Sang Pemilik Waktu

Ada hal yang tidak mereka ketahui, bahwa semua takdir sudah tertulis rapi dengan berbagai sebab dan akibat. Mencoba merubahnya adalah hal yang tidak mungkin, tapi mungkin saja tanpa mereka sadari sebenarnya mereka mulai merubah takdir masing-masing.

Berpikir untuk menyerah padahal mereka tahu bahwa ada berbagai cara untuk bangkit dari rasa sakit yang mengerikan itu. Mulai memilih berbagai jalan keluar di saat masalah itu datang, dan hal itulah yang membuat mereka bisa sampai di sana. Dengan alasan yang tidak jelas, mereka datang dan mulai berjuang.

"Apa kau yakin ini akan baik-baik saja?" sebuah suara terdengar begitu gelisah, memikirkan berbagai hal yang mungkin saja terjadi sebelum melihat pria itu terkekeh setelahnya.

"Sepertinya kau mulai takut? Apa karena pria ungu itu mulai menunjukkan sebuah perubahan besar?" pria itu menyahut, menjatuhkan sebuah kertas yang langsung terbakar begitu saja.

"Hanya karena dia menyadarinya bukan berarti kau harus takut" pria itu kembali bersuara, ikut menatap ke arah yang sama seperti wanita di sebelahnya "bukankah ini menjadi kabar baik? Mereka yang menyadari lebih dulu akan lebih bisa menerimanya, di bandingkan mereka yang masih belum menyadari apa pun"

Wanita itu menghembus napas kasar "pemikiranmu itu terlalu mengandai-andai! Bagaimana jika mereka yang menyadari lebih dulu, berpikir untuk menghentikan sebuah takdir yang mengikat mereka!?"

"Kau tidak salah" sahut pria itu, menganggukkan kepalanya pelan akan hal yang memang benar adanya.

Kadang mereka yang tahu lebih dulu akan bisa bertindak semaunya, tapi bukan berarti hal itu bisa dengan mudah terjadi. Karena dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi, menghentikan segala kemungkinan yang akan mereka gunakan adalah tugasnya.

Dan dia tidak akan membiarkan siapapun menghancurkan hal yang sudah dia lakukan selama ini. Itulah janjinya, janji terhadap dirinya sendiri sejak ratusan tahun lalu.

"Tapi aku yang sudah mengulang waktu berulangkali tidak akan mungkin kalah dari mereka yang terjebak di waktu yang sama!" lanjut pria itu lagi menunjukkan seringainya atas fakta yang menjadi kartu as-nya.

Wanita itu menggelengkan kepalanya pelan, bangkit dari duduknya untuk menyentuh bahu pria itu "bagaimana bisa kau masih begitu yakin? Aku tahu kau memiliki beban yang berat, tapi kau harus ingat siapa mereka dan kenapa mereka bisa ada di sini"

"Ah.. dan jangan lupa siapa dirimu sebenarnya"

Pria itu terdiam, menatap tepat pada manik sang wanita sebelum menyentak tangan wanita itu. Menunjukkan tatapan tidak suka akan apa yang baru saja di lakukannya. Bukankah wanita itu ada untuk membantunya? Lalu kenapa sekarang wanita itu bersikap seperti menghalangi segala keinginannya.

"Hubungan seperti itu sudah mati sejak kegagalan pertamaku!" ucap pria itu menunjukkan tatapan marah sebelum berbalik untuk pergi, tapi wanita itu tentu saja tidak akan membiarkan pria itu pergi.

Karena rantai itu semakin mengikat pria itu dengan sebuah kenyataan yang kejam, dan dia tidak mau pria itu kembali gagal untuk kesekian kalinya "membuang hubungan persahabatan kalian itu bukan hal yang benar! Bukankah sejak awal kalian itu sahabat, tapi kenapa kau membuangnya seperti tidak ada apa pun yang pernah terjadi di antara kalian!"

