka tentu berbeda-beda dan aku jadi penasaran akan dunia ini sekarang. Jadi apa kau mau mencari mereka sebelum semua ingatanmu di dunia itu menghilang?"