Napasnya berantakan, dia hanya mau pria itu sadar bahwa apa yang dia lakukan selama ini salah. Membuang sebuah ikatan hanya akan menghancurkan segala hal yang tertulis dalam takdir. Tapi dia sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi, padahal dia sudah membantu pria itu dengan baik selama ini tapi pria itulah yang membuat segalanya hancur lagi.

Selalu saja seperti itu, lalu kembali ke awal. Di mana mulai memutar waktu lagi dan membuat mereka kembali melupakan segala hal yang pernah terjadi.

"Kau harusnya sadar! Mereka mulai curiga dan menjauh masing-masing! Apa itu tidak cukup! Kau menyiksa mereka dan dirimu sendiri! Sadar Irvin!"

Pria itu menoleh, menggeram marah menatap nyalang pada manik wanita itu. Dia tidak suka ini, tidak suka di saat semua keputusannya di anggap salah oleh wanita itu. Padahal seharusnya wanita itu mendukungnya, membiarkan dia mengembalikan semua hal yang menjadi kesalahannya dulu.

Membuat takdir itu kembali pada tempatnya dan menjadikan segala bentuk kesalahannya sebagai kekuatan yang paling berharga untuknya. Hanya itu dan tidak lebih!

"Irvin! Sebaik apa pun kau mencoba, jika kau melupakan awal dari adanya takdir itu maka semuanya akan sama. Tidak ada yang berubah" ucap wanita itu lagi dengan tatapan penuh kesedihan.

"Hah.. terserah kau mengatakan apa, aku tidak peduli!" dan setelahnya pria itu pergi meninggalkan wanita itu sendirian di sana.

Menatap kepergian Irvin yang menjadi kunci dari segala takdir yang mengikat mereka "seharusnya ini mudah, tapi kau melupakan apa yang paling penting Irvin dan kali ini aku tidak mau kau hancur dalam kesalahan yang sama"

Wanita itu kembali berucap dengan pelan, menatap langit malam yang begitu cantik. Selama ini dia hanya melihat, melihat semua hal yang di lakukan mereka tapi kali ini dia mau bertindak. Melakukan sesuatu yang bisa membantu mereka dan orang yang dia pilih adalah dia, pria terakhir yang masuk dalam dunia ini.

Pria yang sedikit membuatnya kasihan namun khawatir di saat bersamaan "sepertinya dia mulai melupakan ingatannya di dunia lamanya" gumamnya dengan sedikit tawa akibat kenyataan yang memang mengikat mereka di dunia ini.

Melupakan ingatan adalah hal biasa, tapi ada beberapa kasus yang berbeda kecuali satu orang yang tidak akan pernah bisa melupakan segalanya. Karena dia selalu hidup di dalam bayang-bayang waktu, entah itu masa depan atau masa lalu. Dia hidup di tengah-tengahnya, tidak mengikuti alur namun melawan alur seakan di adalah sang pemilik waktu.

"Damian? Pria terakhir yang masih memiliki ingatan dari dunianya, cukup menyusahkan memang tapi terasa menarik di saat yang bersamaan"

Wanita itu terkejut, menoleh ke arah Irvin yang kembali. Mendekatinya dan ikut duduk di sebelahnya.

"Kau!?"

Irvin tertawa "kenapa? Apa kau berpikir aku akan merenungkan hal yang kau katakan tadi? Jangan terlalu banyak berharap! Karena aku berbeda dengan segala hal yang kau pikirkan!"

Wanita itu mendengus, mengalihkan pandangannya ke arah lain karena tahu jika Irvin tidak berubah. Pria itu masih belum mengerti akan letak kesalahannya, padahal dia pikir ucapan tadi cukup membuat Irvin menyadarinya. Tapi nyatanya tidak, pria itu tidak akan pernah menyadarinya.

"Mau buah?" ucap Irvin memberikan buah apel pada wanita itu "jangan mendekati siapapun di antara mereka, karena aku bisa menghentikannya lebih dari dari siapapun"

Uluran tangannya terhenti, mencengkram kuat buah apel itu yang sepertinya menjadi sebuah ancaman besar baginya.